30 May 2025
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
tatkala.co
No Result
View All Result

Tjokorda Gde Rake Sukawati: Presiden NIT dan Diplomat Kebudayaan Bali

I Gusti Agung ParamitabyI Gusti Agung Paramita
February 21, 2021
inKhas
Tjokorda Gde Rake Sukawati: Presiden NIT dan Diplomat Kebudayaan Bali

Tjokorda Gde Rake Sukawati {foto dari penulis diambil dari sumber-sumber sejarah]

TAK banyak generasi kini mengenal nama Tjokorda Gde Rake Sukawati. Dalam sejarah politik dan kebudayaan, nama ini sebenarnya sangat menggema. Ia adalah orang Bali pertama yang jadi “Presiden”. Tepatnya Presiden Negara Indonesia Timur (NIT). Ia juga generasi intelektual Bali yang berani berhadap-hadapan secara ideologis dengan agen zending di Bali.

Sebagai anggota Volksraad, Tjokorda Gde Rake Sukawati melakukan perjuangan parlementer pertama menentang gerakan zending. Dalam sejarah kebudayaan, ia adalah diplomat ulung yang membawa seni dan budaya Bali ke dunia internasional. Sebagai intelektual, beragam buku pernah ditulisnya. Ia pernah menulis tentang busana orang Bali dalam buku berjudul “How The Balinese Dress”.

Mari kita berkenalan sejenak dengan tokoh ini. Saya berupaya menuliskan sosoknya sebatas yang saya ketahui dari hasil wawancara dengan tokoh Ubud dan dokumen sejarah yang ada.  Sekali lagi, “sebatas yang saya ketahui”.

Tjokorda Gde Rake Sukawati adalah pangeran Puri Ubud yang lahir pada Minggu Umanis Wuku Menail, tanggal 15 Januari 1899. Ia adalah anak penguasa Ubud, Tjokorda Gede Sukawati. Sejak kecil, Tjokorda Gde Rake Sukawati dikenal bandel, khas kenakalan anak pada masanya. Meski dianggap nakal, ia adalah anak yang berprestasi. Setelah tamat sekolah di Gianyar, ia ingin melanjutkan studi di  Opleidings School Voor Inlandsche Ambtenaren (Osvia). Ini merupakan sekolah pendidikan bagi pegawai-pegawai bumiputra pada jaman Belanda. .

Bersama saudaranya, Anak Agung Ngurah Asti, Tjok. Rake Sukawati sekolah di Probolinggo, Jawa Timur. Sejak saat itu, ia menggemari dunia luar, khususnya di bidang kesenian. Ia pecinta musik barat, belajar biola dan kecapi. Ia juga dikenal fasih berbahasa Jawa.

Di sini nampak perubahan Tjok Rake Sukawati: ia yang dibesarkan dalam kentalnya suasana tradisi, kini membuka diri pada dunia luar. Tapi, orang yang hidup dalam kultur Bali, selalu bisa mendialogkan perbedaan kultural. Ia punya genius sintesis.

Meski awalnya sang ayah enggan menyekolahkannya ke Jawa karena bandel, namun toh ia akhirnya sekolah di sana. Inilah titik awal karier seorang Tjokorda Gde Rake Sukawati. Andai saja ia benar-benar dilarang sekolah di Jawa saat itu, mungkin sejarah akan berubah.

Tamat sekolah di Jawa, ia pulang ke Ubud—menjadi seorang punggawa. Tak lama menjadi punggawa, ia diangkat jadi Volksraad, sejenis dewan pertimbangan bagi keseluruhan kepulauan Hindi-Belanda. Sejak di Volksraad ia mulai mulai melakukan perjuangan politik, tentunya dalam wilayah kebudayaan. Ia menanggapi gerakan-gerakan zending di Bali.

Sebagaimana diketahui, sejak ada pembaptisan awal orang Bali pada tahun 1931, menimbulkan kontroversi yang sangat keras. Kontroversi ini berbuah perdebatan sengit antara misionaris Protestan Hendrik Kraemer dengan para orientalis anggota pemerintah kolonial seperti Frederik David K Bosch, Roelof Goris dan Cornelis Lekkerkerker.

