19 January 2021
  • Beranda
  • Peristiwa
    • Kilas
    • Khas
    • Perjalanan
    • Persona
    • Acara
  • Esai
    • Opini
    • Ulasan
    • Kiat
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Hard News
  • Penulis
  • Login
  • Register
No Result
View All Result
tatkala.co
tatkala.co
  • Beranda
  • Peristiwa
    • Kilas
    • Khas
    • Perjalanan
    • Persona
    • Acara
  • Esai
    • Opini
    • Ulasan
    • Kiat
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Hard News
  • Penulis
No Result
View All Result
tatkala.co
No Result
View All Result
Home Ulasan
Parade Teater Muda Bali Utara; 2020

Parade Teater Muda Bali Utara; 2020

Parade Teater Muda Bali Utara; Perasaan yang Keruh Dalam Episode Daun Kering

Santi Dewi by Santi Dewi
October 12, 2020
in Ulasan

Setelah jejak terakhir di tahun 2017, di tahun 2020 ini Parade Teater Muda Bali Utara kembali hadir untuk menyapa kawan-kawan yang mungkin sudah bertanya-tanya ke mana perginya acara antar kelompok teater di Bali Utara tersebut. Setelah vacuum selama dua tahun, kini Parade Teater Muda Bali Utara kembali dibangkitkan oleh Teater Kampus Seribu Jendela dan langsung mendobrak pintu virtual untuk pertama kalinya.

Kondisi pandemi saat ini menjadi moment yang sangat tegang sekaligus penuh pembelajaran, tentu. Karena mungkin ada banyak kelompok atau pegiat seni yang pikiran dan tubuhnya sudah linglung di tengah keterbatasan saat ini lalu bermunculanlah pentas-pentas atau pun diskusi virtual sebagai jembatan penyaluran kreativitas pun kegelisahan yang meronta-ronta dalam kebekuan stay at home.

Sama halnya seperti kelompok-kelompok lain, Teater Kampus Seribu Jendela pun mencoba menjajaki ranah virtual untuk dapat merasakan bagaimana hiruk-pikuk kerja virtual yang mungkin segala pekerjaannya dapat terselesaikan hanya dalam genggaman tangan. Namun yang tidak bisa kita hindari dari kegiatan virtual maupun non-virtual adalah proses dan management. Dalam Parade Teater Muda Bali Utara misalnya, terdapat lima kelompok teater yang berpartisipasi dalam kesempatan ini yaitu Teater Ilalang, Teater Lalang, Teater 9 Pohon, Komunitas Omah Laras, dan Teater Kampus Seribu Jendela sendiri yang tentu melalui proses dan management kegiatan sebelum akhirnya dapat disaksikan dalam layar gadget khalayak.

Dalam parade kali ini, hari perdana tanggal 18 September 2020 lalu dibuka dengan penampilan monolog dari Teater Kampus Seribu Jendela yang membawakan naskah berjudul Episode Daun Kering karya Zulfikri Sasma yang diperankan oleh Satrio Gustiwisnumurti. Episode Daun Kering seakan mewakili kekeringan kabar tentang Parade Teater Muda Bali Utara yang sudah lama tak tersiram oleh kreativitas dan karya-karya dari kelompok teater di Bali Utara. Namun jangan terlalu dianggap serius, itu hanya cocokologi saya saja alias cocok-mencocokan sebagai penonton yang berusaha menerka-nerka sesuatu. Bukankah penonton memang seperti itu?

Alih-alih menerka pentas, saya justru lebih hanyut dalam keruh perasaan tokoh Sarjun yang diperankan oleh Satrio. Dalam pementasan virtual yang berdurasi kurang lebih 15 menit itu, baik cerita, musik, maupun peran aktor sama-sama mampu menguras hati penonton. Saya sendiri merasa seperti masuk ke dalam perasaan aktor. Walau tidak menonton secara langsung dan hanya menatap layar handphone, namun perasaan yang diciptakan aktor sebagai tokoh Sarjun mampu menangkap perasaan penonton untuk turut merasakan kekecewaan dan emosi tokoh sehingga bermunculan berbagai reaksi penonton di kolom komentar saat pentas berlangsung di live instagram.

Senjata makan tuan. Mungkin inilah peribahasa yang tepat untuk cerita Episode Daun Kering yang dibawakan oleh Teater Kampus Seribu Jendela. Naskah ini sebenarnya bercerita tentang kekecewaan Sarjun terhadap ayahnya yang ternyata telah mengelabuinya. Suatu malam Sarjun membuntuti ayahnya untuk buru babi di hutan, namun yang ia dapati adalah kenyataan bahwa selama ini ayahnya menghidupi ia dan juga adiknya, Alpin dari hasil menanam ganja. Dan satu hal lagi yang lebih menampar Sarjun adalah kabar bahwa ternyata adiknya, Alpin ditahan polisi karena terpergok menghisap daun yang ditanam oleh ayahnya sendiri.

