6 June 2025
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
tatkala.co
No Result
View All Result

Hindu Inklusif Nusantara, Paham Eksklusif & Potensi Benturannya

Sugi LanusbySugi Lanus
March 13, 2021
inEsai
Covid-19 dalam Alam Pikir Religi Nusantara – Catatan Harian Sugi Lanus

ILustrasi tatkala.co / Nana Partha

— Catatan Akhir Tahun Śaka 1942


Pernahkah berpikir kenapa dalam sejarah panjang kedatangannya Hindu ke Nusantara tidak ada jejak benturan dengan suku-suku yang telah memiliki sistem religi kuno Nusantara?

Pernahkah bertanya kenapa Hindu (Sanatana Dharma) yang menyebar ke Nusantara tidak pernah berambisi menghapus nama atau istilah Sanghyang atau Hyang, atau nama-nama dalam bahasa Nusantara lainnya?

Kenapa tidak pernah pembawa ajaran Sanatana Dharma menyalahkan dan menganggap sesat kepercayaan pada leluhur yang telah mengakar di religi Nusantara?

Kenapa bahkan setelah suku-suku Nusantara menerima Hindu mereka tetap memelihara istilah kedewataan masing-masing suku, dan tumbuh bersama mengembangkan berbagai ritual yang telah ada, dipertahankan dan diterima sebagai bagian dari Hinduisme?

1.

Hinduisme yang berkembang dan menyebar di Nusantara adalah Hindu inklusif yang berpaham ADVAITA VEDANTA.

Berdasarkan bukti arkeologis, terhitung setidaknya semenjak tahun 300 Sebelum Masehi di sisi barat Sumatera, awal abad masehi di pulau Jawa, dan sekitar tahun 500 Sebelum Masehi ditemukan peninggalan pengaruh dagang Arikamedu (pusat perdagangan kuno India Selatan) di pesisir Bali Utara (tepatnya Julah-Sembiran), telah terjadi relasi damai India Kuno dan Nusantara.

Baik paham Saiwa (paham Siwa) dan Waisnawa (paham Wisnu dan awataranya) kuno yang berkembang di Nusantara berpaham ADVAITA VEDANTA. Apa itu advaita vedanta? Apa hubungannya dengan semangat inklusivisme Hindu Nusantara?

Secara umum bisa dijelaskan sbb:

Advaita sering diterjemahkan sebagai “non-dualitas,” tetapi terjemahan yang lebih memadai adalah “non-secondness.” Artinya, tidak ada realitas lain selain Yang Tertinggi (Brahman), bahwa “Realitas tidak dibentuk oleh bagian-bagian,” atau “Realitas tidak terbelah-belah”, maksudnya bahwa tidak ada dualitas antara Esensi, atau Wujud, dari Atman dan Brahman.

Kata Vedānta adalah komposisi dari dua kata Sansekerta: “Weda” mengacu pada ‘seluruh korpus teks Weda’ atau semua ajaran Weda tertulis dan lisan, dan kata “anta” berarti ‘akhir’. Arti dari “Vedānta” bisa disederhanakan sebagai ‘kulminasi dari veda’ atau “pengetahuan tertinggi dari veda”. Vedānta dalam filsafat Hindu merupakan salah satu dari enam aliran filsafat Hindu ortodoks.

Pandangan mendasar dari paham ADVAITA VEDANTA yang berkembang di Nusantara adalah apa pun yang disembah atau dipercaya oleh suku-suku di Nusantara, di balik nama-nama pujaan aau dewata yang disembah oleh suku-suku itu “ada landasan realitas terdalam yang hakiki” yang tidak lain dalam istilah Sanatana Dharma dikenal dengan nama Brahman.

ADVAITA VEDANTA — yang menjiwai Saiva Siddhanta yang teks dan ajarannya berkembang di Nusantara — adalah ajaran, sikap dan cara pandangan yang melihat bahwa suku-suku Nusantara dan bangsa lain di luar Bharata Warsa (India Kuno), apa pun nama dan kepercayaan kedewataan yang mengakui Yang Maha Mulia itu juga mendapat berkah, karunia atau anugraha dari Brahman. Brahman hadir memenuhi jagat raya dan semua di balik yang tampak dan yang tidak tampak, dan anugraha Brahman bekerja juga di kalangan mereka yang mungkin belum mengenal istilah Brahman.