Sikap permusuhan diawali oleh Bosch yang menganggap bahwa penginjilan orang Bali sebagai percobaan yang tak pantas. Sikap permusuhan ini juga dilanjutkan oleh Goris yang menerbitkan sebuah buku berjudul” De strijd over Bali en de Zending: De waarde van Dr. Kraemer (1933).

Naskah buku ini diberi kata pengantar oleh Tjokorda Gde Rake Sukawati yang sejak tahun 1924 sudah melakukan penolakan terhadap kedatangan misionaris Katolik.

Saat itu memang ada kolaborasi antara orientalis dan tokoh lokal untuk melawan stigma buruk yang dibuat Kraemer tentang agama orang Bali. Goris bahkan cukup keras menyebut Kraemer sebagai “sok intelek”.

Tak hanya Goris, Tjokorda Gde Rake Sukawati juga menulis komentar terhadap stigma Kraemer terhadap agama Bali. Komentar tersebut diberi judul: Bali en Dr. Kraemer, Eenige opmerkingen omtrent de brochure,,De strijd over Bali en de zending.

Dalam buku ini, Tjokorda Gde Raka Sukawati menyebut kegagalan Kraemer dalam melihat religi orang Bali yang penuh prasangka buruk. Kraemer membuat penilaian tentang agama Bali dengan standar khas barat dan khususnya lagi standar Calvinis.

Di sini, argumentasi Tjokorda Gde Rake Sukawati cukup tajam dalam merespon pandangan-pandangan Kraemer. Kita bisa menyaksikan dialog intelektual bermutu dari putra Ubud ini. Polemik ini pun berbuah keputusan pemerintah yang melarang penginjilan di Bali.

Sikap kultural Tjokorda Gde Rake Sukawati dan pergaulannya dengan para orientalis, peneliti dan seniman luar, berpengaruh terhadap caranya memperkenalkan Bali ke dunia luar. Ia berhasil membujuk walter Spies, pelukis Jerman, untuk datang ke Bali ketika sedang ada projek di Solo. Ketika walter Spies di Bali, ia meminta kepada adiknya Tjokorda Gde Agung Sukawati untuk memberi akses dan akomodasi kepada Spies.

Di sini, kita bisa melihat kerjasama dan pembagian peran yang baik di antara dua pangeran Ubud. Yang satu berperan sebagai diplomat kebudayaan, satunya lagi memiliki akar tradisi yang kuat.

Misi kebudayaan Tjok Rake Sukawati terus berlanjut. Ia dipercaya mengemban misi kesenian dari Belaluan di Festival Pasar Gambir pada tahun 1929. Sukses pada festival gambir, ia kembali memimpin misi kesenian dalam Paris Colonial Exposition di Paris tahun 1931.

Misi kesenian di “Paris Expo” punya pengaruh luar biasa. Para maestro tari dan gamelan turut terlibat dalam lawatan seni tersebut. Mereka adalah Anak Agung Gde Mandra, I Ketut Rindha, Tjokorda Oka Tublen, Tjokorda Rai Sayan, Dewa Gde Raka, Tjokorda Anom, Jero Tjandra dan Ni Rimpeg. Selain maestro tari dan gamelan, ia juga mengajak pelukis, pematung dan pengrajin yang memamerkan keahlian mereka.

Dua penampilan yang memukau dunia barat saat itu yakni Calonarang dan Legong. Dua kesenian ini memang mewakili dua sisi kebudayaan Bali: lembut dan menghentak. Pementasan Calonarang bahkan sampai mempengaruhi dramawan dan ahli teater Eropa yakni Antonin Artaud—sampai melahirkan aliran pemikiran teater kontemporer di barat yang disebut Oriental and Occidental Theatre.

Pengaruh Artaud terhadap seni teater di dunia tentu tak perlu ditanyakan lagi, namun yang menarik adalah pengaruhnya terhadap pemikiran filsafat kontemporer. Banyak filsuf yang juga pemikirannya dipengaruhi oleh Artaud ini. Pementasan Calonarang tidak hanya berpengaruh terhadap revolusi pemikiran seni teater, melainkan juga filsafat. Artinya, Calonarang juga berpengaruh pada pemikiran filsafat barat. Di sini, keputusan Tjokorde Gde Rake Sukawati mementaskan Calonarang dan Legong sangat tepat. 

