Ada anggapan salah atau mitos di masyarakat mengatakan bahwa orang dengan gangguan jiwa, saya tidak mau atau menghindari kata-kata “orang gila” karena sejak undang-undang kesehatan jiwa disahkan di Indonesia nama resminya adalah Orang Dengan Gangguan Jiwa (ODGJ) tidak bisa sakit dan selalu bahagia, bahkan banyak yang menjadikannya meme di media sosial untuk hal tersebut.
Sebenarnya itu salah, beberapa penelitian mengatakan bahwa angka harapan hidup untuk orang dengan gangguan jiwa berat justru 5-10 tahun lebih pendek daripada populasi umum. Kualitas hidup mereka juga cenderung jauh lebih buruk daripada umumnya masyarakat. Kalau ada anggapan bahwa orang-orang dengan gangguan jiwa bahkan yang tanpa keluarga, dan menggelandang di jalan itu kebal terhadap sakit karena memang kita tidak mengikuti secara detail apa yang terjadi pada mereka.
Sebetulnya sangat ironis jika kita melihat data bahwa provinsi Bali memiliki angka tertinggi untuk orang dengan gangguan jiwa berat yaitu 11 perseribu jumlah rumah tangga. Anggaplah misalnya dalam satu rumah tangga rata-rata berisi 3-4 orang, maka kurang lebih 4 per 1000 jumlah penduduk. Kalau penduduk Bali adalah 5 juta maka saat ini ada 20.000 orang dengan gangguan jiwa berat. Apabila penanganannya tidak intens maka sebagian dari mereka akan menggelandang di jalanan.
Kenapa saya membahas topik ini? Karena hari ini saya mendapatkan satu orang, Mr. X dalam artian ODGJ yang menggelandang di jalan tanpa keluarga bahkan tidak tahu namanya kemungkinan besar mengalami positif Covid-19 dan perlu dirawat. Anda bisa membayangkan bagaimana sulitnya merawat pasien Covid-19 yang mengalami gangguan jiwa berat dan tanpa keluarga.
Mungkin kalau masyarakat umum yang mengalami kita bisa saja memberitahu untuk isolasi, kemudian protokol apa yang perlu dilakukan dan sebagainya. Tetapi tentu saja kesulitan dalam merawat penderita Covid-19 sekaligus orang dengan gangguan jiwa berat tanpa keluarga menjadi berlipat ganda, seperti di beberapa RSJ di Jawa Timur yang merawat ODGJ positif Covid-19.
Bagaimana fasilitas kesehatan harus ideal untuk menangani hal ini? Sebab ODGJ juga mempunyai hak, jadi selain dirawat untuk Covid-19 nya tentu juga gangguan jiwanya perlu diobati walaupun tidak jelas identitasnya. Menurut peraturan di negara kita orang Indonesia bukan saja orang yang mempunyai KTP tetapi orang yang tinggal dan hidup di Indonesia mempunyai hak untuk itu, termasuk mendapatkan pelayanan kesehatan.
Sebenarnya ada masalah cukup besar umumnya di Indonesia tetapi di Bali juga mendapatkan fokus masalah yang sama, di mana penanganan orang dengan gangguan jiwa yang menggelandang ini tidak mempunyai jalan keluar, bisa saya katakan demikian karena menurut undang-undang harusnya ada satu Panti Bina Laras yang bahkan kini aturannya mesti ada di setiap kota kabupaten.
Kita di Bali jangankan di kota kabupaten, di satu provinsi saja tidak punya. Memang mulai ada semacam panti misalnya di Tabanan tetapi hanya dengan kapasitas 4 orang dan itupun justru digunakan untuk orang-orang yang mempunyai keluarga. Sedangkan Panti Bina Laras diperuntukkan bagi yang identitasnya tidak jelas dan tanpa keluarga. Bahayanya adalah ketika seperti pandemi sekarang, orang yang mengalami gangguan jiwa berat dan menggelandang tentu sangat beresiko tinggi kemudian mengalami penyakit menular dan menularkan kepada banyak orang.
Hal ini sebenarnya sudah diantisipasi misalnya oleh teman-teman di Komunitas Peduli Skizofrenia Indonesia (KPSI) simpul Bali yang ada di Rumah Berdaya Denpasar. Jadi ketika awal pandemi teman-teman ini justru membuat masker. Jadi orang dengan gangguan jiwa berat juga bisa pulih dan berdaya, mereka yang berdaya justru membuat masker atau mengumpulkan donasi bahkan untuk APD petugas layanan kesehatan yang selama ini melakukan melakukan kunjungan rumah untuk memastikan pengobatan terhadap ODGJ di seluruh kota Denpasar.
Kami sadar bahwa ketika yang terinfeksi Covid-19 adalah orang dengan gangguan jiwa berat penanganan dan kesulitannya akan berlipat ganda. Namun, ini membutuhkan solusi jangka panjang. Sampai saat ini yang terjadi adalah orang dengan gangguan jiwa berat yang menggelandang dibawa ke rumah sakit jiwa akhirnya menjadi penghuni abadi di dalam rumah sakit jiwa.
Kita harus tahu bahwa tempat mereka sesungguhnya bukanlah di rumah sakit jiwa seumur hidup tapi musti ada di Panti-panti Bina Laras. Kalau tidak bisa dalam satu kabupaten/kota setidaknya dalam satu provinsi (Bali) itu mempunyai Panti Bina Laras. Karena mereka tetap manusia dan mempunyai hak-hak di mana mereka termasuk difabilitas psikososial. Jadi yang disebut difabilitas bukan bukan hanya yang mempunyai cacat fisik ataupun cacat panca indra tetapi juga juga orang-orang yang mengalami keterbatasan dalam hal psikososial.
Jadi hal-hal ini sangat dibutuhkan kedepannya bahwa provinsi Bali mempunyai Panti Bina Laras tapi hanya khusus untuk orang-orang yang menggelandang dan tidak mempunyai keluarga. Ketika saya menginginkan adanya Panti Bina Laras bukan berarti saya ingin semua orang gangguan jiwa termasuk yang mempunyai keluarga ditelantarkan oleh keluarganya.
Perlu kebijakan yang meliputi berbagai aspek. Bagi keluarga-keluarga yang sampai saat ini merawat orang dengan gangguan jiwa juga membutuhkan bantuan jaring pengaman sosial. Mereka sudah melakukan kewajiban dalam merawat keluarganya walaupun mengalami gangguan jiwa berat untuk tetap bisa mempunyai kemampuan dan daya upaya untuk terus merawat keluarganya yang mengalami gangguan jiwa berat.
Namun bagi yang menggelandang dan tidak mempunyai keluarga tentu negara juga harus mengupayakan, apalagi sudah tertera dalam peraturan yaitu Panti Bina Laras. Agar jangan sampai ada lagi isu-isu liar yang mengatakan bahwa beberapa ODGJ istilahnya hanya “ekspor-impor”, ditangkap di kota A atau ditangkap di kota kabupaten B kemudian dilepas di kabupaten atau kota yang lain.
Hal itu tidak menyelesaikan masalah, apalagi di tengah pandemi saat ini. Jadi sebenarnya orang dengan gangguan jiwa berat ketika ditangani dengan baik juga mempunyai masa depan dan bisa pulih kembali. Mudah-mudahan kita semua bisa melalui pandemi ini dengan baik dan senantiasa dalam keadaan mantap jiwa dan raga. Salam Mantap Jiwa. [T]