Umumnya masyarakat Bali sangat samar-samar dalam memahami Wariga atau kalender Bali. Wariga semata-mata diikuti lebih sebagai warisan leluhur yang memang dirasa wajib untuk dilanjutkan, bukan karena pemahaman mendalam.
Sayangnya, pengetahuan wariga tidak diajarkan secara memadai di bangku sekolah, padahal kalender Bali masih menjadi pedoman ritual dan upakara, dari pernikahan, upakara di semua pura, menanam dan memetik hasil panen panen, sampai hari baik untuk pindah rumah, bahkan ada pula hari baik memotong rambut, dstnya.
Hanya orang Bali yang paham tabel dan rumusan ‘Lanus’ (Lelanusan) yang bisa memahami logika atau matematika di balik kalender Bali atau Wariga.
Rumusan ‘Lanus’ (Lelanusan) adalah kisi-kisi memahami Wariga, sementara muasal dari ilmu Wariga atau kalender yang terwariskan di Bali adalah saripati dari ilmu pengetahuan kuno yang berbasis sains terapan berupa konstelasi bintang atau rasi yang dipakai dasar acuan dalam pelayaran, atau navigasi pelaut kuno, menjadi acuan para petani dalam menghitung musim tanam, curah hujan, pertimbangan hama, damuh lengis, angin baret, dstnya.
Wariga yang dulunya adalah sains terapan, kini tidak banyak dipahami dengan baik, menjadi gugun tuwon yang seolah tidak ada logikanya.
BAGAIMANA CARA MENGETAHUI HARI ITU BAIK ATAU BURUK BERDASAR TABEL LANUS?
Tabel atau perhitungan Lanus, dalam bahasa Bali disebut sebagai Lelanusan (perhitungan mencari baik buruk hari berdasarkan rumusan dan tabel Lanus), adalah rumusan mengenal atau memahami apakah hari ini atau besok itu baik atau buruk.
Sebelum menuju ke Lelanusan, jika ingin memahami kalender Bali, maka seseorang harus:
1. Memahami perhitungan wara (Wewaran)
2. Memahami perhitungan wuku (Pawukon)
3. Memahami perhitungan purnama-tilem.
TABEL WARA & LANUS
Setiap wewaran atau hari ada potensi LANUS dan BASAH.
— Lanus artinya baik, utama, kedewataan, tumbuh subur, tiada halangan.
— Basah artinya kurang baik, kurang beruntung, tidak cocok untuk urusan kedewataan, terhambat tumbuh, berpotensi mendapat halangan.
Dwiwara:
§ Menga = Basah
§ Pepet = Lanus.
Triwara:
§ Dora/Pasah = Basah.
§ Wara/Beteng = Lanus.
§ Byantara/Kajeng = Lanus.
Umum orang Bali tahu kalau Pasah itu tidak ke dukun, ke pura atau tidak melakukan kegiatan spiritual lainnya, atau tidak memilih hari yang terhitung Pasah = Basah.
Caturwara:
§ Sri = Lanus.
§ Laba = Basah.
§ Jaya = Lanus.
§ Menala = Lanus.
Pancawara:
§ Umanis = Lanus.
§ Paing = Lanus.
§ Pon = Lanus.
§ Wage = Lanus.
§ Kliwon = Lanus.
Semuanya sama-sama Lanus
Sadwara:
§ Tunglen = Basah.
§ Ariyang = Basah.
§ Urukung = Madya.
§ Paniron = Lanus.
§ Was = Basah.
§ Maulu = Lanus.
Saptawara:
§ Redite = Lanus.
§ Soma = Lanus.
§ Anggara = Basah.
§ Buda = Lanus.
§ Wrespati = Lanus.
§ Sukra = Basah.
§ Saniscara = Basah.
Astawara:
§ Sri, lndra, Guru = Lanus.
§ Yama, Rudra, Brahma = Basah.
§ Kala, Uma = Lanus.
