25 January 2021
  • Beranda
  • Peristiwa
    • Kilas
    • Khas
    • Perjalanan
    • Persona
    • Acara
  • Esai
    • Opini
    • Ulasan
    • Kiat
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Hard News
  • Penulis
  • Login
  • Register
No Result
View All Result
tatkala.co
tatkala.co
  • Beranda
  • Peristiwa
    • Kilas
    • Khas
    • Perjalanan
    • Persona
    • Acara
  • Esai
    • Opini
    • Ulasan
    • Kiat
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Hard News
  • Penulis
No Result
View All Result
tatkala.co
No Result
View All Result
Home Esai
Made Adnyana Ole [Ilustrasi Nana Partha]

Made Adnyana Ole [Ilustrasi Nana Partha]

Bandar Udara atau Bandar Tanah

Made Adnyana Ole by Made Adnyana Ole
January 9, 2021
in Esai

Sudah sejak 10 tahun lalu, rencana pembangunan Bandar Udara (Bandara) Internasional Bali Utara  diobrolkan secara iseng-iseng, atau didiskusikan secara serius. Namun hingga kini proyek itu tak kunjung terwujud. Mungkin, mungkin saja, tak pernah jelas apa sesungguhnya yang hendak dibangun dalam proyek raksasa itu; bandar udara atau bandar tanah? Lha, hampir setiap diskusi dan obrolan soal bandar udara, yang lebih banyak muncul adalah kata “tanah”, sedangkan kata “udara” hanya sekali-sekali saja terdengar.

Sama seperti banyak orang, saya pun sudah bosan menulis atau bicara soal bandar udara Bali Utara. Saya termasuk wartawan yang hampir selalu menulis perkembangan isu bandar udara alias bandara itu sejak awal-awal kemunculannya, sekitar tahun 2010, sejak kepemimpinan periode kedua Bupati Putu Bagiada. Selain monoton, siklus munculnya isu kelanjutan proyek itu seakan seperti diatur, selalu muncul setiap 4 tahun, seperti jadwal Piala Dunia. Rencana Kubutambahan 2012, ramai. Setiap hari ada berita di koran. Lalu redup. Eh, ramai lagi 2016. Debat-debat, berita-berita sekilas, lalu semua orang disibukkan dengan hal-hal lain. Bandar udara alias bandara seakan terlupakan.

Eh, tahu-tahu, bangkit lagi 2020. Lokasi di mana bandara itu dibangun, selalu jadi isu menarik, karena selalu menimbulkan perdebatan. Kubutambahan-Gerokgak PP (pulang-pergi) dipastikan ramai seperti jalur bus. Tahun 2016, kata berita, akan mulai dibangun tahun 2018 dan selesai 2021. Tahun 2020 dibilang akan selesai 2023. Kalau berita-berita surut lagi, mungkin akan muncul lagi tahun 2024. Mungkin. Namanya juga kemungkinan. Mungkin akan ada, mungkin tak terjadi apa-apa.

Tapi, berita soal bandara tampaknya tak pernah surut. Akhir tahun 2020 ini, diskusi soal bandara kembali menghangat. Yang membuatnya jadi hangat, lagi-lagi soal lokasi. Apakah bandara itu akan dibangun di Kecamatan Kubutambahan atau Kecamatan Gerokgak.  Apalagi, pada awalnya, ketika rencana itu diumumkan Bupati Bagiada, rencana lokasi bandara internasional itu memang digadang-gadang bercokol di Kecamatan Gerokgak. Lalu, ketika Bupati Putu Agus Suradnyana mulai memerintah Buleleng, lokasi bandara disebut-sebut dengan cukup lantang di wilayah Kubutambahan.

Salah satu alasan kenapa rencana lokasi dipindah dari wilayah Gerokgak ke wilayah Kubutambahan, saat itu, adalah karena masalah tanah. Tanah untuk bandara di wilayah Gerokgak dianggap masih bermasalah, sehingga urusan pembebasan dan lain-lain diperkirakan bakal ruwet dan njelimet, sementara tanah di Kubutambahan dianggap relatif aman karena di sana terdapat tanah adat yang urusannya bisa selesai dengan desa adat saja. Tapi, kini, akhir 2020 ini, wacana berbalik. Tanah milik desa adat di Kubutambahan dianggap tersangkut kasus hukum, sehingga wacana bandara kembali meluncur ke Gerokgak, tepatnya di Desa Sumberklampok.

