SETELAH HENING disadari, diterima, dan dialami langsung apa adanya dalam Nyepi, lalu apa?
Tatanan hidup cara Bali memberi jawaban, ”Ngembak Geni!” Arti leksikalnya: ”membuka api baru”.
Saat Nyepi, api di luar diri dan api di dalam diri yang bermanifestasi sebagai riuh api keinginan-keinginan itu ditarik, dikendalikan, hingga ke inti-pusat-poros-murninya: sang Hening. Tradisi membahasakan begitu puitis: ramya somya sunya! Riuh-gaduh-bising (ramya) api keinginan-keinginan dijinakkan, ditenangkan. Lalu: dijernihkan, dimurnikan (somya), hingga berujung pada muasal-murninya: menjadi Hening (sunya).
Kepada sang Hening, segalanya dipulangkan, dikembalikan, hingga api-api keinginan itu pun padam dalam pangkuan panas. Panas dipulangkan ke pangkuan nyala (endih). Lalu, nyala dipulangkan ke pangkuan sinar. Pada ujung akhir finalnya, sinar itu pun dipulangkan pula ke pangkuan terang cemerlang gilang-gemilang yang serba Nis, Nir, Ning.
Keriuhan api, karena itu, merupakan manifestasi permukaan terluar sang Mahaterang Cemerlang Gilang-gemilang Yang Serba Nis, Nir, Ning. Nun di balik kedalaman terdalam api keinginan-keinginan yang riuh-gaduh-bising itu sejatinyalah senantiasa setia menanti sang Maha Hidup Penghidup Kehidupan yang Mahaterang Cemerlang Gilang-gemilang Yang Serba Nis, Nir, Ning. Dia-lah sumber muasal segala sumber sinar, terang, cahaya, panas, dan api.
Api, memang, punya kekuatan dahsyat mengubah, mentransformasi. Panas api mampu dengan mudah mematangkan yang mentah manakala terkendali, terukur, tapi juga dengan mudah membakar habis setiap yang menyentuh ataupun yang disentuhnya—bila tiada terkendalikan.
Watak dasar api itu adalah bertumbuh: dari kecil terus membesar—bila tidak dikendalikan, tanpa dijinakkan. Konsekuensi logisnya: api pun dapat padam atau dipadamkan, begitu yang dibakar habis. Namun, sinar Mahaterang Cemerlang Gilang-gemilang Yang Serba Nis, Nir, Ning itu senantiasa Langgeng Abadi. Sang Mahaterang Cemerlang senantiasa Hidup dan Menghidupi semua, dari luar maupun dari dalam yang hidup. Dia tiada terpadamkan. Dia tiada terbakar, tiada pula membakar. Dia-lah yang paling didamba para penempuh jalan terang kehidupan, Dia pula yang paling tak diharapkan hadir oleh para penempuh jalan gelap—karena begitu sang Mahaterang hadir, niscaya gelap pun murca.
Teks puitis Dharma Sunya menyuratkan, siapa saja yang berhasil menemukan Dia, maka: menjadilah dia itu “tumrang rasmi nikang prabaswara mijil ri hati mamenuhing sabhuwana”, menampak sinar terang cemerlang gilang-gemilang, terbit dari hati bening murni, memenuhi sang Diri.
Setelah setahun Semesta Raya Kehidupan mengajari manusia se-Bumi melakoni dan memaknai “jaga jarak” dalam berbagai sisi rutinitas kehidupan, lalu sehari penuh tatanan hidup cara Bali melakonkan “total jaga jarak” dengan paradoks Hening Nyepi, semoga mulai hari ini Sahabat dan Sameton sami, dapat menyapa pagi dengan semangat hidup lebih ceria, berlimpah senyum, optimistik, penuh rasa angayubagia puji syukur, menyambut kedatangan Era Baru Kehidupan.
Berbahagialah Sahabat, Sameton sareng sami, manakala usai mangalami langsung Hening Nyepi lantas saat Ngembak Geni hari ini dapat menebarkan terang sinar api kesadaran, semangat, dan nilai-nilai hidup yang saling menumbuhkan dan saling memuliakan, urip-nguripi ruang-ruang kehidupan bersama.
Rahayu selalu. [T]