Sanggawara:
§ Dangu, Jangur, Gigis, Nohan, Ogan, Erangan, Urungan = Basah.
§ Tutus dadi = Lanus.
Dasawara:
§ Pandhita =Lanus.
§ Pati = Basah.
§ Suka = Lanus.
§ Duka = Basah.
§ Sri = Lanus.
§ Manuh = Basah.
§ Manusa = Lanus.
§ Raja/Rajah = Basah.
§ Dewa = Lanus.
§ Raksasa = Basah.
Ekawara berputar tidak menentu Basah dan Lanusnya.
§ Gni Rawana Merta masa = Lanus.
§ Rupa gelangan = Basah.
§ Merta Dewa = Lanus.
§ Prok Tawuk = Basah.
§ Dewa Satata = Lanus.
§ Papedan = Basah,
§ Sedana Yoga = Lanus
§ Dadi Grena = Basah,
§ Dewa Anglayang = Lanus,
§ Pati Pata = Basah,
§ Wyakaya = Lanus
§ Pamacekan = Basah,
§ Wage Pandakan = Lanus,
§ Kalabur Rau = Basah,
§ Ada juga Lanus dan Basah dalam masa Kresnapaksa dan Suklapaksa = Lanus dan Basah
§ Kala = Basah.
§ Dewa = Lanus.
PERHITUNGAN LANUS
Apabila akan menjalankan Padewasan (perhitungan wariga), perhatikan Basah dan Lanusnya.
§ Apabila Lanus = baik = teman.
§ Kalau Basah = musuh / buruk.
Inilah kesimpulanya:
§ Apabila Lanus maka diwasa Ayu namanya,
§ Kalau Basah maka diwasa Ala namanya,
§ Kalau sama dan tidak ada sisa, itu sedang sedang Namanya, dan harus
diingat agar dicocokkan kembali dengan Triwara.
KUNCI TRIWARA
§ Apabila Dora Kadoran lagi pasah, sangat Basahnya,
§ Kala Waya Kawayan, sangat Lanusnya,
§ Kalau Byantate ke Byantaran nuju Kajeng sangat Lanusnya,
§ kalau Waya ke Byantara nuju Pasah madya Lanusnya,
§ Kalau Dora Kadoran nuju Kajeng / Waya sangat buruk dan tidak baik untuk dilaksanakan untuk Padewasan.
Semua di atas adalah rumusan LE-LANUS-AN dalam LONTAR LELANUSAN WUKU.
Dalam lontar LELANUSAN disebutkan dalam setiap Wariga haruslah terus diperhatikan sebab banyak hal yang tidak kita kita ketahui disembunyikan oleh Sang Hyang Licin dan dianjurkan jangan melanggar aturan ini sebab semua mengenai Saptawara dan Triwara sudah ada perhitungannya masing-masing.
Berikut harus dipahami:
Waya Kawaya, Byanta ke Byantara. Waye Kawaya namanya: Soma menuju Waya, Waya Kawayana dari Sukra menuju Waye, Tulus Lanus itu adalah yang terbaik. Buda menuju Byantara, Soma menuju Byantara maka Alang Tengen namanya, menjadi Lanus Ayu, dan apabila Byantara ke Byantara dan Wrespati menuju Dora itu bernama Dora Kadoran, maka Basah itu (Ala), dan tidak diperkenankan mengadakan upacara Ayu.
Bila Redite nemu yang namanya Byantara ke Byantaran, dan jika tilem katilem ke Saniscara Kliwon = Wara Jenar namanya, Tilem Katilem = Basah itu Ala (buruk). Purnama Kapurnaman = Saniscara Kliwon wara uku Krulut = Purnama Kapurnaman, ini disebut Lanus.
Ini TUTUR SUNDUK bagian dari Lelanusan. Yang dimaksud dengan sunduk = petunjuk secara turun temurun.
Jika telah memahami dengan baik perhitungan wara (Wewaran), perhitungan wuku (Pawukon), dan perhitungan purnama-tilem, akan menjadi jelas Tutur Sunduk ini. Jika paham ketiganya dengan baik akan membuat seseorang memahami rumusan Lanus atau Lelanusan.
