18 January 2021
  • Beranda
  • Peristiwa
    • Kilas
    • Khas
    • Perjalanan
    • Persona
    • Acara
  • Esai
    • Opini
    • Ulasan
    • Kiat
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Hard News
  • Penulis
  • Login
  • Register
No Result
View All Result
tatkala.co
tatkala.co
  • Beranda
  • Peristiwa
    • Kilas
    • Khas
    • Perjalanan
    • Persona
    • Acara
  • Esai
    • Opini
    • Ulasan
    • Kiat
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Hard News
  • Penulis
No Result
View All Result
tatkala.co
No Result
View All Result
Home Esai
Ilustrasi tatkala.co | Nana Partha

Ilustrasi tatkala.co | Nana Partha

Memaknai Kata “Terserah” Dari Kacamata Kesehatan Jiwa

dr. I Gusti Rai Putra Wiguna, Sp.KJ by dr. I Gusti Rai Putra Wiguna, Sp.KJ
May 22, 2020
in Esai
112
SHARES

Belakangan ini, kata yang cukup favorit terdengar dan dibaca di media massa adalah “terserah”. Banyak yang kemudian bereaksi terutama tenaga medis, “Indonesia terserahlah, mau ngapain juga”. Kalau dalam kehidupan sehari-hari, ini kata yang paling sulit dimengerti kalau pacar, istri atau pasangan kita yang mengatakan seperti itu.

“Ayo, di mana dong kita makan? Terserah”, “Kita mau ngapain hari ini? Terserah”. “Enaknya saya pakai baju apa? Terserah”.

Kata “terserah” ini sebetulnnya hal yang misteri sampai sekarang bagi kebanyakan laki-laki. Maksudnya apa? Kurang lebih, seperti itulah yang dirasakan ketika masa pandemi saat ini jika ada yang bereaksi dengan berkata “terserah”

Bisa jadi itu adalah reaksi rasa kesal, rasa marah, rasa jengkel, tidak ingin berdiskusi lagi tentang hal itu atau membicarakan lagi hal itu karena dirasakan sudah stuck. Tapi yang lebih sering terjadi, kata “terserah” itu bukan berarti menyerahkan pada diri kita dalam arti yang sesungguhnya.

Ketika kita ngajakin makan dan jawabannya adalah “terserah”, lalu kitalah yang menentukan sendiri, maka pada akhirnya orang yang mengatakan “terserah” itu akan lebih marah lagi. Jadi ini ambigu sekali, mengandung banyak arti. Tetapi okelah, itu salah satu cara mengekspresikan rasa kesal, sama halnya ketika seseorang sudah melakukan hal yang maksimal, hal yang bahkan diluar kemampuannya.

Tetapi ternyata orang lain tidak merasa menghargai hal itu. Kemudian orang, pasangan atau siapapun merasa tidak mengenali dan memahami bahwa yang bersangkutan melakukan sesuatu yang luar biasa. Dan ia atau mereka tetap berlaku seenaknya.

Hati-hati, ketika kita tidak berusaha memahami atau mengerti hal itu kata “terserah” ini pada akhirnya bisa jadi bermakna terserah beneran atau menyerah. Dan kita tentu tidak ingin melakukan hal tersebut.

Responsif

Dalam sisi kesehatan jiwa, reaksi apa pun yang diekspresikan dengan cara apa pun adalah sesuatu yang wajar, umum, dan normal dilakukan serta baik untuk kesehatan diri kita. Tetapi, berikutnya akan lebih baik ketika kita melakukan bukan reaksi tapi responsif. Sesuatu yang betul-betul kita rencanakan dengan tujuan tertentu.

Sekali waktu jengkel, marah itu adalah hal biasa. Bisa kita ungkapkan, tetapi kita lanjutkan dengan respon bukan lagi reaksi. Lalu apa nih hubungannya pada keadaan saat ini? Ketika di masa pandemi seperti sekarang ini tiba-tiba masyarakat mengalami euforia, terutama di saat hari raya seperti sekarang. Itu juga reaksi, yang tadinya di rumah lalu mendapat Tunjangan Hari raya (THR) kemudian keluar, merasakan euforia, itu namanya reaksi dan itu bukan merupakan sesuatu yang cukup baik.

Keleluasaan dan Pembatasan

Sama buruknya dengan misalnya kata “terserah” tadi. Mari kita belajar merespon, merencanakan, “apa nih yang kita bisa kita lakukan?” Orang mendengungkan the new normal. Saya tidak benar-benar setuju dengan kata-kata the new normal ini. “Normal yang baru”. Memangnya kemarin-kemarin kitatidak normal? Tidak, saya pikir kemarin kita bekerja di rumah, mengisolasi diri di rumah itu juga normal, normal dalam keadaan pandemi yang sesungguhnya. Dan sebelumnya, kita pergi liburan dan beraktivitas itu juga normal, normal di saat tidak ada pandemi. Dan sekarang, terutama di Bali adalah normal ketika pandemi menunjukkan tanda-tanda mereda.

