30 May 2025
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
tatkala.co
No Result
View All Result

Keindahan Lain di Nusa Penida: Toya Pakeh, Satu Desa Penduduknya Muslim

I Ketut SerawanbyI Ketut Serawan
March 26, 2020
inOpini
Keindahan Lain di Nusa Penida: Toya Pakeh, Satu Desa Penduduknya Muslim

Desa Toya Pakeh. Sumber foto:magazine.job-like.com

1k
SHARES

Pulau Nusa Penida (NP) dihuni oleh penduduk yang heterogen. Anda mungkin kurang percaya? Tidak. Ini kenyataan, lho! Selain beragama Hindu, NP juga dihuni oleh masyarakat yang beragama Islam (muslim). Bahkan, keberadaan masyarakat muslim masuk ranking 2 terbesar di NP. Kalau tidak yakin, Anda cukup masuk ke Desa Kampung Toya Pakeh. Dari 16 desa (dinas) yang ada di NP, Desa Kampung Toya Pakeh menjadi satu-satunya desa yang penduduknya beragama Islam semua. Terbayang kan sekarang!

Saya kurang tahu bagaimana histori keberadaan masyarakat muslim di NP. Sepengetahuan saya, Kampung Toya Pakeh menjadi desa (dinas) sejak lama. Waktu saya kecil (belum sekolah), saya mendapatkan kampung ini sudah menjadi sebuah desa (dinas) yang independen. Bahkan, paman dan ayah saya juga mengetahui kampung ini sudah menjadi desa dinas.

Wah, artinya Kampung Toya Pakeh sudah berusia tua, dong! Pun sudah lama memenuhi syarat administrasi sebagai sebuah desa. Hal ini menunjukkan bahwa keberadaan masyarakat muslim di NP memang terbilang sangat tua. Lalu, seberapa tuakah usianya?

Cukup sulit menjawab pertanyaan tersebut. Dari ragam versi beredar, ada yang mengaitkan eksistensi muslim di NP dengan Pelabuhan Toya Pakeh. Konon, Pelabuhan Toya Pakeh sebagai pelabuhan tua, dijadikan tempat berlabuhnya kapal laut zaman dahulu. Kapal-kapal inilah (mulanya) yang diduga membawa pendatang muslim, lalu menetap di Kampung Toya Pakeh.

Ada pula yang menghubungkan dengan masa kerajaan Klungkung. Konon, Kampung Toya Pakeh merupakan tempat silahturahmi oleh orang-orang pendatang zaman itu. Jadi, keberadaan suku bangsa yang ada di desa ini mayoritas suku Jawa, Banjarmasin, Bugis dan Bali (www.kintamani.id).

Versi lain datang dari Pusat Penelitian Arkeologi Nasional (Kemdikbud). Versi ini mungkin dianggap sebagai analisis historis yang lebih ilmiah. Dalam artikelnya yang berjudul “Jejak Islam di Pulau Nusa Penida”, Pusat Penelitian  Arkeologi Nasional mendapatkan informasi petunjuk awal (dari takmir Masjid Al-Imran, H. Syahran, usia 54 tahun) bahwa orang-orang islam awalnya tersebar di Pulau NP, kemudian pada tahun 1936 mereka disatukan di Desa Kampung Toya Pakeh agar tidak terserai berai.

Penduduk Kampung Toya Pakeh meyakini bahwa Islam masuk di NP pada tahun 1925, yang dibawa oleh orang dari Jawa bernama R. Mustafa dan R. Jumat. R. Mustafa wafat di Desa Toya Pakeh dan dimakamkan di pemakaman Muslim Kuna di desa itu. Makamnya dicungkup berukuran 3.9 x 4.95 m dengan tinggi tembok berukuran 2.35 m. Makam itu ditandai dengan jirat dan nisan (tanpa tulisan) berbentuk dan bertipologi Demak-Troloyo (arkenas.kemdikbud.go.id).

Tipologi dan morfologi inilah yang menunjukkan bahwa pertanggalan relatif berasal dari abad ke-16-17 M.  Temuan nisan bertipe Demak-troloyo tersebut menguatkan bahwa para pendatang Islam yang datang ke NP memiliki hubungan dengan muslim yang telah terlebih dahulu ada di Jawa.

Di luar cungkup makam Raden Mustafa, ditemukan dua buah nisan makam yang tidak berjirat. Nisan makam itu dibuat dari batu gamping dan diihiasi dengan sulur-suluran membentuk kala dalam stiliran inskripsi Arab yang dapat dibaca “bismillah ar-rahman ar-rahim” dan angka tahun dengan tulisan Arab “1211” H atau 1797 M.  Angka ini  merupakan petunjuk yang sangat jelas bahwa Islam telah berkembang di NP sebelum angka tahun itu. Setidaknya, pada akhir abad ke-18 Islam sudah hadir di NP.

Kampung Toleran

Meski menghimpun diri dalam satu ruang (desa), bukan berarti masyarakat Kampung Toya Pakeh ingin menutup diri, intoleran, dan tidak bisa bergaul dengan penduduk sekitarnya. Sebaliknya, masyarakat Kampung Toya Pakeh termasuk tipe muslim yang terbuka, toleran, dan relatif mudah bergaul.