SANG HYANG ETA-ETO SUMBER TABEL LE-LANUS-AN WUKU?
Inilah kisah dari Lontar Kanci Bumi:
Alkisah alam semesta belum tercipta. Belum ada akasa, belum juga ada kosong. Kosongpun tidak terbayang — tidak pasti apakah itu sebagai gelap gulita atau benderang yang membutakan.
Belum ada bentang ruang antarika, belum ada bulan, matahari dan juga bintang, belum ada manusia, dan belum ada segala-galanya.
Tidak ada pertengahan, awal maupun akhir. Tidak ada utara, timur selatan, maupun barat.
Barat laut timur laut dan segalanya belum ada, tidak ada Pertiwi, juga Akasa / angkasa. Tidak ada siang tidak ada malam, tidak ada angin api, air
dan Samudra.
Tidak ada Dewa ataupun Batara.
Dewa Hyang Parasi Ambara, Jagat ini anarawang anarawung (kosong-hampa tiada terperi), segalanya tidak ada, sepi gigil dunia ini disebut bernama SANG ETA ETO.
SANG ETA ETO beliau tidak berwujud dan tidak berbadan, sunyi senyap tiada terbayang keberadaanNya, Maha Suci Juga Maha Langgeng.
Beliau tidak ada yang menciptakan, sebab Dia tidak berawal dan tidak berahir.
Beryogalah SANG ETA ETO sebab ingin menciptakan alam ini. Munculah Sang Hyang Neraweyawe. Dititahkanlah kepada Sang Hyang Neraweyawe untuk menjalankan yoga, oleh Sang Hyang Eta Eto.
Maka lahirlah Sang Mohana, Dia selanjutnya beryoga sehingga terciptalah Sang Grebewisesa.
Sang Grebewisesa adalah pengayom dan pelindung Jagat atau dunia, yang menentukan baik atau buruk. Beliau menjadi parameter kebajikan yang pertama. Kebaikan atau kebenaran dan juga kesalahan yang yang ditetapkan di dalam alam ini itulah yang harus diikuti dan dijalankan oleh manusia semuanya. Beliau menegakkan prinsip pertama, causa prima, yang menjadi prisip kebenaran alam semesta, baik grafitasi, listrik, magnet, atom, dstnya, termasuk prinsip kekalan energi, karmapala, perjalanan dan siklus purnarbawa atau penjelmaan semua makhlum di dunia. Itulah tiang kebenaran yang ditegakkan oleh Sang Grebewisesa untuk menyangga kelangsungan alam semesta. Tanpa tiang Sang Grebewisesa, alam semesta akan ambruk saling bertabrakan dan terhirup masuk kembali ke dalam pemusnahan alam semesta.
Maka hendaklah diketahui dari sekarang dan selanjutnya, oleh siapapun yang ingin melaksanakan atuu menjalankan, juga mendalami Wreastra, yaitu ilmu yang dipengaruhi tentang adanya hari bahwa ada prinsip pertama kebenaran yang menjadi pengatur di balik semua hari, bulan, langit, bulan, bumi dan planet-planet.
Setelah terjadi alam semesta, ada Dewata terbang di angkasa, yaitu satunya-satunya Guru, yang bernama Sang Hyang Licin, beliau yang Maha Suci, bermacam-macam wujudnya sangat sempurna, Maha Sempurna.
Maka berwujudlah beliau sebagai Sang Hyang Tuduh, tiada lain adalah Sang Hyang Licin, sebagai Brahman (Pusat Pujaan Paling Utama), tidak ada yang menciptakan ataupun melahirkanya.
Beryogalah Sang Hyang Licin, lahirlah Bhagawan Bergu.
Kelahiran Bhagawan Bergu menyebabkan adanya dua hal yaitu: Prinsip baik dan buruk, Dewa dan juga Kala. Rau dan Ketu / bulan dan matahari, siang dan juga malam.