Tidak masalah apakah seseorang tidak mengenal istilah Brahman, sepanjang ia mengenal dan memahami esensi yang dirujuk atau yang dimaksud dalam istilah Brahman, seseorang berpotensi bisa mencapai manunggal dengan Brahman. Bisa saja ia menyebut Sanghyang, kalau yang dirujuk adalah “esensi dan hakikat” yang sama dengan Brahman, ia telah memahami esensi dari Sanatana Dharma.

Oleh karena itu, masyarakat yang terlahir sebagai bagian dari tradisi suku Batak, Dayak-Kaharingan, Toraja, Kei, Sasak, Bali, Jawa-Sunda, dll, yang telah memeluk Hindu dari jaman lampau, sampai periode menjelang kemerdekaan tidak banyak yang mengenal istilah Brahman. Ini bukan ada masalah sama sekali. Sepanjang telah mengenal istilah dalam bahasa dan ungkapan lokal yang esensinya merujuk pada Yang Mutlak Tertinggi Tunggal Maha Segala-nya itu, maka sudah dengan sendirinya mengerti esensi Brahman yang dimaksud.

Dengan semangat inklusif tersebut para guru suci atau maharsi yang membawa ajaran Sanatana Dharma ke Nusantara tidak menggebu-gebu berambisi melakukan “Indianisasi” peristilahan dan ritual di Nusantara. Tugas utama dari para Rsi terdahulu adalah menemukan “spirit kesadaran Sanatana Dharma” yang tumbuh dalam religi-religi Nusantara, untuk kemudian dirawat dan didampingi, untuk bertumbuh mendewasa bersama dengan Sanatana Dharma.

2.

Para pembawa ajaran Siwaisme kuno, dan juga pembawa ajaran Saiwa-Wesnawa, yang semuanya berpaham ADVAITA VEDANTA, datang pertama kali ke Nusantara menerima dan mengakui keberadaan ruh-ruh dan konsepsi religi Nusantara yang telah ada. Para leluhur pembawa Sanatana Dharma berpaham Advaita Vedanta memahami bahwa ada kerja keilahian dan kemuliaan Brahman di balik semua religi-religi purba Nusantara. Sekalipun tidak menyebut Brahman, tapi menyebut dengan bahasa suku masing-masing, seperti Hyang Tunggal, Hyang Licin, Taya, dstnya, dipahami bahwa di baliknya ada keesaan dan kemanunggalan Brahman yang hakiki.

Aliran perguruan Sanatana Dharma yang berbasis garis silsilah perguruan (parampara) dan keluarga (gotra), seperti Agastya Gotra (parampara/silsilah diksa para pewaris ajaran Rasi Agastya) dan Markandeya Gotra (parampara/silsilah diksa para pewaris ajaran Rsi Markandeya) yang dipercaya sebagai pembawa ajaran Sanatana Dharma ke Nusantara secara prinsip menganut paham ADVAITA VEDANTA. Ajaran Saiwa dan Waisnawa tidak dipertentangkan, ditambah dengan Jina dan Buddhisme, dipertemukan dalam bingkai ADVAITA VEDANTA.

3.

Sementara itu, religi suku-suku Nusantara sebagian besar bersifat panteisme (pantheisme). Yang secara harafiah mengandung arti bahwa “Tuhan adalah Semuanya” dan “Semua adalah Tuhan”. Suku-suku di Nusantara punya kesadaran mendalam bahwa alam semesta ini adalah ciptaan Maha Pencipta dan di dalamnya Maha Pencipta terus bekerja dalam alam dan diri manusia. Bahwa Alam Semesta, atau alam beserta isinya, termasuk manusia di dalamnya, dan Tuhan adalah “manunggal”.

Pandangan panteisme ini di kalangan suku-suku di Nusantara berbaur dengan pandangan panenteisme, yang meyakini bahwa alam adalah bagian dari Tuhan.

Pertemuan paham ADVAITA VEDANTA dengan religi suku-suku Nusantara — yang berkecenderungan memiliki pandangan panteisme yang berbaur dengan pandangan panenteisme — menyebabkan kedua belah pihak tidak pernah saling berbenturan, malah saling sambut, saling melengkapi. Dari sisi pandangan Siwaisme yang ADVAITA VEDANTA, religi purba Nusantara dilihat memiliki potensi kemuliaan yang mana di balik religi suku-suku ini ada esensi Brahman. Demikian juga dari sudut pandang suku-suku kuno Nusantara, kedatangan ajaran ADVAITA VEDANTA bukan ancaman, tapi melengkapi bahkan “menambahkan perbendaharaan Sungsungan/Sesembahan”. Jika disederhanakan, kalau sekelompok orang menganut paham panteisme diberitahu ada istilah Dewata lain dan konsepsi lain dengan berbagai dewa-dewa lain boleh dipilih sebagai dewata, maka pengetahuan kedewataan baru ini adalah “bonus”. Tambahan informasi yang memperkaya pemahaman yang telah mereka miliki. Bukan ancaman.