Komunitas Jurnalis Buleleng (KJB) mengadakan diskusi akhir tahun 2020 dengan mengangkat tema “Bandara Buleleng Kebarat-Kebirit“. Dalam diskusi itu, lagi-lagi, kata “tanah” muncul lebih banyak dari kata “udara”. Bupati Agus Suradnyana saat diskusi memastikan Bandara Buleleng tak bisa dibangun di wilayah Kubutambahan. Pasalnya, tanah milik desa adat yang awalnya direncanakan sebagai tempat dibangunnya bandara itu, dinilai masih tersangkut masalah hukum. Sehingga, dengan begitu, lokasi bandara dipindahkan lagi ke wilayah Gerokgak, tepatnya di Desa Sumberklampok. Apakah tanah di Sumberklampok statusnya aman? Tunggu dulu.

Alih-alih bicara soal bandar udara, Perbekel Sumberklampok Wayan Sawitrayasa dalam diskusi KJB itu malah mengaku sedang berkomitmen menyelesakan konflik agraria alias konflik tanah yang sudah berpuluh-puluh tahun dialami warga desa di ujung barat Kabupaten Buleleng itu. Artinya, ya, itu. Tanah di Desa Sumberkalmpok juga sedang berada dalam situasi dan kondisi yang belum aman. Artinya lagi, kasus tanah itu harus diselesaikan dulu, agar bandara bisa dibangun dengan mulus.

Artinya, ya, lagi-lagi soal tanah, bukan soal udara. Padahal, secara logika kata per kata, istilah per istilah, membicarakan bandar udara semestinya lebih banyak bicara soal udara. Saya tak mengerti soal udara, tapi selama diskusi soal bandar udara saya benar-benar ingin mendengar kata-kata yang berkaitan dengan udara. Setidaknya, dengan lebih banyak bicara soal udara, pertanyaan-pertanyaan saya yang bodoh tentu bisa mendapatkan jawaban. Misalnya, apakah udara di bawah langit Buleleng sudah benar-benar cocok untuk dilalui pesawat ukuran besar? Bagaimana arus udara di atas laut, bagaimana arah dan kecepatan udara yang berhembus dari laut, atau yang meluncur dari daratan?  Atau, jika dibangun di wilayah Sumberklampok, apakah udara justru tak akan menjadi kotor, atau jadi bising, yang mungkin saja bisa mengganggu kehidupan pohon dan hewan di Taman Nasional Bali Barat?

Mungkin sesekali memang ada penjelasan tentang udara dalam diskusi yang lebih serius dan ilmiah. Namun sepertinya banyak orang tak peduli, dan tak ingin mendengarnya. Saya pikir karena kata udara tak lebih seksi dari kata tanah. Tanah memiliki kemungkinan lebih banyak untuk dipermainkan sekaligus diperdagangkan. Buktinya kita tak kenal kata “calo udara”, tapi sering mendengar kata “calo tanah”. Kita sering menemukan plang di tanah sawah atau tanah kebun dengan tulisan besar-besar: “Tanah Dijual”, dan tak pernah menemukan plang “Udara Dijual” yang terpasang mengambang di udara.. Kalau pun orang  jual udara, itu biasanya terdapat di tepi jalan, dan udara di situ diperlukan ketika ban motor tiba-tiba gembos atau bocor. Tapi di plang biasanya disbut “Jual Angin”, bukan “Jual Udara”.

Mari saya beritahu satu hal unik. Hanya perusahaan Radio Republik Indonesia (RRI)  yang berani membuat slogan bombastis: “Sekali di Udara Tetap di Udara”. Padahal RRI secara nyata bekerja di atas tanah, bukan di udara. Nah, perusahaan pesawat udara, meski namanya berisi kata udara tak akan berani bikin moto seperti RRI. Banyangkan jika persawat udara juga punya moto “Sekali di Udara Tetap di Udara”,  saya jamin tak ada yang bakal berani numpang. [T}

  • Esai ini disiarkan pertama kali di Kolom Lolohin Malu, Bali Express (Jawa Pos Group), edisi cetak 2 Januari 2021

Made Adnyana Ole

Made Adnyana Ole

Suka menonton, suka menulis, suka ngobrol. Tinggal di Singaraja

MEDIA SOSIAL

  • 3.4k Fans
  • 41 Followers
  • 1.5k Followers

ADVERTISEMENT

ENGLISH COLUMN

  • All
  • Essay
  • Features
  • Fiction
  • Poetry
Essay

Towards Success: Re-evaluating the Ecological Development in Indonesia in the Era of Anthropocene

Indonesia has long been an active participant of the environmental policy formation and promotion. Ever since 1970, as Dr Emil...

by Etheldreda E.L.T Wongkar
January 18, 2021

FIKSI

  • All
  • Fiksi
  • Cerpen
  • Puisi
  • Dongeng
Sketsa Nyoman Wirata
Puisi

Puisi-puisi Alit S Rini | Aku dan Pertiwi, Percakapan di Depan Api

by Alit S Rini
January 23, 2021
Esai

Surat untuk Pak Gubernur – “Bisakah Proses Balik Nama Kendaraan Bermotor Disederhanakan?”

