15 May 2025
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
tatkala.co
No Result
View All Result

Gamat Bay di Nusa Penida, Kawasan Lumbung Ekologis yang Kini Naik Ring Promosi

I Ketut SerawanbyI Ketut Serawan
April 18, 2020
inOpini
Gamat Bay di Nusa Penida, Kawasan Lumbung Ekologis yang Kini Naik Ring Promosi

Gamat Bay. [Sumber foto: batansabo.com]

288
SHARES

Satu lagi objek wisata Nusa Penida (NP) yang naik ring promosi yaitu Gamat Bay (Teluk Gamat). Dulu, kawasan ini merupakan lumbung ekologis. Tempat bertumbuhnya beberapa satwa penting, termasuk jalak nusa. Pun menjadi benteng sumber air bersih (Semer Gamat Dulu dan Semer Gamat Teben) bagi warga di belahan barat, sebelum ada sumur tadah hujan dan air PDAM. Ketika satwa-satwa berada pada ambang kepunahan dan “semer” (sumur) kehilangan pengemponnya, Gamat Bay dipinang sebagai alternatif objek wisata untuk melayani syahwat pengunjung.

Promosi Gamat Bay sudah berlangsung beberapa bulan lalu. Kini tersandung jeda iklan covid-19. Meskipun demikian, Gamat Bay tidak berhenti untuk bersolek. Sejumlah pembangunan dikebut. Salah satunya ialah akses jalan menuju lokasi. Kawasan yang berada di Desa Sakti ini sudah tak sabar menunggu pariwisata normal. Tak sabar untuk unjuk wajah baru di mata para pengunjung dan mungkin akan mengubur kenangan ekologis yang pernah terjadi bertahun-tahun (bahkan berabad) di kawasan ini. Kenangan yang sayang jika tidak diceritakan.

Sebelum sumringah pariwisata betul-betul menenggelamkannya nanti, ada baiknya kenangan ekologis tersebut dibangkitkan. Siapa tahu dapat dijadikan pertimbangan untuk merevitalisasinya menjadi kawasan ekologis alami atau buatan. Kalau tidak, cukup dikenang sajalah!

Kawasan Gamat Bay Tahun 80-an

Tahun 80-an, kawasan Gamat Bay identik dengan kehidupan satwa-satwa geografi NP. Di sinilah, tempat para satwa melangsungkan kehidupannya. Misalnya kera, ular, burung dan lain-lainnya. Bahkan, seingat saya satwa langka seperti jalak nusa dan termasuk “slaon” (sejenis elang) serta gagak biasa berkeliaran di kawasan ini.

Sangat mudah melihat eksistensi burung gagak  dan “slaon” pada zaman tersebut. Kita cukup mendengokkan kepala ke atas pohon kapuk besar, maka gagak dan sarangnya banyak menghiasi ranting-ranting pohon tersebut. Bahkan, populasinya terutama gagak sempat tergolong sangat banyak. Karenanya, dulu burung gagak biasa berkeliaran hingga ke rumah warga, mencuri “jaja uli” yang diris-iris dan dijemur oleh penduduk seusai perayaan hari raya Galungan dan Kuningan.

Begitu juga dengan burung “slaon”. Burung pemburu anak ayam ini biasa menebar ketakutan kepada ayam warga. Mereka melayang di langit dengan terbang miring, sambil matanya tajam mengincar mangsa di bawah. Ketika induk ayam menjerit dan larit terbirit-birit bersama anaknya, pertanda serangan dari sang “slaon”. Apabila jumlah anak ayam berkurang, maka “slaon” menjadi sang tertuduh tunggal waktu itu.

Kawasan Gamat Bay juga menjadi benteng air bersih bagi warga. Ada dua “semer” (sumur) besar di kawasan ini yaitu Semer Gamat Dulu dan Semer Gamat Teben. Dua semer ini memiliki pengempon yang berbeda. Kedua semer inilah yang mengakomodir kebutuhan air bersih, terutama ketika sumur-sumur warga kering kerontang, akibat musim kemarau yang panjang.

Bukan hanya untuk manusia, air gamat ini juga dijadikan kebutuhan ternak warga terutama sapi. Karena itu, banyak warga mengambil air sambil membawa hewan ternaknya (sapi). Biasanya, warga yang jauh mengambil menjelang dini hari, sekitar pukul 02-03. Bukan karena semata-mata perjalanannya jauh, tapi medan jalannya penuh tanjakan dan turunan yang cukup curam. Karena posisi kawasan ini berada di bawah bukit dan curam, tetapi di dasarnya cukup landai.