Sebagai contoh: Punden Berundak dan Menhir tidak dipertentangkan dengan Percandian dan Lingga. Pengarcaan dewata ajaran Sanatana Dharma tidak pernah dipertentangkan dengan pemuliaan “pratima suci” dari leluhur Nusantara. Keduanya adalah perwujudan luar yang bisa saling menggantikan. Semua ritual dan sebutan pada kedewataan dalam suku-suku Nusantara adalah “perbedaan bahasa” untuk memuliakan Hyang Maha Mulia, hakikat Dewata yang universal sama. Semua tatacara persembahyangan pada Mulajadi na Bolon,  Hyang Taya, Hyang Guru, Hyang Maha Mulia, yang ada dalam suku-suku Nusantara diterima sebagai cara memuliakan Brahman.

4.

Nusantara mungkin tidak akan pernah dijiwai Hinduisme jika saja yang dahulu datang adalah Hinduisme ekslusif. Apakah itu Hinduisme ekslusif? Hinduisme ekslusif adalah paham yang akarnya Hinduisme tapi berkembang dan mengarah belakangan mengusung ekslusivisme, menjadi fanatik menganggap satu nama Tuhan atau satu figur saja yang disembah kelompoknya yang “superior” dan yang lain dianggap “inferior” bahkan keliru.  Demikian juga dalam pembacaan teks suci atau interpretasi kitab, interpretasi kelompoknya disebut sebagai “superior”, paling dianggap benar, di luar kelompoknya dianggap “inferior”. Jika Hinduisme ekslusif yang datang ke Nusantara di masa lalu, maka tidak bisa dibayangkan Hinduisme bisa diterima di tengah suku-suku kuno di Nusantara. Hinduisme inklusif, bukan ekslusif, yang menorehkan sejarah penting yang penuh kedamaian dalam sejarah religi di Nusantara.

Beberapa suku di Nusantara yang sekarang secara formalnya menganut Hindu, masih cukup kuat memegang konsepsi religi kuno Nusantara, yang secara spirit berpaham panteisme, dan berbaur dengan pandangan panenteisme, hanya bisa nyaman dengan ajaran Hindu berpaham ADVAITA VEDANTA atau paham Hindu inklusif. Jika ada pihak-pihak yang membelokkan ke ajaran yang bersifat ekslusif, yang mengajarkan hanya satu interpretasi kitabnya saja yang paling benar, atau hanya satu nama Tuhan saja paling “superior”, bisa dipastikan akan ditolak dan memunculkan benturan internal umat.

5.

Inklusivisme Hindu di Nusantara telah melalui jalan panjang, berjalan dan bertumbuh bersama dengan religi-religi kuno suku-suku Nusantara, yang telah ada bertumbuh jauh sebelum kedatangan Hinduisme. Hanya dengan memahami dua sisi yang bisa saling berjumpa ini, dalam jiwa insklusivisme Hindu — bukan dengan mengembangkan dan menyebarkan ekslusivisme Hindu — masyarakat kita akan bertumbuh sehat tanpa benturan internal. Munculnya potensi benturan, terjadinya gesekan mengarah benturan, atau penolakan keras, serta kegaduhan internal umat Hindu di Nusantara bisa diinvestigasi dan bisa dimonitor titik sentrumnya terletak pada seberapa agresif penyebaran “Hindu berpaham ekslusif” menyebar dan berkembang, pasang ancang-ancang menguasai institusi dan komunitas Hindu di Indonesia. Ini bisa melebar, bukan akan menimbulkan kejadian benturan internal, tapi akan berkembang ke benturan eksternal dengan agama lain jika paham Hindu ekslusif berkembang menjadi paham mayoritas di kalangan Hindu di Nusantara.

