TENTANG NAMANAMA
disebutnya namanama
ia pun dalam hitungan
masuk barisan pencari
matahari, bulan-bintang
juga laut, gunung, dan hutan
lalu menetap di namanama
kau mau sebut ia siapa?
ia adalah pejalan, namun
tak pernah hapal tanda
hanya bekesiur di antara
sejuta nama yang disapa
di lembarlembar bukunya
dari adam, hawa, mariam,
isa, muhammad, elisabhet,
shakeaspeare, hingga pada
namamu: si tampan….
(kau jadi bagian pula di sana)
sementara tanganmu layu
matamu tak bersinar
kepalamu….
Lampung 2020
SUNGAI DALAM KEPALAKU
sebuah sungai dalam kepalaku
malam datang dan minta dipeluk
aku kehilangan warna, selain ingin
mencumbu gelapgelap
yang juga ketakutan jika aku menjauh
ke hulu; tempat para ibu menjual ikan
asap. terbayang ibu di ruang makan
dan berserak piring sendok…
aku memasuki tubuh sungai. satu tangan
hendak menarikku makin dalam. di dalam
kepalaku mengalir air jernih. ikanikan
menari di mataku. kaukah itu merayuku
untuk berenang?
seperti ikanikan
sebelum dimakamkan
Lampung 2020
SENYUM DAN PUISI
ini senyumku
simpan puisiku
jika kau masuk
pada senyumku
puisi akan memberimu
kecupan syahdu
di dalam puisiku
langit cerah
wajahku matahari
pada setiap senyumku
2020
TAHU DI MANA SINGGAH
kepada senja kau titipkan bungabunga
dari matahari yang kini mulai tua
pandangnya kian kuyu. tiada lagi gairah
pepohon di tubuhmu
kau juga mulai melepas beban, menambatkan
di sebongkah batu. sebelum kau benarbenar
menjauhi air itu. sebelum kau jejakkan kaki
di tanah — dulu kau tanam kenangan, kelak
kau makamkan tubuh — yang membawa makin
jauh dari rumah
sebagai orang yang tahu kelak di mana singgah
itulah jeda!
2020
DI SINI TIDAK ADA SALJU
di sini tidak ada salju
berjalanlah ia ke barat
dari mataku yang terpejam
dan ia paham kepada siapa
ditambatkan temali kapal
atau dia gugurkan sayapsayapnya
: kepada siapa ia mesti rebah
di sini memang tak ada salju,
ia melangkah ke arah barat
dari mataku yang kerap terpejam
dilupakan segala persinggahan,
pelangi yang menggoda, dan angin
selalu datang bersama dendang
: tapi ia mau salju dan perjalanan
di mana ia nanti melabuhkan
Lampung 2020
AKU PATUNG DI RUANG TAMU
aku batu yang kau bawa dari sungai
dekat bukit itu. aku kokoh. lalu
di samping rumahmu, aku ditatah
dan kau belahbelah
jadilah patung! jadi hiasan ruang tamu,
kau biarkan waktu membuatku abadi;
aku tak bercakapcakap, namun kedua
mataku tak henti menatap
kau pergi dan pulang. tertawa riang
atau seselali berang, dan duka. kau
ingin aku diam di sudut ruang ini
menyaksikan tiap suara langkahku
tapi, katamu, usah rekam polahku
aku benarbenar patung
tak kau siapkan bibirku yang berdegup
tak kau buat hati agar aku tak mencintai
maupun membencimu
ke mana kau pergi
aku berdiri di sudut ruang ini
mungkin jika takdir aku dihidupkan
kau akan kembali mematikan
: seorang patung tak baik menasihati
Lampung, 29-30 Oktober 2020
SAAT KOTA KUYUP
di punggung bukit itu
hujan tak juga reda
kota di sana kuyup
: aku masih bersamamu,
ingin menyimpan kisah
kelak aku baca lagi
bersama
— kita ringkih mengejanya
saat huruphurup itu rapuh
di dekat pembatas antara jurang
dan keabadian, kulihat kau amat
ragu. ingin berpeluk ketat atau
kembali ke kaki sang pemuja
yang diamdiam menginginkan
kita jatuh dalam basah. tubuh
bagai bulu burung yang kuncup
tak ada lagi mau mengecup
“apa nikmatnya berciuman
kalau tubuh ini tak kemarau?” tanyamu
aku makin ke bibir bukit. menyaksikan
kota basah, butiran mutiara
memercik mataku. di keningmu masih
tersisa kecupan
“tapi jangan ulangi lagi, sesaat aku
akan lelap. jauh dari pelukanmu,” pintamu
aku dirikan tenda
untuk yang mau jeda
29-30 Okt 2020
AKU MAKIN INGIN MENEPI
aku menepi!
gelombang orang begitu riuh
menusuk telingaku,
tubuhku lembut dijilati
tapi, aku ingin sunyi
kawanku laron yang berkunjung
sebelum sayapsayapnya putung
matanya menatapku senyap
dan aku makin ingin menepi!
berdiri di antara persimpangan
mana kupilih: hening atau riuh
Digger 29 Oktober 2020
INGIN MENGGANDENGMU
setelah kafe, kolam renang,
kau mau mengajakku ke pantai
atau pegunungan?
aku ingin menggandengmu menyusuri
taman cemara sebelum tiba di kaki
gunung; kau akan mendekatiku
membunuh dingin dan ketakutan
tersasar. “pegangi tanganku, jika
aku akan jatuh dari tebing itu,” katamu
kubisikkan padamu, kupeluk tubuhmu
jika ingin tergelincir. apa kau sedia?
setiap pegunungan membuka pintu
cinta, kasih, juga khianat!
2020
JARIMU BUBUHI TANDA DI DADAKU
jemari ibu darimu membubuhi tanda
di dadaku. apakah itu pelangi untuk
pertemuan? bidadari yang kutunggu
di dekat sumur biasa mandi, kini
berpendarpendar cahaya senja. dari
wajahmu
lupakan masa silam saat kau kehilangan selendang,
lelaki kurang ajar itu telah kukerangkeng
di batang pohon besar nan rindang itu; ia akan
kelaparan meski tak kehausan dan sengat
matahari
kini aku untukmu
bukan mencuri selendang
: hatimu berbungabunga
281020
LALU MEMANGGILKU: RINDU RINDU…
kau salahkan aku. selalu, kau
panggilpanggil rindu. tapi ketika
aku menjemput kau segera pergi
: jauh ke balik rimba yang tak bisa
kukejar petamu
apakah karena rindu, kau mengadu padaku
dan saat kau beramai dan bersama keriangan,
kausimpan aku dalam buku masa lalu;
padahal aku, si rindu, yang memburumu dan
menghantuimu agar kau tetap sunyi
lalu memanggilku:
“rindu rindu….”
GPSL, 27 Oktober 2020