SERING kita jumpai kasus kekerasan dalam dunia pendidikan. Bacalah media massa, baik media cetak, elektronik atau media online. Ada sejumlah kasus kekerasan yang diketahui karena kasusnya bergulir ke polisi atau ranah hukum.
Kekerasan yang terjadi dalam dunia pendidikan bukan hanya kekerasan fisik saja. Kekerasan nonfisik, seperti berkata kasar kepada siswa tak jarang juga mulai terjadi di lingkungan sekolah. Bahkan berkata kasar bisa menjadi salah satu pemicu adanya kekerasan fisik yang mungkin saja merupakan respon dari siswa atau orang tua siswa yang tidak terima atas perlakukan yang diberikan kepada anaknya.
Kasus kekerasan biasanya memang diketahui ketika sudah masuk laporan polisi dan diberitakan di media massa lalu viral di media sosial. Padahal banyak persoalan yang “tersembunyi” di sekolah-sekolah dan tak sampai dilaporkan atau tak bisa dilaporkan menjadi persoalan hukum. Persoalan itu cukuplah menjadi persoalan “rasa” dan “hati”, yang banyak orang tahu tapi tak banyak yang membicarakannya secara besar-besaran.
Kalau dipikir-pikir lagi, apa sih kira-kira yang terkadang membuat guru merasa jengkel saat mengajar? Kejengkelan yang muncul tentu disebabkan oleh banyak hal. Di antaranya, karena mendapati siswa yang tidak tepat janji dalam mengumpulkan tugas. Siswa yang bandel, tak ngumpul tugas atau tak mengerjakan apa yang diminta guru, adalah satu hal yang sulit diatasi jika akar persoalan si anak tak diketahui secara pasti.
Jika mendapati siswa bandel, lalu guru keseleo laku, marah dan kadang tak tahan untuk mencolek sedikit tubuh si siswa, maka pada saat itulah guru menjadi salah.
Tak banyak yang mengecek dengan cermat, apa yang menyebabkan guru jengkel pada saat-saat tertentu. Jika guru muda, mungkin sedang putus dengan pacar karena hal sepele, seperti tidak cukup uang untuk membeli baju, bertengkar dengan pasangan karena dapat giliran membayar listrik dan air di kos tapi belum bisa bayar.
Dan mungkin saja penyebabnya sederhana (tapi mendasar), yaitu lapar. Ya, jengkel karena lapar. Lapar ketika mengajar.
Lapar adalah perasaan ingin makan karena perut yang sedang kosong. Jika perut kosong tersebut tidak segera diisi, maka dampak yang muncul dari rasa lapar adalah hilangnya konsentrasi. Di samping itu, manusia bisa kehilangan akal sehat. Manusia akan cepat marah dan tidak sabar dalam menghadapi pekerjaannya.
Ada seorang guru kontrak yang gajinya sering ngadat bahkan hingga tiga bulan. Untuk memenuhi kebutuhannya setiap hari dan setiap bulan, seperti makan dan bayar listrik, ia nyambi ngajar di lembaga bimbingan belajar. Nah, gaji yang didapat di lembaga swasta itulah yang digunakan memenuhi hasratnya untuk makan dan kewajibannya bayar kos, listrik dan air, juga untuk beli bensin demi bisa mengajar tepat waktu di sekolah. Jika masih kurang, ya pinjam.
Pernah suatu kali sisa uang hanya cukup untuk beli bensin agar bisa lancar ke sekolah dan tentu saja tepat waktu dalam mengajar. Jika uang bensin itu dipakai beli nasi, tentunya tak akan bisa ke sekolah. Maka, karena ia guru yang baik, ia kurangi jatah makannya agar bisa beli bensin. Dan ia pun mengajar dengan perut keroncongan.
Mungkin saja hal ini yang menyebabkan seorang guru cepat tersulut emosinya. Apalagi pekerjaan seorang guru tidak sebatas menghadapi kertas-kertas dan laptop saja. Kertas dan laptop tidak bisa bicara. Tidak bisa menyampaikan segala keinginannya. Pekerjaan seorang guru melebihi itu semua.
Hampir setiap hari, guru harus berhadapan dengan manusia. Cara menghadapinya tentu tidak sama seperti menghadapi kertas dan laptop. Guru harus mendengar keinginan siswa, mendengar usulan siswa, mendengar pertanyaan-pertanyaan apa pun yang tentu harus dijawab saat itu juga. Banyak hal yang harus didengar. Banyak hal juga yang harus dipenuhi oleh seorang guru demi siswanya. Dalam kondisi apa pun dan dalam situasi bagaimana pun. Dalam keadaan lapar sekali pun. Seorang guru dituntut untuk tetap profesional.
Namun, dari peristiwa kekerasan yang pernah terjadi dalam dunia pendidikan, kita patut mempertanyakan perihal keprofesionalan seorang guru saat ini. Mengapa semangat dalam rangka mempertahankan keprofesionalan itu mulai menurun? Apakah semangat yang menurun itu dikarenakan jarang mengonsumsi vitamin, nutrizi, dan gizi yang didapat dari makanan-makanan sehat? Seperti sayur dan buah-buahan.
Bahkan ada beberapa guru yang mulai lupa alias pikun pada perannya. Mungkin saja tidak sarapan dan tidak makanlah yang memicu penyakit lupa peran tersebut. Peran bahwa seorang guru harus tetap merasa baik-baik saja ketika menghadapi siswanya.
Tentu tidak ada satu orang pun yang menginginkan kejadian itu terulang lagi. Tentunya semua orang berharap agar siswa bisa terus menerus mendapatkan didikan dan bimbingan dengan baik. Tentu juga semua orang berharap keprofesionalan guru bisa tetap terjaga. Tentu saja semua orang berharap agar guru tidak pernah lupa dengan perannya.
Nah, dari harapan-harapan itu, alangkah baiknya jika semua orang tidak membiarkan guru-guru merasa lapar agar tetap berkonsentrasi dan menjaga akal sehatnya saat mengajar. (T)