Tags: hinduHindu InklusifHindu Nusantaraintelektual hindu
Previous Post

Misteri di Balik Lagu Ogoh-Ogoh

Next Post

Tanpa Wisatawan, Ritual Nyepi (Kembali) Hanya Dipertontonkan kepada Dewata

Sugi Lanus

Sugi Lanus

Pembaca manuskrip lontar Bali dan Kawi. IG @sugi.lanus

Next Post
Tanpa Wisatawan, Ritual Nyepi (Kembali) Hanya Dipertontonkan kepada Dewata

Tanpa Wisatawan, Ritual Nyepi (Kembali) Hanya Dipertontonkan kepada Dewata

ADVERTISEMENT

POPULER

  • Covid-19 dalam Alam Pikir Religi Nusantara – Catatan Harian Sugi Lanus

    Sang Hyang Eta-Eto: Memahami Kalender Hindu Bali & Baik-Buruk Hari dengan Rumusan ‘Lanus’

    23 shares
    Share 23 Tweet 0
  • Hari Lahir dan Pantangan Makanannya dalam Lontar Pawetuan Jadma Ala Ayu

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Sederhana, Haru dan Bahagia di SMPN 2 Sawan: Pelepasan Siswa, Guru Purnabakti dan Pindah Tugas

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Ini Sumbangan Ketut Bimbo pada Bahasa Bali | Ada 19 Paribasa Bali dalam Album “Mebalih Wayang”

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Lonte!

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

KRITIK & OPINI

  • All
  • Kritik & Opini
  • Esai
  • Opini
  • Ulas Buku
  • Ulas Film
  • Ulas Rupa
  • Ulas Pentas
  • Kritik Sastra
  • Kritik Seni
  • Bahasa
  • Ulas Musik

Tidak Ada Definisi untuk Anak Pertama Saya

by Dewa Rhadea
June 4, 2025
0
Tawuran SD dan Gagalnya Pendidikan Holistik: Cermin Retak Indonesia Emas 2045

KADANG saya mencoba menjelaskan kepada orang-orang seperti apa anak pertama saya. Tapi jujur saja, saya tidak tahu bagaimana harus mendefinisikannya....

Read more

The Voices After Cak!: Keriuhan di Balik-balik Tubuh yang Diguncang

by Wulan Dewi Saraswati
June 4, 2025
0
The Voices After Cak!: Keriuhan di Balik-balik Tubuh yang Diguncang

MALAM di taman kuliner Ubud Food Festival sangat menggiurkan. Beberapa orang sudah siap duduk di deretan kursi depan, dan beberapa...

Read more

Susu dan Tinggi Badan Anak

by Gede Eka Subiarta
June 3, 2025
0
Puasa Sehat Ramadan: Menu Apa yang Sebaiknya Dipilih Saat Sahur dan Berbuka?

KALSIUM merupakan mineral utama yang diperlukan untuk pertumbuhan tulang kita, tepatnya untuk pertumbuhan tinggi badan. Kandungan kalsium tertinggi ada pada...

Read more
Selengkapnya

BERITA

  • All
  • Berita
  • Ekonomi
  • Pariwisata
  • Pemerintahan
  • Budaya
  • Hiburan
  • Politik
  • Hukum
  • Kesehatan
  • Olahraga
  • Pendidikan
  • Pertanian
  • Lingkungan
  • Liputan Khusus
Gede Anta Wakili Indonesia dalam “International Visitor Leadership Program” di AS

Gede Anta Wakili Indonesia dalam “International Visitor Leadership Program” di AS

June 5, 2025
Perpres 61 Tahun 2025 Keluar, STAHN Mpu Kuturan Sah Naik Status jadi Institut

Perpres 61 Tahun 2025 Keluar, STAHN Mpu Kuturan Sah Naik Status jadi Institut

May 29, 2025
 Haul Buya Syafii Maarif : Kelas Reading Buya Syafii Gelar Malam Puisi dan Diskusi Publik

Haul Buya Syafii Maarif : Kelas Reading Buya Syafii Gelar Malam Puisi dan Diskusi Publik

May 27, 2025
911—Nomor Cantik, Semoga Nomor Keberuntungan Buleleng di Porprov Bali 2025

911—Nomor Cantik, Semoga Nomor Keberuntungan Buleleng di Porprov Bali 2025

May 21, 2025
Inilah Daftar Panjang Kusala Sastra Khatulistiwa 2025

Inilah Daftar Panjang Kusala Sastra Khatulistiwa 2025

May 17, 2025
Selengkapnya

FEATURE

  • All
  • Feature
  • Khas
  • Tualang
  • Persona
  • Historia
  • Milenial
  • Kuliner
  • Pop
  • Gaya
  • Pameran
  • Panggung
Abraham dan Cerita Sebotol Lion Brewery di Ubud Food Festival 2025
Panggung

