Ketika semua diharuskan berada di rumah, akibat dari adanya pandemi covid-19 ini, membuat semua orang semakin kreatif. Akhir-akhir ini, ibu-ibu kebanyakan menghabiskan waktunya untuk mencoba resep-resep makanan yang dulunya mereka hanya sempat membaca saja, karena rutinitas pekerjaan yang tidak bisa ditinggal. Begitu juga bapak-bapak yang seperti mengembalikan jati diri mereka sebagai seorang petani. Mereka mulai menanam.
Bagaimana dengan para sastrawan? Yang saya lihat mereka kini semakin kreatif memanfaatkan waktu di rumah untuk hal-hal positif. Menulis sudah pasti menjadi agenda utama. Tentu banyak tulisan-tulisan yang tertunda dan harus diselesaikan sebagai pertanggungjawaban penulis terhadap dirinya sendiri. Namun ada yang menarik, mungkin di mulai dari Komunitas Mahima yang menggagas adanya acara Mendongeng Online. Jadi prosesnya para pendongeng mendongeng secara online, live streaming di facebook ataupun instagram. Sangat kreatif, dan bermanfaat. Mengingat yang menjadi pendongeng kebanyakan para penulis yang notabene lebih banyak menulis ketimbang tampil membawakan tulisannya ataupun tulisan orang lain.
Mungkin dari sini asalnya, Suara Saking Bali mengadakan acara yang serupa dengan mengambil tema “Maca Cerpen Bali Online; Mai Bareng “Buduh”. Mengingat, pimpinan dari majalah online tersebut, Putu Supartika merupakan teman dari Made Adnyana Ole dan Supartika adalah salah satu penulis di Komunitas Mahima dengan Tatkala.co sebagai tempat mempublikasikan tulisan-tulisan para penulis di Bali (termasuk saya yang baru memulai menulis menggunakan bahasa Indonesia).
Dimulai sejak 17 April, Dewa Ayu Carma Citrawati, penulis sastra Bali modern perempuan yang memang sangat aktif menulis cerpen khususnya, mencoba menerima tantangan untuk membaca cerpen berbahasa Bali. Dua sekaligus dengan judul Kampih di Kasisik karya IGG Djelantik Santha dan Les karya IDK Raka Kusuma. Namun sebelumnya Carma Citrawati sudah sering membacakan karya sahabat-sahabatnya di channel youtubenya.
Keesokan harinya, pangawi sastra Bali modern I Made Sugianto yang kini menjabat sebagai perbekel Desa Kukuh, membaca cerpen Bali yang berjudul Ulian Kis ILuh Nadak Tiwas yang merupakan karyanya sendiri.
Yang menarik lagi, setiap hari minggu diadakan acara bedah buku berbahasa Bali. Ini satu gebrakan yang memang sangat bagus menurut saya untuk perkembangan sastra Bali modern. Karena memang, sastra Bali modern butuh kritikus sastra. Tanpa kritikus sastra, mungkin saja para penulis khususnya di sastra Bali modern tidak pernah mau belajar karena merasa tulisannya sudah baik dan tanpa ada kekurangan sedikitpun. Dengan adanya kegiatan ini, sangat bermanfaat khususnya bagi para penulis. Demi kebaikan tulisan-tulisan selanjutnya.
I Gede Gita Purnama Arsa Putra atau sering dipanggil Bayu hadir menjadi yang pertama membedah buku Ling karya I Komang Alit Juliartha. Minggu berikutnya Ni Kadek Ayu Sulastri mahasiswa Fakultas Sastra Unud yang membedah buku Aud Kelor karya Dewa Ayu Carma Citrawati. Dan yang akan tampil selanjutnya adalah Siti Noviali mahasiswa Fakultas Sastra Unud yang akan membedah buku karya I Made Sugianto berjudul Ngipiang Jokowi.
Penulis-penulis lainpun tidak mau kalah. Mereka ikut serta dalam membaca cerpen Bali. Sebut saja, Wayan Paing, Agus Darma Putra, Guna Eka Yasa, Alit Juliartha, Ari Dwijayanti, Kadek Sonia Piscayanti, Supartika, Renes Muliani, dan yang akan tampil berikutnya adalah I Gde Aries Pidrawan. Disamping para penulis, ada juga teman yang ikut membaca cerpen online yakni I Nyoman Mahayasa, fotografer, dan juga Julia Shocink, selebgram. Puteri Yadnya Diari, Dosen Mpu Kuturan.