Bagian paling menarik dan paling menohok bagi saya adalah ketika Sarjun sengaja menyalakan lintingan ganja atau yang ia sebut daun jahanam itu tepat di depan ayahnya. Ketika memergoki ayahnya di hutan, ia memang sengaja mengambil beberapa helai daun untuk kemudian membuat ayahnya sadar akan apa yang ia perbuat. Kemudian asap lintingan itu sengaja ia hembuskan tepat pada ayahnya.

“Buang! Buang kataku! Aku menanam ganja-ganja itu bukan untuk anak-anakku. Melainkan untuk anak-anak orang lain. Aku hanya butuh uang untuk-anak-anakku!”

“Hmmm, aku bangga jadi anak orang yang tidak memikirkan anak-anak orang lain. Aku bangga! Aku bangga Pa!”

            Dialog antara ayah dan Sarjun tersebut menjadi klimaks di mana emosi tokoh pecah, namun kemungkinan lainnya klimaks tersebut tidak akan sampai kepada penonton apabila aktor tidak mampu membawakannya dengan tepat dan porsi puncak kemarahan yang pas. Hal ini rupanya menjadi bagian yang sangat diperhatikan oleh Teater Kampus Seribu Jendela. Sebagai aktor, Satrio mampu menyampaikan perasaan betapa kecewanya tokoh Sarjun. Terlihat dari begitu banyaknya helaan nafas yang dalam, suara gemetar bercampur sedih dan marah, juga ekspresi geram dan mata lembab aktor yang seolah berusaha menahan pedih kenyataan yang menyerbunya bertubi-tubi.

Sebagai mata penonton, hal lain yang menarik adalah permainan lampu yang dilakukan seolah menjadi pembeda suasana di mana saat terjadi dialog antara Sarjun dan ayahnya, lampu akan berubah menjadi warna hijau. Kemudian pada adegan Sarjun bermonolog, lampu berubah menjadi merah dan hampir konsisten seperti itu. Saya katakan hampir karena lampu yang dimainkan juga cukup beraneka warna seperti warna biru yang sesekali muncul bergantian dengan kuning. Setting panggung pun di drop dengan kain hitam yang semakin membendung suasana kemalangan nasib Sarjun dan sebuah bangku panjang di tengah. Panggung yang sangat sederhana dengan dekorasi kejutan-kejutan emosi yang diberikan oleh aktor.

Jika ditelisik dari awal adegan hingga akhir, naskah ini sepertinya memang sangat emosional. Di mana sepanjang pentas terlihat emosi naik turun yang dimainkan oleh aktor. Sejak awal adegan, aktor sudah memasuki panggung dengan bekal perasaan kecewa dan berjalan lesu seolah ingin memberitahu bahwa ia sedang tidak baik-baik saja. Dan benar saja, mulai pertengahan cerita, begitu banyak kejutan-kejutan kejadian dan didihan perasaan yang meletup-letup. Sampai di akhir cerita, tokoh Sarjun memasrahkan nasibnya dan percaya pada skenario tuhan lalu berjalan meninggalkan panggung dengan beban yang jauh lebih berat.

Huh… menyaksikan pentas ini sungguh membuat hati saya larung bersama perasaan tokoh Sarjun, sebab perasaan yang dibentuk aktor dan ekspresi yang dimainkannya memang cukup kuat menarik mata dan perasaan saya sebagai penonton. Mewujudkan perasaan tokoh memanglah hal yang sangat sulit, namun hal ini rupanya menjadi fokus dominan yang ingin ditampilkan oleh aktor. Sebagai persembahan awal dari rangkaian Parade Teater Muda Bali Utara yang dilaksanakan selama 6 hari berturut-turut tersebut, tentu pementasan ini telah berhasil memikat hati penonton sejak pandangan pertama dan menumbuhkan rasa penasaran tentang pementasan hari-hari selanjutnya.

Santi Dewi

Santi Dewi

Lahir di Kalimantan, 02 Mei 2000. Mahasiswa program studi Pendidikan Bahasa Inggris, Undiksha. Saat ini aktif dalam Teater Kampus Seribu Jendela. Suka menyanyi, teater, dan melukis wajah.