Sukses mengemban misi kesenian, membuat nama Tjokorde Gde Rake Sukawati terus bergema. Ia menjadi tokoh yang membangun diplomasi berbasis kebudayaan. Berkat gerakannya, seni dan budaya Bali hadir di panggung internasional. Ia juga mendirikan perkumpulan seni Pita Maha bersama adiknya Tjokorda Gde Agung Sukawati.

Duet dua pangeran Ubud ini sangat menarik: yang satu punya sayap yang kuat untuk menerbangkan seni dan budaya Bali ke dunia luar, satunya lagi punya akar yang kuat di Ubud.

Tak selesai mengemban misi kultural, nama Tjok Gde Rake Sukawati pun tak asing dalam sejarah politik di Indonesia. Ia terpilih sebagai Presiden Negara Indonesia Timur, hasil dari konferensi Denpasar. Perdana menterinya saat itu adalah Nadjamoedin Daeng Malewa. Pembentukan Negara Indonesia timur ini adalah dalam rangka Negara Republik Indonesia Serikat.

Memang saat itu ada perdebatan soal bentuk Negara antara Negara persatuan dan federalis, sampai muncul perjanjian Linggajati pada tahun 1946.

Dilema saat itu yakni apakah negosiasi dengan pihak belanda akan menemui jalan buntu dan harus berakhir dengan pertempuran antara kedua belah pihak, atau harus diupayakan kedaulatan secepatnya meskipun ada sesikit konsensi mengenai bentuk Negara.

 Berdasarkan semua kemungkinan yang ada, para pemimpin Indonesia, termasuk Soekarno memilih untuk menerima federasi, asal saja dengan itu proses menuju penyerahan kedaulatan tidak terlalu dihalangi. Sekali lagi, ini adalah bagian dari dinamika dan transisi politik menuju penyerahan kedaulatan. Meskipun kelak, Indonesia menjadi Negara persatuan.

Sejak jadi Presiden NIT, Tjokorda Rake Sukawati sangat intens melakukan kunjungan ke luar negeri. Ia seolah menjarit kembali hubungan internasional sejak Paris Expo. Saat itu, ia didampingi oleh Istri Prancis—ini menarik, mengapa ia memilih istri Prancis sebagai ibu negara. Memang banyak cerita yang belum ditulis ketika ia menjadi Presiden NIT. Padahal itu adalah bagian dari sejarah politik dan tata Negara di Indonesia.

Begitu penting posisi dan peran Tjokorda Gde Rake Sukawati di bidang politik dan dan diplomasi kebudayaan, termasuk pariwisata Bali, namun seiring peralihan generasi, namanya tak banyak banyak dikenal generasi sekarang. Buku-buku tentangnya pun tak banyak ditulis. [T]

Tags: balihistoryPuri UbudsejarahTjokorda Gde Rake SukawatiUbud
Previous Post

Kultur Menanam, Kultur Siapa?

Next Post

MGMP Bahasa Bali SMA Kabupaten Buleleng Selenggarakan Workshop Optimalisasi E-Learning

I Gusti Agung Paramita

I Gusti Agung Paramita

Pengajar di FIAK Unhi Denpasar

Next Post
MGMP Bahasa Bali SMA Kabupaten Buleleng Selenggarakan Workshop Optimalisasi E-Learning

MGMP Bahasa Bali SMA Kabupaten Buleleng Selenggarakan Workshop Optimalisasi E-Learning

ADVERTISEMENT

POPULER

  • “Muruk” dan “Nutur”, Belajar dan Diskusi ala Anak Muda Desa Munduk-Buleleng

    “Muruk” dan “Nutur”, Belajar dan Diskusi ala Anak Muda Desa Munduk-Buleleng

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Apakah Menulis Masih Relevan di Era Kecerdasan Buatan?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Hari Lahir dan Pantangan Makanannya dalam Lontar Pawetuan Jadma Ala Ayu

