BACA JUGA ; Bonsai: Seni, Botani, dan Boleh Sekadar Ikut-Ikutan – [1]
______
Kaum pemeluk bonsai adalah salah satu dari mereka yang terasa benar telah mencintai, memerlukan, kemudian melakukan pemahaman yang benar tentang pohon, mulai dari habitat dan tumbuh kembangnya. Barangkali itulah yang dimaksud Hesse, penyair dan filsuf dari Jerman yang mengatakan bahwa pohon adalah tempat menumpang hidup. Setiap pohon, bagi kaum pemeluk bonsai ( atau bagi mereka yang sadar sepenuhnya mengenai Fisiologi pohon), tidak tumbuh membesar dan memiliki bentuk begitu saja. Ada pengaruh genetika dan habitat tumbuh sebuah pohon yang membuatnya ada dan sedemikian rupa.
Sekali lagi, pohon tak terbentuk dengan sendirinya. Dan perihal bentuk dan tumbuh kembang, pohon itu sendiri sudah sanggup berbicara dengan sendirinya. Ada hukum-hukum yang sebenarnya kita tahu, namun jarang kita sadari. Ketika sebuah pohon, meskipun ditanam di atas sebuah batu, akar-akarnya akan tetap menyulur kearah sumber air. Setangkai pucuk daun pun demikian, ia akan tumbuh ke arah sinar matahari. Itu pasti. Tak mungkin daun itu merambat mengarah ke tempat gelap. Dalam hukum habitat, sebagai contoh, sebuah pohon yang tumbuh di ladang subur akan memiliki batang besar dan daun lebar. Sebuah pohon yang tumbuh di pucuk gunung yang sering ditiup angin akan memiliki kecenderungan tubuh yang memiuh bergantung kemana arah angin berembus. Demikian juga pohon yang lain, ia akan memberlakukan hukum yang sama.
Berangkat dari hal itu, kaum pemeluk bonsai, dalam sebuah proses pembentukan, terkadang ingin meniru dan membuatkan habitat yang diinginkan untuk membuat bentuk sesuai seni masing masing. Segala bentuk tubuh pohon yang dibentuk alam, bisa juga dibentuk manusia. Begitu prinsip sederhana. Maka bila ingin membentuk pohon yang miring, manusia bisa menanamnya dengan cara memiringkan batang seperti pohon yang tumbuh miring di tebing. Bila ingin membentuk ranting yang dipiuh angin, mereka akan memiuh ranting pohonan itu dengan kawat.
Dalam sebuah proses pembentukan inilah, kaum pemeluk bonsai menanamkan sentuhan perasaan seperti saat melakukan pemangkasan ranting dan daun untuk mendapatkan ranting dan daun baru sesuai kebutuhan. Pada saat-saat seperti ini, sebuah perasaan harus dituangkan seperti merasakan dan menyaksikan regenerasi dan mengingatkan kita pada keberlanjutan serta pentingnya membangun kembali kehidupan baru. Sensasi inilah yang membuat pohon bonsai begitu berbeda dengan di habitat aslinya. Bila pada habitat aslinya (alami) sebuah pohon hanya akan menciptakan keindahan yang natural dan penuh misteri. Dalam kata lain, sebuah pohon tumbuh begitu saja tanpa sebuah pengamatan dan sebuah keinginan menurut kehendak pemiliknya.
Sementara pada bonsai, dengan siasat manusia, sebuah pohon tumbuh tanpa menunggu musim, sebuah pohon membangun dan dibangun perhitungan rasional bisa saja menggugurkan daun, mengecilkan ranting, dan bentuk tubuh yang terus berganti. Hemat saya, dalam paham bonsai, seni memang membentuk pohon dan dibentuk pohon agar ia sanggup memenuhi sebuah kebutuhan baru. Seniman bonsai kadang juga adalah seorang arsitek yang memberikan respons interior dan eksterior terhadap kebutuhan pohon. Mereka memunculkan kreasi dan menularkan energi dan hasil yang sesuai harapan. Maka boleh kiranya saya menyanjung mereka dengan sepenggal kalimat takjub, Tuhan memberikan para seniman bonsai itu setidaknya dua hal ; seni dan cinta kasih kepada pohonan. [T[