Saya tidak bisa membayangkan jika tidak ada kedua semer itu. Tentu warga dan ternak di sekitar tempat saya dan daerah lainnya tidak dapat melangsungkan kehidupan. Karena itu, saya salut dengan tetua (leluhur) pendahulu saya. Sebelumnya, mereka pasti menghadapi krisis air bersih. Tentu kreavitas survivelah yang mendorong mereka membuat semer itu. Pantaslah sebetulnya para “pahlawan penggali” semer itu mendapat penghargaan. Karena telah mewariskan nyawa dari generasi ke generasi.

Tak hanya benteng satwa dan air bersih, kawasan Gamat Bay juga menjadi tempat untuk menyembuhkan berbagai penyakit kulit seperti korengan. Persisnya di Pantai Gamat. Kita cukup berendam atau mandi di laut, maka silsalabin korengan dijamin sembuh. Saya tidak tahu apakah air Gamat mengandung belerang atau sejenis zat lain yang dapat menyembuhkan penyakit kulit. Pokoknya, ketika saya terkena penyakit kulit (waktu kecil), saya diajak berendam oleh ibu saya pas Kajeng Kliwon ke tempat ini.

Sebelum melakukan prosesi berendam, terlebih dahulu ibu saya menghaturkan canang sari pada pelinggih yang berada di dekat pantai. Setelah itu, saya berendam sambil menghayal memungut batu di seputar pantai tersebut. Maklum, batu-batu kecil di areal ini mulus mengkilap. Mulusnya seperti batu kali, tapi berwarna putih. Biasanya, saya memungutnya untuk digunakan bermain cingklak di rumah.

Selain mengobati korengan, pasir hitam halus di pantai ini juga dipercaya ampuh menguatkan kaki bayi agar dapat tegak berjalan. Caranya, kaki bayi ditanam dalam pasir beberapa menit hingga hitungan jam-an. Bisa dilakukan lebih dari satu kali. Pilihan harinya juga sama. Kajeng Kliwon.

Begitulah keyakinan masyarakat waktu itu. Entah karena tersugesti atau tidak, masalah korengan dan keterlambatan jalan pada bayi biasanya dapat disembuhkan.

Dinamika Kawasan Gamat Bay

Namun, seiring dengan kemajuan zaman, mulailah orang-orang berkurang melakukan ritual berendam atau menanam kaki bayi di pantai ini. Masyarakat lebih memilih datang ke puskesmas untuk berobat. Pantai Gamat lebih banyak dimanfaatkan sebagai tempat memancing dan surfing oleh beberapa kalangan milenial.

Begitu juga kondisi satwanya. Keberadaan burung jalak nusa kian hari juga semakin langka. Eksistensinya kian terancam. Hampir setiap hari, warga mengincar sarangnya, mengambil anaknya untuk dijual atau sekadar dipelihara. Padahal, tempat bersarangnya sangat sulit. Biasanya, di ujung pohon kelapa tinggi yang sudah mati (lapuk). Namun, sesulit apa pun tempatnya, ada saja warga yang berhasil mendapati anaknya. Kadang, warga berani bertaruh nyawa hanya untuk mendapatkan anaknya.

Sementara nasib burung “slaon” dan gagak juga sama. Bahkan, keberadaan dua burung besar ini lebih duluan langka (sekarang punah). Entah karena faktor apa. Setahu saya, tidak ada warga yang memelihara atau menjual dua burung ini. Mungkin karena keberadaan makanan yang terbatas di NP? Atau mungkin kerusakan habitat, perubahan iklim, atau diserang penyakit? Yang jelas sekarang, seekor pun tak pernah saya lihat keberadaan kedua burung itu.

Nasib semer juga hampir sama. Ketika setiap warga memiliki sumur tadah hujan, orang mulai berkurang menjadi pengempon semer. Di tambah lagi, air PDAM masuk ke desa saya tahun 200-an. Jumlah pengempon kian minim. Hanya tersisa beberapa pengempon yang masih aktif mengambil air. Itu pun yang jarak rumahnya paling dekat dengan lokasi. Namun, pemanfaatan air semer ini sudah berubah. Tidak semata-mata untuk dikonsumsi pribadi, melainkan untuk dijual.