Abraham dan Cerita Sebotol Lion Brewery di Ubud Food Festival 2025

IA bukan Abraham Lincoln, tapi Abraham dari Lionbrew. Bedanya, yang ini tak memberi pidato, tapi sloki bir. Dan panggungnya bukan...

by Dede Putra Wiguna
June 6, 2025
Buku “Identitas Lintas Budaya: Jejak Jepang dalam Teks Sastrawan Bali” Memperkaya Perspektif Kajian Sastra di Bali
Khas

Buku “Identitas Lintas Budaya: Jejak Jepang dalam Teks Sastrawan Bali” Memperkaya Perspektif Kajian Sastra di Bali

BUKU Identitas Lintas Budaya: Jejak Jepang dalam Teks Sastrawan Bali karya Prof. Dr. I Nyoman Darma Putra, M.Litt., memperkaya perspektif kajian sastra,...

by tatkala
June 5, 2025
Sederhana, Haru dan Bahagia di SMPN 2 Sawan: Pelepasan Siswa, Guru Purnabakti dan Pindah Tugas
Khas

Sederhana, Haru dan Bahagia di SMPN 2 Sawan: Pelepasan Siswa, Guru Purnabakti dan Pindah Tugas

“Kami tahu, tak ada kata maaf yang bisa menghapus kesalahan kami, tak ada air mata yang bisa membasuh keburukan kami,...

by Komang Sujana
June 5, 2025
Selengkapnya

FIKSI

  • All
  • Fiksi
  • Cerpen
  • Puisi
  • Dongeng
Kampusku Sarang Hantu [1]: Ruang Kuliah 13 yang Mencekam

Kampusku Sarang Hantu [18]: Bau Gosong di “Pantry” Fakultas

June 5, 2025
Lengkingan Gagak Hitam | Cerpen Mas Ruscitadewi

Lengkingan Gagak Hitam | Cerpen Mas Ruscitadewi

May 31, 2025
Puisi-puisi Eddy Pranata PNP | Stasiun, Lorong, Diam

Puisi-puisi Eddy Pranata PNP | Stasiun, Lorong, Diam

May 31, 2025
Kampusku Sarang Hantu [1]: Ruang Kuliah 13 yang Mencekam

Kampusku Sarang Hantu [17]: Wanita Tua dari Jalur Kereta

May 29, 2025
Menunggu Istri | Cerpen IBW Widiasa Keniten

Menunggu Istri | Cerpen IBW Widiasa Keniten

May 25, 2025
Selengkapnya

LIPUTAN KHUSUS

  • All
  • Liputan Khusus
Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan
Liputan Khusus

Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan

SEBAGAIMANA Banyuwangi di Pulau Jawa, secara geografis, letak Pulau Lombok juga cukup dekat dengan Pulau Bali, sehingga memungkinkan penduduk kedua...

by Jaswanto
February 28, 2025
Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan
Liputan Khusus

Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan

SUNGGUH kasihan. Sekelompok remaja putri dari Desa Baturiti, Kecamatan Kerambitan, Tabanan—yang tergabung dalam  Sekaa Gong Kebyar Wanita Tri Yowana Sandhi—harus...

by Made Adnyana Ole
February 13, 2025
Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti
Liputan Khusus

Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti

BULELENG-BANYUWANGI, sebagaimana umum diketahui, memiliki hubungan yang dekat-erat meski sepertinya lebih banyak terjadi secara alami, begitu saja, dinamis, tak tertulis,...

by Jaswanto
February 10, 2025
Selengkapnya

ENGLISH COLUMN

  • All
  • Essay
  • Fiction
  • Poetry
  • Features
Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

March 8, 2025
Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

November 30, 2024
The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

September 10, 2024
The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

July 21, 2024
Bali, the Island of the Gods

Bali, the Island of the Gods

May 19, 2024

TATKALA.CO adalah media umum yang dengan segala upaya memberi perhatian lebih besar kepada seni, budaya, dan kreativitas manusia dalam mengelola kehidupan di tengah-tengah alam yang begitu raya

  • Penulis
  • Tentang & Redaksi
  • Kirim Naskah
  • Pedoman Media Siber
  • Kebijakan Privasi
  • Desclaimer

Copyright © 2016-2024, tatkala.co

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis

Copyright © 2016-2024, tatkala.co