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Sang Hyang Eta-Eto: Memahami Kalender Hindu Bali & Baik-Buruk Hari dengan Rumusan ‘Lanus’

    23 shares
    Share 23 Tweet 0
  • Tulak Tunggul Kembali ke Jantung Imajinasi

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

KRITIK & OPINI

  • All
  • Kritik & Opini
  • Esai
  • Opini
  • Ulas Buku
  • Ulas Film
  • Ulas Rupa
  • Ulas Pentas
  • Kritik Sastra
  • Kritik Seni
  • Bahasa
  • Ulas Musik

Membunyikan Luka, Menghidupkan Diri : Catatan Pameran “Gering Agung” Putu Wirantawan

by Emi Suy
May 29, 2025
0
Membunyikan Luka, Menghidupkan Diri : Catatan Pameran “Gering Agung” Putu Wirantawan

DI masa pandemi, ketika manusia menghadapi kenyataan isolasi yang menggigit dan sakit yang tak hanya fisik tapi juga psikis, banyak...

Read more

Uji Coba Vaksin, Kontroversi Agenda Depopulasi versus Kultur Egoistik Masyarakat

by Putu Arya Nugraha
May 29, 2025
0
Kecerdasan Buatan dan Masa Depan Profesi Dokter

KETIKA di daerah kita seseorang telah digigit anjing, apalagi anjing tersebut anjing liar, hal yang paling ditakutkan olehnya dan keluarganya...

Read more

Sunyi yang Melawan dan Hal-hal yang Kita Bayangkan tentang Hidup : Film “All We Imagine as Light”

by Bayu Wira Handyan
May 28, 2025
0
Sunyi yang Melawan dan Hal-hal yang Kita Bayangkan tentang Hidup : Film “All We Imagine as Light”

DI kota-kota besar, suara-suara yang keras justru sering kali menutupi yang penting. Mesin-mesin bekerja, kendaraan berseliweran, klakson bersahutan, layar-layar menyala...

Read more
Selengkapnya

BERITA

  • All
  • Berita
  • Ekonomi
  • Pariwisata
  • Pemerintahan
  • Budaya
  • Hiburan
  • Politik
  • Hukum
  • Kesehatan
  • Olahraga
  • Pendidikan
  • Pertanian
  • Lingkungan
  • Liputan Khusus
Perpres 61 Tahun 2025 Keluar, STAHN Mpu Kuturan Sah Naik Status jadi Institut

Perpres 61 Tahun 2025 Keluar, STAHN Mpu Kuturan Sah Naik Status jadi Institut

May 29, 2025
 Haul Buya Syafii Maarif : Kelas Reading Buya Syafii Gelar Malam Puisi dan Diskusi Publik

Haul Buya Syafii Maarif : Kelas Reading Buya Syafii Gelar Malam Puisi dan Diskusi Publik

May 27, 2025
911—Nomor Cantik, Semoga Nomor Keberuntungan Buleleng di Porprov Bali 2025

911—Nomor Cantik, Semoga Nomor Keberuntungan Buleleng di Porprov Bali 2025

May 21, 2025
Inilah Daftar Panjang Kusala Sastra Khatulistiwa 2025

Inilah Daftar Panjang Kusala Sastra Khatulistiwa 2025

May 17, 2025
Meningkat, Antusiasme Warga Muslim Bali Membuka Tabungan Haji di BSI Kantor Cabang Buleleng

Meningkat, Antusiasme Warga Muslim Bali Membuka Tabungan Haji di BSI Kantor Cabang Buleleng

May 16, 2025
Selengkapnya

FEATURE

  • All
  • Feature
  • Khas
  • Tualang
  • Persona
  • Historia
  • Milenial
  • Kuliner
  • Pop
  • Gaya
  • Pameran
  • Panggung
ft. moreNarra di Acara “ASMARALOKA”—Album Launch Showcase dari Arkana: “Ya, Biarkan”
Panggung

ft. moreNarra di Acara “ASMARALOKA”—Album Launch Showcase dari Arkana: “Ya, Biarkan”