Jadi sebenarnya bukan soal normal atau tidak normal. Tetapi memang keniscayaan, kita setiap hari bangun dan menghadapi sesuatu yang baru. The new me, the new situation. Dan kita harus terus beradaptasi untuk hal itu.

Di Bali, di mana pandemi sudah menunjukkan sedikit mereda, bisa diibaratkan seperti kita mendidik anak. Sesuatu yang diperlukan oleh anak selain kasih sayang tentunya adalah dua hal yakni keleluasan dan pembatasan.

Terlalu protektif dengan pembatasan memang aman, tapi hal itu mengakibatkan anak tumbuh menjadi dependen, kurang kreatif, kurang mandiri, atau malah menjadi pemberontak. Sebaliknya, terlalu permisif memberikan keleluasaan bisa membuat anak beresiko tinggi terlibat hal negatif, abai, keras kepala dan kurang solider.

Keseimbangan antara dua hal di atas akan membuat anak-anak kita terdidik menjadi wajar. Mempunyai kreativitas tetapi tetap aman. Mempunyai rasa nyaman tetapi selalu berevolusi atau selalu berubah, selalu bisa beradaptasi dengan hal yang baru.

Jadi kalau kemarin ketika sedang pandemi luar biasa, yang dibutuhkan memang pembatasan. Hal itu ibarat anak kita di lingkungan sekitar sedang banyak narkoba. Dia sudah tahu caranya memesan dan dia sudah sempat berniat membeli. Sebagai keluarga yang baik kita ambil atau rangkul, kita batasi, “sudahlah kamu diam di rumah nggak usah seperti itu dan sebagainya” Tidak lagi dengan cara-cara moderat, berdiskusi dan lain sebagainya.

Tetapi ketika sudah dibatasi. orangnya juga sudah paham kita ajak berdiskusi dan sebagainya, kita tidak bisa terus membatasi. Dia sudah cukup paham bagaimana menghadapi situasi di luar. Memang tidak sepenuhnya aman, masih ada orang yang memakai narkoba tetapi dia sudah cukup siap menghadapi itu.

Maka kita berikan keleluasaan. Ketika dia bisa membatasi dirinya dengan cara-cara yang baru walaupun tidak sepenuhnya godaan di luar itu aman. Saat dia bisa melewati itu semua dia akan tumbuh menjadi pribadi yang lebih luar biasa.

Kira-kira seperti itulah keadaan kita saat ini. Pembatasan tetap ada, tapi sudah mulai leluasa. Di mana kita bisa berbelanja, beraktivitas dan nantinya juga bersekolah tapi tentu tidak dengan cara-cara yang dulu. Masih ada pembatasan-pembatasan yang membuat kita aman.

Kasih Sayang

Mari sekarang ini kita merencanakan hal itu. Tidak saja pemerintah tetapi juga kita di rumah, dalam bekerja nantinya memakai masker senantiasa yang dicuci setiap waktu kemudian pembatasan fisik dan menjaga jarak ketika kita berbelanja atau bekerja. Tetap rutin mencuci tangan, menghindari memegang mulut dan hidung.

Hal-hal itu akan terus menjadi kebiasaan diri kita, bahkan saya yakin ketika virus ini pun sudah tidak ada atau ketika sudah ada vaksinnya. Jadi marilah kita bercermin dalam hal itu. Kita ini anak-anak yang ingin dididik secara mantap jiwa. Kita harus tahu seninya, ada keleluasaan dan ada pembatasan.

Di luar itu semua, hal yang mendasar adalah kasih sayang. Kita mempunyai rasa kasih sayang supaya kita semua masyarakat tumbuh lebih dewasa dan tetap mantap jiwa sampai semua ini berakhir. [T]

Tags: covid 19Indonesia Terserahkesehatankesehatan jiwapandemi
dr. I Gusti Rai Putra Wiguna, Sp.KJ

dr. I Gusti Rai Putra Wiguna, Sp.KJ

Psikiater di Klinik Utama Sudirman Medical Center (SMC) Denpasar, Founder Rumah Berdaya, Pegiat kesehatan jiwa di Komunitas Peduli Skizofrenia Indonesia (KPSI) simpul Bali dan Komunitas Teman Baik

MEDIA SOSIAL

  • 3.4k Fans
  • 41 Followers
  • 1.5k Followers

ADVERTISEMENT

ENGLISH COLUMN

  • All
  • Essay
  • Features
  • Fiction
  • Poetry
Essay

Towards Success: Re-evaluating the Ecological Development in Indonesia in the Era of Anthropocene