Adapun keterangannya:
Sang Hyang Rau menciptakan Sarwakala, Sang Hyang Ketu menciptakan semua para Dewa. Ada Jagat Niskala dan juga suci Nirmala bernama Sunya Windu, menjadi Adi Kala, sebagai kesaktian Sang Hyang Licin, menjadi semua Kala, wujud-rupa dan tingah laku-perbuatannya, lain tempat-keberadaannya, beragam dan berpencar dalam berbagai dimensi dan perangai, akan tetapi pada hakekatnya semua adalah satu ikatan, yaitu yang bernama kesejatian Eka Wara, maka terciptalah Sang Hyang Uku, yaitu Sinta dan juga Sungsang
Setelah Ekawara, muncul Dwi Wara: Menga-Pepet. Menga adalah tempat keberadaan Sang Hyang Licin, adapun Pepet adalah tempat Sang Hyang Ketu. Itulah yang menyebabkan adanya baik dan buruk, juga siang dan malam.
Tercipta WUKU TAMBIR ada juga Tri Wara Dora, Wara Biyantara, yang sesungguhnya adalah Dewa, Kala, dan manusia.
Tercipta WUKU KULAU, dari Kulau maka ada mucul Catur Wara: Sri, Laba, Jaya Menala, adalah sebenarnya tak lain dari Sang Hyang Gangga, Sang Hyang Purusa Wisesa, Sang Hyang Kancana juga Sang Hyang Widi.
Tercipta WUKU WARIGA, maka ada Pancawara, yaitu: Umanis, Paing, Pon, Wage dan juga Kliwon, sebenarnya yang menempati dan menjiwai adalah, Sang Hyang Iswara, Sang Hyang Brahma, Sang Hyang Maha Dewa, Sang Hyang Wisnu, Sang Hyang Siwa.
Tercipta WUKU PAANG, maka ada Sadwara: Tungleh, Ariang, Urukung, Paniron, Was, Maulu, yang sesungguhnya adalah Sad Buta: Pada Buta, Mlenca Buta, Mastaka Buta, dan juga Gangga
Buta.
Tercipta WUKU BALA maka ada Saptawara, yaitu Radite, Soma, Anggara, Buda, Wrespati, Sukra, Saniscara, yang sesungguhnya adalah: Banyu, Candra, Menggala, Metri, Kaga, Bregu, Sori. sesungguhnya Wedyadara Wedyadari.
Tercipta WUKU LANGKIR maka ada Astawaraya itu: Sri, Indra, Yama, Ludra, Brahma, Kala, Uma, yang sebenarnya adalah, Bhatara Giri Putri, Hyang Indra, Hyang Guru, Hyang Yama, Hyang Ludra, Hyang Brahma, Hyang Kala, Hyang Mretyu.
Sesungguhnya semua Dewa ada pada UKU LANGKIR, ada Sanggawara: Dengu, Jangur, Gigis, Nohan, Ogan, Erangan, Urungan, Tulus; yang sesungguhnya akan menjadi, Buta Ulu, Buta Jingkrak, Buta Petak, Buta Jambu. Buta Menge, Sang Hyang Bayu, Sang Hyang Darma.
Tercipta WUKU UYE, ada juga Dasa Wara, yaitu: Pandita, Pati Suka, Duka, Sri, Manuh, Manusa, Raja, Dewa, Raksasa, yang sesungguhnya adalah Surya sesungguhnya Pandita, Pati adalah kesusahan, Dewanya adalah Sang Hyang Ksama, bernama Kala adalah Sang Hyang Tangis, sedangkan loba-kopa (kesrakahan dan ketamakan) adalah perwujudan dani Raksasa.