Saya menduga, wadah satu desa ini semata-mata karena faktor kesadaran kelompok dan faktor persamaan nasib, kepentingan, tujuan dan ideologi. Sebuah alasan yang alamiah. Mereka tidak terlalu fanatik, tidak merasa spesial, dan tidak terlalu sensitif—layaknya Islam nusantara pada umumnya.

Ya, mungkin karena mereka tinggal lama di nusantara (NP), sehingga karakter kenusantaraannya sudah mengental menjadi kepribadian sehari-hari. Mereka memiliki sikap saling menghargai, tenggang rasa, jiwa gotong-royong, tolong-menolong, dan lain sebagainya. Bahkan, waktu saya kecil (SD), nilai-nilai kenusantaraan itu tampak begitu kental.

Misalnya, waktu saya SD (tahun 80-an) ada tradisi saling ngejot antara orang muslim (Kampung Toya pakeh) dengan orang Hindu di lingkungan saya (Kayu Buluh). Lebaran, keluarga saya mendapat jotan dari kampung muslim. Sebaliknya, Galungan giliran keluarga saya ngejotke Kampung Toya Pakeh. Tradisi ini berlangsung cukup lama, hingga saya SMP, tahun 90-an.

Sikap kenusantaraan lainnya tercermin ketika Hindu di lingkungan saya menggelar ritual agama yaitu melasti. Jika desa saya melasti, pasti harus berbondong-bondong melintasi kampung ini. Sebab,  cuma ada satu akses jalan, membelah Kampung Toya Pakeh menuju ke laut, tempat saya melasti. Kerumunan masa (melasti) yang melintas, tidak pernah mengalami komplain dari warga Kampung Toya Pakeh. Sebaliknya, mereka menonton dan menghargai proses ritual itu.

Pelabuhan Tradisional Toya Pakeh. Sumber foto: juleebrarian.com

Begitu juga ketika masyarakat Hindu menggelar upacara ngaben atau acara tari balih-balihan. Masyarakat Kampung Toya Pakeh biasa menonton dan memberikan apresiasi. Bahkan, beberapa warga muslim malah berbaur, ikut berjualan makanan. Tidak ditemukan penajaman istilah makanan halal/ haram atau sukla/ surudan. Tanpa plang itu, kedua belah pihak sudah saling memahami. Sebab, jauh sebelumnya mereka (saudara muslim-Hindu) sudah saling memahami tradisi, adat, dan keyakinan masing-masing. Keduanya saling percaya dan saling menghargai satu sama lain.

Nilai-nilai kenusantaraan itu juga tampak dalam kegiatan manusia yadnya (acara pernikahan, potong gigi, tiga bulanan), pitra yadnya (majenukan), dan lain-lainnya. Biasanya yang punya kenalan muslim, diundang untuk menghadirinya. Pun perayaan Nyepi. Mereka sangat menghargainya dengan tidak menghidupkan pengeras suara di masjid, dan termasuk tidak beraktivitas keluar batas desa. Sampai sekarang pun, saya lihat toleransi itu masih hangat terpelihara.  

Fondasi toleransi ini tentu tidak dibangun secara instan. Mungkin puluhan tahun atau berabad-abad yang lalu. Saking lamanya, sehingga sudah terjadi akulturasi antara masyarakat muslim dengan masyarakat Hindu di NP. Beberapa orang Hindu menikah dengan masyarakat muslim. Sebaliknya, sedikit orang muslim ada pula yang menikah dengan orang Hindu. Bisa jadi, fenomena akulturasi ini merupakan faktor pendorong hubungan keduanya menjadi tidak berjarak. Dalam pergaulan sehari-hari, mereka terbuka. Mau bergaul dengan siapa saja, tanpa memandang bulu. Hanya saja, kurang disentuh oleh media massa.

Kampung Strategis

Secara geografis, Kampung Toya Pakeh termasuk strategis. Kampung ini berada di pesisir pantai. Bahkan, sebelah baratnya ful berupa pantai. Sebelah utara dan timur berbatasan dengan Desa Ped dan sebelah selatan berbatasan dengan Desa Sakti.

Kampung Toya Pakeh hanya memiliki luas wilayah 0,65 km2, jumlah penduduk 544 jiwa (per tahun 2010), dan kepadatan yang mencapai 837 jiwa/ km2 (id.m.wikipedia.org). Dari 16 desa yang ada di NP, Desa Kampung Toya Pakeh termasuk desa terkecil. Saking kecilnya, Kampung Toya Pakeh hampir tidak memiliki ruang agraris (untuk bercocok tanam), kecuali ternak kambing. Ternak ini pun sifatnya sambilan. Hanya beberapa, dan jumlah yang dipelihara tidak terlalu banyak. Selain peternak, (dulu) ada beberapa sebagai petani rumput laut dan nelayan.