Warga menjualnya dengan brand lisan yaitu “Yeh Gamat”. Penjual cukup menyebutkan brandlisan tersebut, maka warga yang pernah mencicipi air akan membayangkan gentong, ketel, dan caratan. Dulu, air gamat biasanya ditaruh ke dalam gentong yang terbuat dari tanah liat (tanpa dimasak). Semakin lama ditaruh di gentong, dinginnya terasa menyegarkan. Untuk meminumnya, orang biasanya menempatkan pada sebuah ketel atau caratan terlebih dahulu. Agar menjadi lebih sensional, orang meminumnya sambil mendengokkan kepala, lalu tenggorokannya mengeluarkan suara “clegek clegek clegek”. Wah, mantap!

Bagi kalangan milenial, yang lidahnya biasa dijajah oleh air kemasan, mungkin tidak dapat merasakan sensasi air Gamat ini. Mereka juga tidak dapat merasakan sensasi keberadaan satwa di kawasan Gamat Bay. Baginya, Gamat Bay adalah taruhan sekarang. Taruhan untuk mendatangkan sebanyak mungkin pengunjung ke tempat ini. Tidak peduli dengan kondisi ekologisnya. Maaf, bukannya bermaksud pesimis, apalagi menggugat. Memangnya saya siapa, sih! Saya hanya kurang yakin saja.

Setahu saya, hubungan pariwisata dan lingkungan alam adalah soal kontrak untung rugi. Baik pemerintah, pelaku pariwisata maupun masyarakat memiliki kesamaan cara pandang. Mereka hanya berhitung dampak pemasukan dari mencicipi taruhan alam itu. Karena itulah, pemerintah, pelaku pariwisata dan masyarakat rela jor-joran mengikuti selera wisatawan. Alam harus disulap menuruti kemauan pengunjung. Bukan sebaliknya. Pengunjung mengikuti kemauan alam. Mungkin ada, ya? Barangkali saya miskin tentang referensi semacam itu.

Lucunya, ketika alam mengalami kerusakan akibat eksploitasi berlebihan dari pariwisata, tidak ada seorang pun pernah dengan jumawa merasa bertanggung jawab. Tahu-tahu orang-orang pada cuci tangan. Tidak ada hubungan dengan pencegahan covid-19, ya!

Ending-nya, ya, penduduk sekitarlah yang menanggung efek kerusakan lingkungan tersebut. Itu cerita legend mungkin. Namun, terlalu banyak orang tertarik melakoninya. “Pariwisata itu alternatif. Penyelamat ekonomi. Peretas kemiskinan. Gerbang menuju modernisasi,” terang salah seorang teman saya yang sudah mencicipi manisnya pariwisata.

Saya berharap antara kemajuan pariwisata Gamat Bay, berdampak positif terhadap kesalamatan ekologis kawasan tersebut. Mungkin, sebelum matang naik ring promosi objek wisata, para pemangku kebijakan termasuk masyarakat sudah memikirkan hal itu. Mereka tidak menjadikan Gamat Bay sebagai taruhan eksploitasi untuk mendatangkan wisatawan sebanyak-banyaknya. Namun, juga merawat lingkungan sekitar agar dapat mendatangkan satwa yang sebanyak mungkin pula. Agar balance-lah!

Kita tunggu setelah jeda iklan covid-19 nanti. Apakah Gamat Bay akan sukses menggaet para wisatawan untuk menikmati kemolekannya, tetapi mengabaikan lingkungan dirinya? Atau sukses kedua-duanya? Sukses meraup banyak pengunjung dan sekaligus sukses merawat lingkungan dirinya. [T] [ Foto: batansabo,com ]

Tags: lingkunganNusa PenidaPariwisata
Previous Post

Dialog Burung Pelatuk dan Si Tupai di Perkebunan Pak Tani

Next Post

Ketahanan Pangan ala Petani di Alam Subak Ganggangan yang Damai

I Ketut Serawan

I Ketut Serawan

I Ketut Serawan, S.Pd. adalah guru bahasa dan sastra Indonesia di SMP Cipta Dharma Denpasar. Lahir pada tanggal 15 April 1979 di Desa Sakti, Kecamatan Nusa Penida, Kabupaten Klungkung. Pendidikan SD dan SMP di Nusa Penida., sedangkan SMA di Semarapura (SMAN 1 Semarapura, tamat tahun 1998). Kemudian, melanjutkan kuliah ke STIKP Singaraja jurusan Prodi Bahasa, Sastra Indonesia dan Daerah (selesai tahun 2003). Saat ini tinggal di Batubulan, Gianyar