Indonesia has long been an active participant of the environmental policy formation and promotion. Ever since 1970, as Dr Emil...

by Etheldreda E.L.T Wongkar
January 18, 2021

FIKSI

  • All
  • Fiksi
  • Cerpen
  • Puisi
  • Dongeng
Digital Drawing ✍️:
Rayni N. Massardi
Puisi

Noorca M. Massardi | 7 Puisi Sapta dan 5 Puisi Panca

by Noorca M. Massardi
January 16, 2021
Esai

Yang Kita Cari Adalah Hening

Hening itu dalam hati masing-masing. Hening itu dalam pikiran masing-masing. Hening itu pada diri masing-masing. Hening itu pada lingkungan masing-masing. ...

March 19, 2019
Lukisan cover buku Menanam Puisi di Emperan Matamu. (Pelukis: Nanapartha)
Ulasan

Merekam Jejak ke Dalam Sajak –Ulasan Buku Puisi Esa Bhaskara

Judul: Menanam Puisi di Emperan MatamuPenulis: Wayan Esa BhaskaraPenerbit: Mahima Institute IndonesiaCetakan: Desember 2018Tebal: xi + 106 halamanISBN: 978-602-51560-3-8 --- ...

May 23, 2019
Foto: Putu Mardika
Esai

Refleksi Tumpek Wariga: Tumbuhan pun Punya Perasaan

  “Ratu Sedahan taru, selai dina mangkin jagi pacang rauh rerainan Galungan, mangde preside I Ratu mabuah ngeed-ngeed.” “Wahai Sang ...

February 2, 2018
Ulasan

Menyelami Doa Puisi Saras Dewi – Ulasan Kecil Buku “Kekasih Teluk”

  Kumpulan Puisi KEKASIH TELUK Penulis : Saras Dewi Editor/Proof-Read : Olin Monteiro Kata Pengantar : Joko Pinurbo Ilustrasi:  Parwa ...

February 2, 2018
Para lansia di Desa Sampalan Tengah, Klungkung, melakukan senam bersama
Peristiwa

Senang Melihat Lansia Senam dengan Gembira – Kabar KKN Undiksha di Sampalan Tengah

SEBAGAI mahasiswa, sekaligus sebagai anak muda, kita senang melihat para lansia (warga usia lanjut) beraktifitas. Mereka bergerak, mereka bergembira. Itulah ...

February 2, 2018

PERISTIWA

  • All
  • Peristiwa
  • Kilas
  • Khas
  • Perjalanan
  • Persona
  • Acara
Jukut paku di rumah Pan Rista di Desa Manikyang, Selemadeg, Tabanan
Khas

Jukut Paku, Dari Tepi Sungai ke Pasar Kota | Kisah Tengkulak Budiman dari Manikyang

by Made Nurbawa
January 16, 2021

ESAI

  • All
  • Esai
  • Opini
  • Kiat
  • Ulasan
Ilustrasi diambil dari Youtube/Satua Bali Channel
Esai

“Satua Bali”, Cerminan Kehidupan

by IG Mardi Yasa
January 18, 2021

POPULER

Foto: koleksi penulis

Kisah “Semaya Pati” dari Payangan Gianyar: Cinta Setia hingga Maut Menjemput

February 2, 2018
Istimewa

Tradisi Eka Brata (Amati Lelungan) Akan Melindungi Bali dari Covid-19 – [Petunjuk Pustaka Lontar Warisan Majapahit]

March 26, 2020

tatkala.co mengembangkan jurnalisme warga dan jurnalisme sastra. Berbagi informasi, cerita dan pemikiran dengan sukacita.

KATEGORI

Acara (65) Cerpen (149) Dongeng (10) Esai (1350) Essay (7) Features (5) Fiction (3) Fiksi (2) Hard News (2) Khas (308) Kiat (19) Kilas (192) Opini (471) Peristiwa (83) Perjalanan (53) Persona (6) Poetry (5) Puisi (96) Ulasan (327)

MEDIA SOSIAL

  • Penulis
  • Tentang & Redaksi
  • Kirim Naskah
  • Pedoman Media Siber

Copyright © 2018,BalikuCreative - Premium WordPress.

No Result
View All Result
  • Beranda
  • Peristiwa
    • Kilas
    • Khas
    • Perjalanan
    • Persona
    • Acara
  • Esai
    • Opini
    • Ulasan
    • Kiat
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Hard News
  • Penulis
  • Login
  • Sign Up

Copyright © 2018,BalikuCreative - Premium WordPress.

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms below to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In