Kegiatan ini akan tetap berlanjut mungkin sampai semuanya kembali normal. Kembali berkutat dengan kesibukan masing-masing.
Bukan hanya kegiatan tersebut saja, ternyata para penulis sastra Bali modern juga memiliki kegiatan yang tak kalah kreatif dan positif. Sebut saja, Dewa Ayu Carma Citrawati yang membaca cerpen berbahasa Bali dan menggunggah di channel youtubenya. Begitu juga 4 orang penulis sastra Bali modern ikut tampil mendongeng online di Komunitas Mahima. I Made Sugianto, Putu Supartika dan Dewa Ayu Carma Citrawati bersama sang suami Bayu Gita Purnama.
Komang Alit Juliartha dari Bangli Sastra Komala juga membuat musikalisasi puisi dengan membawakan puisi-puisi para pangawi lainnya. Made Suar Timuhun sudah mulai membaca cerpen. Renes Muliani dan Angga Paradarma yang mencoba membaca puisi yang mereka unggah di grup Bangli Sastra Komala. Satua-satua pun kini mulai diperkenalkan secara modern oleh I Made Sugianto. Banyak satua-satua Bali yang dibacakan oleh Made Sugianto di channel youtubenya. Ini baik buat anak-anak dan tentunya para orang tua yang mungkin sudah meninggalkan kebiasan masatua.
Gusti Sutedja Narendra masih tetap menulis cerita berbahasa Bali dengah ciri khasnya yang kocal dan banyol yang diunggah di akun facebooknya. Agus Sudipta menulis beberapa puisi di akun facebooknya. Dan saya dengar, Sandiyasa lagi mengerjakan cerita berbahasa Indonesia.
Mas Ruscitadewi yang kini giat menuliskan dongeng-dongeng berbahasa Indonesia. Tulisan-tulisannya pun sering muncul di Tatkala.co. Begitu juga dengan IDK Raka Kusuma yang sering kontak-kontakan dengan saya melalui Whatsup, tetap giat menulis sastra Bali modern. Ketut Aryawan Kenceng masih tetap menulis puisi di media cetak dan di akun facebooknya. Ngakan Kasub Sidan juga tetap menggunggah tulisannya baik berbahasa Bali maupun berbahasa Indonesia. Ida Bagus Pawanasuta dan yang lainnya selalu mengapresiasi dengan komentar-komentar yang positif. Nampaknya hal ini terjadi pada semua penulis sastra Bali modern. Mereka tetap menulis meskipun tidak semua diunggah di media cetak maupun media sosial. Dan tentu saja para penulis yang rutin mengirim tulisannya di majalah online Suara Saking Bali. Suara Saking Balipun sebelum mangadakan kegiatan membaca cerpen Bali, sudah melaksanakan pameran cover majalah Suara Saking Bali secara online.
Khusus di Bangli Sastra Komala, mulai bermuculan penulis-penulis muda yang mau menulis Sastra Bali Modern. Ini sangat baik. Diharapkan tetap eksis menulis.
Yang paling mengejutkan, seperti yang di unggah oleh Nyoman Manda dan dishare oleh Darma Putra, Majalah Canang Sari dan Satua yang diasuh oleh Nyoman Manda hadir ditengah-tengah riuhnya kegiatan bersastra secara online. Nyoman Manda di usianya yang sudah tak lagi muda masih aktif mengumpulkan karya penulis sastra Bali modern dan menerbitkannya.
Luar biasa. Kegiatan-kegiatan seperti tersebut di atas merupakan kegiatan-kegiatan yang positif dan mermanfaat. Disamping untuk mengisi waktu yang luang, juga dapat mempengaruhi masyarakat untuk lebih mengenal dan mencintai sastra khususnya sastra Bali modern. Dan pastinya, kegiatan-kegiatan ini juga sebagai usaha untul melestarikan sastra Bali modern.
Seperti yang dikatakan IDK Raka Kusuma pagi hari ini, sudah waktunya yang muda bergerak untuk mengembangkan dan melestarikan sastra Bali modern. Dan sayapun membalas ucapam beliau,” Ya. Tapi tanpa panglingsir di sastra Bali modern, generasi muda tidak akan menemukan jalan yang terang dalam bersastra. Semoga para panglingsir masih tetap menuntun generasi muda, hingga sastra Bali modern tetap tumbuh dan berkembang.” Semoga. [T]