Next Post
Ketahanan Pangan ala Petani di Alam Subak Ganggangan yang Damai

Ketahanan Pangan ala Petani di Alam Subak Ganggangan yang Damai

Please login to join discussion

ADVERTISEMENT

POPULER

  • Refleksi Semangat Juang Bung Tomo dan Kepemimpinan Masa Kini

    Apakah Menulis Masih Relevan di Era Kecerdasan Buatan?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Ulun Pangkung Menjadi Favorit: Penilaian Sensorik, Afektif, atau Intelektual?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Tulak Tunggul Kembali ke Jantung Imajinasi

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • ”Married by Accident” Bukan Pernikahan Manis Cinderella

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • “Muruk” dan “Nutur”, Belajar dan Diskusi ala Anak Muda Desa Munduk-Buleleng

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

KRITIK & OPINI

  • All
  • Kritik & Opini
  • Esai
  • Opini
  • Ulas Buku
  • Ulas Film
  • Ulas Rupa
  • Ulas Pentas
  • Kritik Sastra
  • Kritik Seni
  • Bahasa
  • Ulas Musik

‘Prosa Liris Visual’ Made Gunawan

by Hartanto
May 15, 2025
0
‘Prosa Liris Visual’ Made Gunawan

SELANJUTNYA, adalah lukisan “Dunia Ikan”karya Made Gunawan, dengan penggayaan ekspresionisme figurative menarik untuk dinikmati. Ia, menggabungkan teknik seni rupa tradisi...

Read more

Mengharapkan Peran Serta Anak Muda untuk Mengembalikan Vitalitas Pusat Kota Denpasar

by Gede Maha Putra
May 15, 2025
0
Mengharapkan Peran Serta Anak Muda untuk Mengembalikan Vitalitas Pusat Kota Denpasar

SIANG terik, sembari menunggu anak yang sedang latihan menari tradisional untuk pentas sekolahnya, saya mampir di Graha Yowana Suci. Ini...

Read more

‘Puisi Visual’ I Nyoman Diwarupa

by Hartanto
May 14, 2025
0
‘Puisi Visual’ I Nyoman Diwarupa

BERANJAK dari karya dwi matra Diwarupa yang bertajuk “Metastomata 1& 2” ini, ia mengusung suatu bentuk abstrak. Menurutnya, secara empiris...

Read more
Selengkapnya

BERITA

  • All
  • Berita
  • Ekonomi
  • Pariwisata
  • Pemerintahan
  • Budaya
  • Hiburan
  • Politik
  • Hukum
  • Kesehatan
  • Olahraga
  • Pendidikan
  • Pertanian
  • Lingkungan
  • Liputan Khusus
Anniversary Puri Gangga Resort ke-11, Pertahankan Konsep Tri Hita Karana

Anniversary Puri Gangga Resort ke-11, Pertahankan Konsep Tri Hita Karana

May 13, 2025
“Bali Stroke Care”: Golden Period, Membangun Sistem di Tengah Detik yang Maut

“Bali Stroke Care”: Golden Period, Membangun Sistem di Tengah Detik yang Maut

May 8, 2025
Mosphit Skena Segera Tiba, yang Ngaku-Ngaku Anak Skena Wajib Hadir!

Mosphit Skena Segera Tiba, yang Ngaku-Ngaku Anak Skena Wajib Hadir!