MENYOAL asmara atau soal kehidupan. Ada banyak manusia tidak tertolong jiwanya-sakit akibat berharap pada sesuatu berujung kekecewaan. Tentu. Tidak sedikit...

by Sonhaji Abdullah
May 29, 2025
Sulaman Sejarah dan Alam dalam Peed Aya Duta Buleleng untuk PKB 2025
Panggung

Sulaman Sejarah dan Alam dalam Peed Aya Duta Buleleng untuk PKB 2025

LANGIT Singaraja masih menitikkan gerimis, Selasa 27 Mei 2025, ketika seniman-seniman muda itu mempersiapkan garapan seni untuk ditampilkan pada pembukaan...

by Komang Puja Savitri
May 28, 2025
Memperingati Seratus Tahun Walter Spies dengan Pameran ROOTS di ARMA Museum Ubud
Pameran

Memperingati Seratus Tahun Walter Spies dengan Pameran ROOTS di ARMA Museum Ubud

SERATUS tahun yang lalu, pelukis Jerman kelahiran Moskow, Walter Spies, mengunjungi Bali untuk pertama kalinya. Tak lama kemudian, Bali menjadi...

by Nyoman Budarsana
May 27, 2025
Selengkapnya

FIKSI

  • All
  • Fiksi
  • Cerpen
  • Puisi
  • Dongeng
Kampusku Sarang Hantu [1]: Ruang Kuliah 13 yang Mencekam

Kampusku Sarang Hantu [17]: Wanita Tua dari Jalur Kereta

May 29, 2025
Menunggu Istri | Cerpen IBW Widiasa Keniten

Menunggu Istri | Cerpen IBW Widiasa Keniten

May 25, 2025
Kampusku Sarang Hantu [1]: Ruang Kuliah 13 yang Mencekam

Kampusku Sarang Hantu [16]: Genderuwo di Pohon Besar Kampus

May 22, 2025
Puisi-puisi Sonhaji Abdullah | Adiós

Puisi-puisi Sonhaji Abdullah | Adiós

May 17, 2025
Kampusku Sarang Hantu [1]: Ruang Kuliah 13 yang Mencekam

Kampusku Sarang Hantu [15]: Memeluk Mayat di Kamar Jenazah

May 15, 2025
Selengkapnya

LIPUTAN KHUSUS

  • All
  • Liputan Khusus
Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan
Liputan Khusus

Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan

SEBAGAIMANA Banyuwangi di Pulau Jawa, secara geografis, letak Pulau Lombok juga cukup dekat dengan Pulau Bali, sehingga memungkinkan penduduk kedua...

by Jaswanto
February 28, 2025
Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan
Liputan Khusus

Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan

SUNGGUH kasihan. Sekelompok remaja putri dari Desa Baturiti, Kecamatan Kerambitan, Tabanan—yang tergabung dalam  Sekaa Gong Kebyar Wanita Tri Yowana Sandhi—harus...

by Made Adnyana Ole
February 13, 2025
Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti
Liputan Khusus

Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti

BULELENG-BANYUWANGI, sebagaimana umum diketahui, memiliki hubungan yang dekat-erat meski sepertinya lebih banyak terjadi secara alami, begitu saja, dinamis, tak tertulis,...

by Jaswanto
February 10, 2025
Selengkapnya

ENGLISH COLUMN

  • All
  • Essay
  • Fiction
  • Poetry
  • Features
Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

March 8, 2025
Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

November 30, 2024
The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

September 10, 2024
The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

July 21, 2024
Bali, the Island of the Gods

Bali, the Island of the Gods

May 19, 2024

TATKALA.CO adalah media umum yang dengan segala upaya memberi perhatian lebih besar kepada seni, budaya, dan kreativitas manusia dalam mengelola kehidupan di tengah-tengah alam yang begitu raya

  • Penulis
  • Tentang & Redaksi
  • Kirim Naskah
  • Pedoman Media Siber
  • Kebijakan Privasi
  • Desclaimer

Copyright © 2016-2024, tatkala.co

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis

Copyright © 2016-2024, tatkala.co