Mangan Koyo Ratu, Turu Koyo Asu
(Makan Bagai Raja, Tidur Bak Seekor Anjing)
-Tulisan di belakang truk jalur Denpasar-Gilimanuk
Hal yang paling sering kita bicarakan belakangan ini adalah tentang new normal atau kenormalan baru. Sebenarnya bisa saja kita maknai ini juga sebagai sebuah revolusi. Seperti kita ketahui, revolusi adalah perubahan tatanan sosial dan budaya yang terjadi secara mendadak. Bisa saja direncanakan atau sebenarnya dipaksa, seperti belakangan kita dipaksa membuat tatanan aktivitas baru, cara-cara interaksi baru agar kita tetap bisa survive.
Jadi kalau sebelumnya ada revolusi industri dan revolusi teknologi, mungkin sekarang yang terjadi adalah revolusi bumi. Bagaimana bumi membuat kita harus melakukan revolusi pada diri kita dengan tataran yang baru. Revolusi memang selalu tidak menyenangkan, rasanya seperti bangun tidur. Tak ada bangun tidur yang menyenangkan. Awalnya kita kaget tapi lama-lama mungkin saja kita akan bisa menikmatinya.
Tanpa kita sadari, sebenarnya revolusi tengah berjalan di tempat tidur. Kalau dulu pekerja keras dan orang sukses selalu diasosiasikan berada di kantor yang megah, sebenarnya kini bisnis-bisnis besar justru dijalankan oleh anak-anak muda dari laptop di atas tempat tidur secara daring (online). Segala kebutuhan pun bisa dipesan secara daring dari tempat tidur.
Kumbakarna
Bicara tentang revolusi dan tidur, ada cerita yang sering saya ingat yaitu tentang Kumbakarna, sosok yang kontroversial, maha sakti dan diceritakan mempunyai kemampuan tidur yang sangat panjang dan sulit dibangunkan.
Dalam pikiran saya, andaikan Kumbakarna tidak bangun mungkin perang yang terjadi di Alengka tidak akan sedahsyat seperti apa yang diceritakan sekarang. Hari ini dan sebelumnya kita melihat bagaimana muncul meme-meme yang beredar bagaimana pandemi Covid-19 mustinya bisa lewat, berjalan mulus tanpa banyak menimbulkan korban andaikan kita semua melakukan kegiatan di rumah saja.
Andaikan semua penduduk bisa tidur-tiduran saja di rumah mungkin saja penyebaran Covid-19 tidak akan semasif sekarang. Bisa jadi ini adalah revolusi tidur, ketika semua orang tidur-tiduran penyebaran Covid-19 akan mereda.
Tapi tentu saja tidak bisa demikian, karena kita punya kebutuhan, kita perlu beraktivitas dan tentu saja akhirnya kita harus menjalani new normal. Kesehatan jiwa sebetulnya sangat berhubungan dengan tidur. Tanpa kita sadari sebenarnya sepertiga dari kehidupan kita isi dengan tidur. Jadi kalau umur kita 90 tahun, 30 tahun kita dihabiskan dengan tidur.
Pil Tidur
Tidur banyak gunanya, di antaranya untuk me-restore memori atau ingatan dan mengoptimalkan hormon-hormon dan zat yang mengatur metabolisme tubuh kita. Tidur sangat dipengaruhi oleh pemikiran. Ketika pandemi Covid-19 seperti sekarang banyak orang menjadi sulit tidur.
Padahal sebenarnya, orang yang mengalami gangguan tidur tidak memerlukan pil tidur. Tetapi kita harus mencari sumbernya. Hampir sebagian besar insomnia atau gangguan tidur itu sumbernya adalah pada gangguan mental misalnya gangguan kecemasan, gangguan depresi ataupun hal lainnya.
Seringkali kita berpikir mudah. Karena tidak bisa tidur kita butuh obat tidur. Padahal kalau kita berusaha mengatasi gangguan cemas-nya, gangguan depresi-nya barulah kemudian kita bisa secara natural tidur kembali. Ada yang kemudian mencoba obat-obat herbal yang diiklankan di media sosial, ada juga yang berusaha mati-matian untuk tidur.
Padahal kita tahu tidur bukan diusahakan, tetapi dia terjadi begitu saja. Ketika kita normal, kita bisa tidur tanpa kita rencanakan dan bangun juga tanpa perencanaan. Alangkah nikmatnya jika seperti itu. Tapi sering kali yang bertemu dengan saya justru para klien yang berusaha mati-matian bahkan “membeli” tidurnya.
Sleep Hygiene
Langkah awal yang paling mudah tentu saja adalah melakukan Sleep Hygiene atau memperbaiki hygiene tidur kita. Hal-hal yang mudah adalah memotong waktu berbaring kita di tempat tidur dan tidak tidur. Seringkali kesalahan orang yang mengalami sulit tidur adalah mengembalikan atau memaksa tidurnya di jam-jam yang seharusnya.
Misalnya walaupun tidak mengantuk karena sudah jam 9 malam kemudian tetap berbaring. Ya, namanya tidak mengantuk tentu sulit untuk tidur. Di situlah kita tersiksa, bolak-balik badan, pikiran mengembara kemana-mana tentang yang dulu-dulu ataupun yang akan datang dan membuat diri kita trauma.
Selalu melihat jam, mengurangi jam waktu bangun kita dengan hari itu; “Wah, tinggal 4 jam bagaimana tidur 4 jam bagaimana besok saya akan bisa beraktivitas”. Kita sedang memberi makan kecemasan kita dan tentu saja mengakibatkan makin sulit tidur. Jadi, tidurlah hanya saat kita mengantuk. Ketika sudah mengantuk berbaringlah. Kalau ngantuknya hilang bangunlah. Tetaplah beraktivitas sebagaimana mestinya.
Di saat hendak tidur, persiapkan tempat tidur yang nyaman. Jadikan tempat tidur hanya untuk tidur, jangan melakukan aktivitas lain misalnya membaca, menonton atau mengobrol di tempat tidur. Bila perlu sementara hilangkan atau jauhkan jam dinding di kamar kita. Itu hanya akan membuat diri kita makin cemas. Lakukan hal-hal tadi, berusaha untuk rileks, nyaman, dan fokus hanya suara nafas kita, hadir di saat itu
Hal di atas adalah upaya mandiri memperbaiki sleep hygiene tadi. Tetapi kalau hal-hal tadi tidak bisa membantu ada baiknya kita berkonsultasi, dan penting sekali untuk tidak menyalahgunakan pil tidur. Dengan berkonsultasi ke psikiater kita jadi tahu sumber-sumber penyebab kita tidak bisa tidur. Kalau memang gangguan cemas, cemasnya diatasi dan apabila mengalami gangguan depresi, depresinya yang diatasi.
Hal-hal itu akan sangat bermanfaat bagi kita. Ini yang saya namakan dengan revolusi tidur, revolusi yang bisa kita mulai dari tempat tidur. Dengan awal tidur yang baik keesokan harinya kita merasa segar dan bisa beraktivitas dengan normal. Ingatan kita baik, fungsi-fungsi hormon dalam tubuh kita baik yang membat kita siap menghadapi perubahan apapun yang terjadi dalam hidup kita. Jadi untuk menyambut new normal mari melakukan revolusi yang dimulai dari tempat tidur kita. Salam mantap jiwa.[T]