MEDIA SOSIAL

  • 3.4k Fans
  • 41 Followers
  • 1.5k Followers

ADVERTISEMENT

ENGLISH COLUMN

  • All
  • Essay
  • Features
  • Fiction
  • Poetry
Essay

Towards Success: Re-evaluating the Ecological Development in Indonesia in the Era of Anthropocene

Indonesia has long been an active participant of the environmental policy formation and promotion. Ever since 1970, as Dr Emil...

by Etheldreda E.L.T Wongkar
January 18, 2021

FIKSI

  • All
  • Fiksi
  • Cerpen
  • Puisi
  • Dongeng
Digital Drawing ✍️:
Rayni N. Massardi
Puisi

Noorca M. Massardi | 7 Puisi Sapta dan 5 Puisi Panca

by Noorca M. Massardi
January 16, 2021
Adegan film Hanna And Alice (2004)/net
Esai

Betapa Gelisah Aku Kehilanganmu – Surat Pendek untuk Sahabat Terbaik

PERSAHABATAN, tidak pernah ada yang tahu kapan percisnya dimulai. Tidak ada tanggal khusus seperti orang berpacaran. Semuanya dimulai begitu saja. ...

February 2, 2018
Acara

[Kabar Minikino]: MFW 6, Tetap Berkarya dengan Inovasi di Tengah Pandemi

Meski berada di tengah terpaan pandemi COVID-19, Minikino Film Week (MFW), Bali International Short Film Festival akan kembali menyelenggarakan edisi ...

September 1, 2020
Foto: Ole
Esai

Hormat pada Janda yang Suaminya “Hilang” pada 1965 – Edisi Merawat Ingatan

SAYA tak pernah menanyakan nama aslinya, namun orang di desa saya di Tabanan, Bali, menyebutnya Men Suka. Ibu dari anak ...

February 2, 2018
Erick Est [Foto: Istimewa]
Kilas

Erick Est di Antida Soundgarden, Film Long Sa’an dan Kreatifitas Berdarah-nanah

Selalu ada yang baru di program dua mingguan Antida SoundGarden. Kali ini, Erick EST, sutradara kenamaan pulau Bali ini pun ...

January 24, 2020
Kilas

“Bisikan Rindu” dari Ocha

Lama tidak mengeluarkan karya rekaman baru, biduanita Ocha akhirnya muncul kembali dengan satu lagu baru berjudul “Bisikan Rindu”. Lagu pop ...

December 5, 2020

PERISTIWA

  • All
  • Peristiwa
  • Kilas
  • Khas
  • Perjalanan
  • Persona
  • Acara
Jukut paku di rumah Pan Rista di Desa Manikyang, Selemadeg, Tabanan
Khas

Jukut Paku, Dari Tepi Sungai ke Pasar Kota | Kisah Tengkulak Budiman dari Manikyang

by Made Nurbawa
January 16, 2021

ESAI

  • All
  • Esai
  • Opini
  • Kiat
  • Ulasan
Ilustrasi diambil dari Youtube/Satua Bali Channel
Esai

“Satua Bali”, Cerminan Kehidupan

by IG Mardi Yasa
January 18, 2021

POPULER

Foto: koleksi penulis

Kisah “Semaya Pati” dari Payangan Gianyar: Cinta Setia hingga Maut Menjemput

February 2, 2018
Istimewa

Tradisi Eka Brata (Amati Lelungan) Akan Melindungi Bali dari Covid-19 – [Petunjuk Pustaka Lontar Warisan Majapahit]

March 26, 2020

tatkala.co mengembangkan jurnalisme warga dan jurnalisme sastra. Berbagi informasi, cerita dan pemikiran dengan sukacita.

KATEGORI

Acara (65) Cerpen (149) Dongeng (10) Esai (1350) Essay (7) Features (5) Fiction (3) Fiksi (2) Hard News (2) Khas (308) Kiat (19) Kilas (192) Opini (471) Peristiwa (83) Perjalanan (53) Persona (6) Poetry (5) Puisi (96) Ulasan (327)

MEDIA SOSIAL

  • Penulis
  • Tentang & Redaksi
  • Kirim Naskah
  • Pedoman Media Siber

Copyright © 2018,BalikuCreative - Premium WordPress.

No Result
View All Result
  • Beranda
  • Peristiwa
    • Kilas
    • Khas
    • Perjalanan
    • Persona
    • Acara
  • Esai
    • Opini
    • Ulasan
    • Kiat
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Hard News
  • Penulis
  • Login
  • Sign Up

Copyright © 2018,BalikuCreative - Premium WordPress.

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms below to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In