Tercipta WUKU Landep, Ukir, Taulu, Gumbreg, Wariga, Julungwangi, Dunggulan, Kuningan, Medangsiya, Pujut, Krulut, Merakih, Matal, Uyeh, Menail, Prangbakat, Ugu, Wayang, Dukut, juga Watugunung, itu WUKU PULUH DASA Namanya; Yaitu Tri Windu menjadi satu, menjadi sepuluh dengan penggalihan sebagai berikut: 6. 7, 8. 9. 10. Dua menjadi satu, menjadi dua, menjadi Jesta Asada, yang dipergunakan sebagai dasar perhitungan sasih. Menjadi 3 menjadi 4, dan dijadikan satu menjadi satu bulan, sama dengan asasih (satu bulan perhitungan purnama-tilem) menjadi tiga puluh hari, pada saat tilem, yaitu 340 hari sebagai pergantian satu tahunnya.
Kembali ke lagi Eka Wara, yaitu Urip Windu bertempat di Jagat Sunya, ada pun Dwi Wara, Pati Urip (hidup-matinya) hari namanya, siang dan malam tempatnya, adapun tempatnya berada di tengah, Triwara tempat hidupnya di selatan, Caturwara hidupnya air, tempat keberadaanya berada di barat laut. Sadwara hidupnya gana tempatnya Gana di barat daya tempatnya, Saptawara tempatnya Pandita, barat tempatnya. Astawara hidupnya tempatnya gajah, brahmana, naga, Kaja Kangin adalah tempatnya. Dasawara bertempat pada Tutur Kamoksan, yaitu dalam Antariksa tempatnya. Sang Hyang Tuduh dan Sang Hyang Titahlah yang menjadi poros, kendali segala sesuatu yang baik dan yang buruk.
Adapun yang bernama Wreasta Wariga adalah sebagai pelindung dunia, sebagai pusat dani semua ilmu agama, dan semua ajaran Weda, dan semua yang berhubungan dengan mantra-mantra.
Wariga namanya sesungguhnya semuanya tidak nyata terlihat, tetapi pada saat semua Kala Kala, keluarlah semua Dewa dari dalam badan:
— Sang Hyang Adi Kala ada di gigi, yaitu keluar dari caling sebelah kiri, Kaledang Angel, menjadi dasar Sekar Striya namanya.
— Keluar dari caling kanan Kala Seribu.
— Keluar dari dalam “buku” yaitu Kalantaka, yang keluar dari seluruh persendian.
— Kala Uku keluar dari dalam perut-usus.
— Kala Agung keluar dari dalam tangkah (dada).
— Kala Geger keluar dari dalam kedipan mata
— Kala Lumut keluar dari mulut.
— Kala Grehe keluar dari dalamtelinga,
— Kala Jabung keluar dari dalam hati,
— Kala Brahma keluar dari dalam mulut,
— Kala Dasa Muka keluar dari urung gading (urat tulang belakang),
— Kala Naga keluar dari telapakan suku telapak kaki,
— Kala Tampak keluar dari muka-pipi,
— Kala Tampel keluar dari gigi,
— Kala Lugilut Kala Kaet keluar dari pinggang,
— Kala Ngadeg keluar dari nafsu,
— Kala Gruda keluar dari dada,
— Kala Depat keluar dari pikiran,
— Kala Sangga Mati keluar dari Ademit.
— Kala Wariga keluar dari Wat,
— Kala Caplokan keluar dari mata,
— Kala Cakre keluar dari dalam sifat,
— Kala Angin keluar dari pantat,
— Kala Uler keluar dari Danitiadi pada.
— Kala Wisesa keluar dari kemaluan,
— Kala Dasa Bumi keluar dari dalam rambut,
— Kala Wande keluar dari otak,
— Kala Atat keluar dari Guagala,
— Kala Lowar keluar dari telapak tangan,
— Kala Tuwek keluar dari lambung,
— Kala Sudukan keluar dari lubang mata,
— Kala Kilang Kilung keluar dari pundak,
— Kala Dudutan keluar dari hati / pikiran,
— Kala Mertyu keluar dari hidung,
— Kala Mong keluar dari jriji (jari)
— Kala Kuuk keluar dari Bayu,
— Kala Bancaran keluar dari mata kiri,
— Kala Ulat Muang, Kala Soba, Kala Kutila, Kala Gumarang, Kala Empas, Kala Sedakan, Kala Pegat, Kala munggeng, Kala Pacekan, Kala menge, Kala Ijal, Kala Kundang Kasih, semua itu keluar dari dalam kepala.