YANG terhormat Bapak Gubernur Bali Wayan Koster. Pertama-tama, izinkan saya mengenalkan diri. Saya hanya salah satu warga yang berdomisili di ...

June 11, 2019
Pementasan teater Petang di Taman oleh Teater Kampus Seribu Jendela di Kampus Undiksha Singaraja,
Ulasan

“Petang di Taman” pada Petang Basement Kampus Bawah Undiksha

Judul: Petang di Taman Naskah: Iwan Simatupang.Produksi:  UKM Teater Kampus Seribu Jendela Undiksha Sutradara: Gek SantiPemain: Satria Aditya sebagai orang ...

March 9, 2019
Penulis gembira dalam acara Gietman Mountain Bike 2019 (Foto-foto Istimewa)
Khas

Gietman Mountain Bike 2019: Jelajahi Hijau Alam Selemadeg & Betapa Ramah Petaninya

Waktu menunjukkan pukul 6.30 ketika saya hadir di banjar itu. Masih pagi. Beberapa lampu di depan rumah penduduk masih kelihatan ...

April 22, 2019
Youtube
Esai

Jokowi Presiden, Ahok Masuk Tahanan – Kisah (Seakan) Drama Sepasang Tokoh

JOKOWI (Joko Widodo) dan Ahok (Basuki Tjahaja Purnama) adalah sepasang tokoh yang (tiba-tiba) memenuhi ruang pembicaraan di seantero negeri. Mereka ...

February 2, 2018
Senandung bhineka di sebuah Gereja di Bajawa
Esai

Bersenandung Bhineka dari Bajawa

  APA yang terbersit di benak anda ketika mendengar Flores? Panas? Akses yang susah? Tertinggal? Atau susah bersosialisasi? Nah, sebuah ...

February 2, 2018

PERISTIWA

  • All
  • Peristiwa
  • Kilas
  • Khas
  • Perjalanan
  • Persona
  • Acara
Pemandangan alam di Desa Pedawa, Kecamatan Banjar, Buleleng, Bali. [Foto oleh Made Swisen]
Khas

“Uba ngamah ko?” | Mari Belajar Bahasa Pedawa

by tatkala
January 22, 2021

ESAI

  • All
  • Esai
  • Opini
  • Kiat
  • Ulasan
Ilustrasi tatkala.co [diolah dari sumber gambar di Google]
Esai

Skenario Besar di Balik Tambahan Lirik Lagu “Bintang Kecil” di Bali | Meli tipat sing ada dagang

by Gede Gita Wiastra
January 24, 2021

POPULER

Foto: koleksi penulis

Kisah “Semaya Pati” dari Payangan Gianyar: Cinta Setia hingga Maut Menjemput

February 2, 2018
Istimewa

Tradisi Eka Brata (Amati Lelungan) Akan Melindungi Bali dari Covid-19 – [Petunjuk Pustaka Lontar Warisan Majapahit]

March 26, 2020

tatkala.co mengembangkan jurnalisme warga dan jurnalisme sastra. Berbagi informasi, cerita dan pemikiran dengan sukacita.

KATEGORI

Acara (66) Cerpen (150) Dongeng (10) Esai (1356) Essay (7) Features (5) Fiction (3) Fiksi (2) Hard News (4) Khas (310) Kiat (19) Kilas (192) Opini (471) Peristiwa (83) Perjalanan (53) Persona (6) Poetry (5) Puisi (97) Ulasan (329)

MEDIA SOSIAL

  • Penulis
  • Tentang & Redaksi
  • Kirim Naskah
  • Pedoman Media Siber

Copyright © 2018,BalikuCreative - Premium WordPress.

No Result
View All Result
  • Beranda
  • Peristiwa
    • Kilas
    • Khas
    • Perjalanan
    • Persona
    • Acara
  • Esai
    • Opini
    • Ulasan
    • Kiat
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Hard News
  • Penulis
  • Login
  • Sign Up

Copyright © 2018,BalikuCreative - Premium WordPress.

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms below to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In