May 7, 2025
Bimo Seno dan Dolog Gelar Pertandingan Tenis Lapangan di Denpasar

Bimo Seno dan Dolog Gelar Pertandingan Tenis Lapangan di Denpasar

April 27, 2025
Kebersamaan di Desa Wanagiri dalam Aksi Sosial Multisektor Paras.IDN dalam PASSION Vol.2 Bali

Kebersamaan di Desa Wanagiri dalam Aksi Sosial Multisektor Paras.IDN dalam PASSION Vol.2 Bali

April 23, 2025
Selengkapnya

FEATURE

  • All
  • Feature
  • Khas
  • Tualang
  • Persona
  • Historia
  • Milenial
  • Kuliner
  • Pop
  • Gaya
  • Pameran
  • Panggung
45 Tahun Rasa itu Tak Mati-mati: Ini Kisah Siobak Seririt Penakluk Hati
Kuliner

45 Tahun Rasa itu Tak Mati-mati: Ini Kisah Siobak Seririt Penakluk Hati

SIANG itu, langit Seririt menumpahkan rintik hujan tanpa henti. Tiba-tiba, ibu saya melontarkan keinginan yang tak terbantahkan. ”Mang, rasanya enak...

by Komang Puja Savitri
May 14, 2025
Pendekatan “Deep Learning” dalam Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila 
Khas

Pendekatan “Deep Learning” dalam Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila

PROJEK Penguatan Profil Pelajar Pancasila (P-5) di SMA Negeri 2 Kuta Selatan (Toska)  telah memasuki fase akhir, bersamaan dengan berakhirnya...

by I Nyoman Tingkat
May 12, 2025
Diskusi dan Pameran Seni dalam Peluncuran Fasilitas Black Soldier Fly di Kulidan Kitchen and Space
Pameran

Diskusi dan Pameran Seni dalam Peluncuran Fasilitas Black Soldier Fly di Kulidan Kitchen and Space

JUMLAH karya seni yang dipamerkan, tidaklah terlalu banyak. Tetapi, karya seni itu menarik pengunjung. Selain idenya unik, makna dan pesan...

by Nyoman Budarsana
May 11, 2025
Selengkapnya

FIKSI

  • All
  • Fiksi
  • Cerpen
  • Puisi
  • Dongeng
Kampusku Sarang Hantu [1]: Ruang Kuliah 13 yang Mencekam

Kampusku Sarang Hantu [15]: Memeluk Mayat di Kamar Jenazah

May 15, 2025
Puisi-puisi Hidayatul Ulum | Selasar Sebelum Selasa

Puisi-puisi Hidayatul Ulum | Selasar Sebelum Selasa

May 11, 2025
Ambulan dan Obor Api | Cerpen Sonhaji Abdullah

Ambulan dan Obor Api | Cerpen Sonhaji Abdullah

May 11, 2025
Bob & Ciko | Dongeng Masa Kini

Bob & Ciko | Dongeng Masa Kini

May 11, 2025
Selendang Putih Bertuliskan Mantra | Cerpen I Wayan Kuntara

Selendang Putih Bertuliskan Mantra | Cerpen I Wayan Kuntara

May 10, 2025
Selengkapnya

LIPUTAN KHUSUS

  • All
  • Liputan Khusus
Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan
Liputan Khusus

Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan

SEBAGAIMANA Banyuwangi di Pulau Jawa, secara geografis, letak Pulau Lombok juga cukup dekat dengan Pulau Bali, sehingga memungkinkan penduduk kedua...

by Jaswanto
February 28, 2025
Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan
Liputan Khusus

Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan

SUNGGUH kasihan. Sekelompok remaja putri dari Desa Baturiti, Kecamatan Kerambitan, Tabanan—yang tergabung dalam  Sekaa Gong Kebyar Wanita Tri Yowana Sandhi—harus...

by Made Adnyana Ole
February 13, 2025
Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti
Liputan Khusus

Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti

BULELENG-BANYUWANGI, sebagaimana umum diketahui, memiliki hubungan yang dekat-erat meski sepertinya lebih banyak terjadi secara alami, begitu saja, dinamis, tak tertulis,...

by Jaswanto
February 10, 2025
Selengkapnya

ENGLISH COLUMN

  • All
  • Essay
  • Fiction
  • Poetry
  • Features
Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

March 8, 2025
Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

November 30, 2024
The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

September 10, 2024
The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

July 21, 2024
Bali, the Island of the Gods

Bali, the Island of the Gods

May 19, 2024

TATKALA.CO adalah media umum yang dengan segala upaya memberi perhatian lebih besar kepada seni, budaya, dan kreativitas manusia dalam mengelola kehidupan di tengah-tengah alam yang begitu raya

  • Penulis
  • Tentang & Redaksi
  • Kirim Naskah
  • Pedoman Media Siber
  • Kebijakan Privasi
  • Desclaimer

Copyright © 2016-2024, tatkala.co

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis

Copyright © 2016-2024, tatkala.co