Diperintahkan: Harus selalu diperhatikan akan dampak baik buruknya pada Wariga, harus selalu diperhatikan dan jangan sampai lupa, sebab ada kehidupan didalam sebuah Wariga.
Kala Idup dengan wewaran dari Sang Hyang Rau, dan Sang Hyang Ketu sama-sama memperebutkan sebuah tempat, dan semuanya sama-sama sakti, mereka saling bertempur, maka matilah Sang Kala dan dihidupkan kembali oleh Sang Hyang Rawu, setelah dihidupkan kembali maka berperanglah lagi hingga mati sampai tiga kali, empat kali, lima kali, enam kali, tujuh kali, delapan kali, sembilan kali, maka tetap dihidupkan kembali oleh Sang Hyang Ketu.
Demikianlah wewaran, penjabaran dan penjelasannya, kehidupannya seperti kisah di atas.
Kemudian ada lagi Kala sedang berperang, maka tampak kelihatan dari Niskala Sang Kaniya Dewa, tetapi bukan Sang Kala, maka marahlah, dan kemarahanya itu tak ada habis-habisnya, maka matilah ia, dan dihidupkan kembali oleh Sang Hyang Bayu, Sang Hyang Eka Jala Rsi namanya, apabila tidak ada Dewasa yaitu baik dan buruk yang ada di Wariga, maka akan salah tempat dan tidak akan bisa menentukan arah, itulah tempat Eka Jala Rsi namanya, sunya nama tempatnya, itulah yang harus diketahui dan selalu diingat oleh mereka yang ingin mencapai Siddhi-mandi, dan jangan melupakan tentang Wariga, dan harus selalu dipelajari agar bisa menyatu dengan kebenaran dan kesucian.
Angin menyatu dengan api, Gni Rawana namanya, angina menyatu dengan air menjadi mendung tebal, angin menyatu dengan kotoran menjadi lumpur busuk namanya, angin puting beliung menyatu dengan api, pepedan namanya, angina menyatu dengan suara jadi grehe-kerug, angin menyatu dengan andus menjadi patipata, angin menyatu dengan air, api, menjadi pamecekan lanang wadon (penjelmaan dari laki-laki dan perempuan) maka mengenai tentang sebuah kebaikan dan keburukan harus dilihat-dicari pada Wariga. Apabila ingin pandai Siddhi-mandi dan tidak boleh sembarangan, sebab itu patut diketahui kebenarannya.
Selanjutnya ada ketentuan badan dengan penyambut Atma, Pretiti namanya, yaitu Pretiti Jati, Jara Mrana, Wedana, Nama Rupa, Upedana, Sdarsa, Bawa, Sadaye, Stana, Kresna, Widnyana Saskara, Awidnya, itulah yang mengikuti tentang baik buruknya sebuah kehidupan pada manusia, sebagaimana halnya dalam perhitungan Wariga yang harus diperhatikan adalah baik dan buruknya hari.
Semua karakter turunan baik/ayu/utama/luwih dari SANG ETA-ETO disebut Lanus. Sebaliknya, yang tidak baik atau seberangannya disebut Basah.
Demikianlah semua karakter alam semesta yang bersumber dari keheningan tidak terbayangkan itu, SANG ETA-ETO, kekuatan mayanya. Seperti pelangi lengkung membentangkan berbagai warna, ketika hujan ditimpa sinar matahari, yang sesungguhnya pertemuan sinar dan percik air yang membentangnya manjadi warna. Warna-warna itu tidak ada dan baru ada dalam pertemuan sinar dan ciprat air di jagat raya. [T]
Catatan Harian, Sugi Lanus, 7 Juni 2020.