Pekerjaan utama mereka adalah pedagang. Lebih dari 90 %, penduduk Kampung Toya Pakeh bekerja di sektor dagang. Faktor ini pula yang menyebabkan Kampung Toya Pakeh dapat mendirikan pasar persis berada di tengah-tengah perkampungan, yang dibelah oleh jalan raya.

Pasar Kampung Toya Pakeh menjadi pusat transaksi yang sangat tua umurnya. Setahu saya, pasar ini tergolong cukup luas, terkenal, dan memegang peranan strategis setelah Pasar Mentigi (Sampalan). Pasalnya, letak pasar ini sangat strategis. Dekat Pelabuhan Kampung Toya Pakeh, Pelabuhan Dermaga Banjar Nyuh, dan dilalui jalan raya utama.

Toya Pakeh Harbour. Sumber foto: toya-pakeh-harbour.business.site

Jadi, secara operasional biayanya menjadi lebih murah. Apalagi, didukung oleh pengusaha transportasi laut yang didominasi oleh orang lokal. Hampir seratus persen, pengusaha jukung dan jangolan milik pengusaha asal Kampung Toya Pakeh. Hal ini tentu berpengaruh terhadap biaya operasional penyeberangan barang dari (atau ke) Bali daratan-NP.

Kelebihan-kelebihan itulah yang menyebabkan Pasar Kampung Toya Pakeh tetap bertahan sampai sekarang. Selain strategis, juga memiliki keunggulan nilai ekonomis sebagai desa. Jika dihubungkan dengan kemajuan pariwisata di NP sekarang, kampung ini juga memiliki nilai ekonomi yang cukup tinggi. Sebab, Pelabuhan Kampung Toya Pakeh menjadi salah pusat pelabuhan transportasi laut yaitu fast boat untuk trip wilayah barat NP.

Bahkan, perkembangan pariwisata tersebut membuat masyarakat Kampung Toya Pakeh kian mampu melebarkan sayap ekonominya. Pasalnya, beberapa warganya ada yang terjun ke dunia bisnis akomodasi, bisnis transportasi laut, guide, instruktur dan awak diving/ snorkeling, dan lain sebagainya. Artinya sekarang, generasi mereka tidak hanya mengandalkan sektor perdagangan saja. Namun, sudah bisa mengambil sektor-sektor pekerjaan yang lebih bervariasi untuk survive.

Dengan modal toleransi dan luwes, memudahkan mereka dapat menjalin relasi dengan siapa pun di NP. Hal ini menguntungkan penduduk Kampung Toya Pakeh untuk bekerja di berbagai sektor yang berkembang di NP. Sehingga,  ke depan kampung ini tetap bisa eksis dalam situasi apa pun. [T]

Tags: desadesa wisataMuslimNusa PenidaPariwisata
Previous Post

Tamu Sepi, Kapal Tak Sandar, Menulis adalah Pilihan

Next Post

Di Rumah Saja – Saatnya Anak-anak Jauh dari Makanan Jalanan

I Ketut Serawan

I Ketut Serawan

I Ketut Serawan, S.Pd. adalah guru bahasa dan sastra Indonesia di SMP Cipta Dharma Denpasar. Lahir pada tanggal 15 April 1979 di Desa Sakti, Kecamatan Nusa Penida, Kabupaten Klungkung. Pendidikan SD dan SMP di Nusa Penida., sedangkan SMA di Semarapura (SMAN 1 Semarapura, tamat tahun 1998). Kemudian, melanjutkan kuliah ke STIKP Singaraja jurusan Prodi Bahasa, Sastra Indonesia dan Daerah (selesai tahun 2003). Saat ini tinggal di Batubulan, Gianyar

Next Post
Di Rumah Saja – Saatnya Anak-anak Jauh dari Makanan Jalanan

Di Rumah Saja – Saatnya Anak-anak Jauh dari Makanan Jalanan

Please login to join discussion

ADVERTISEMENT

POPULER

  • “Muruk” dan “Nutur”, Belajar dan Diskusi ala Anak Muda Desa Munduk-Buleleng

    “Muruk” dan “Nutur”, Belajar dan Diskusi ala Anak Muda Desa Munduk-Buleleng

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Apakah Menulis Masih Relevan di Era Kecerdasan Buatan?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Hari Lahir dan Pantangan Makanannya dalam Lontar Pawetuan Jadma Ala Ayu

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Sang Hyang Eta-Eto: Memahami Kalender Hindu Bali & Baik-Buruk Hari dengan Rumusan ‘Lanus’

    23 shares
    Share 23 Tweet 0
  • Film “Mungkin Kita Perlu Waktu” Tayang 15 Mei 2025 di Bioskop

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

KRITIK & OPINI

  • All
  • Kritik & Opini
  • Esai
  • Opini
  • Ulas Buku
  • Ulas Film
  • Ulas Rupa
  • Ulas Pentas
  • Kritik Sastra
  • Kritik Seni
  • Bahasa
  • Ulas Musik

Membunyikan Luka, Menghidupkan Diri : Catatan Pameran “Gering Agung” Putu Wirantawan

by Emi Suy
May 29, 2025
0
Membunyikan Luka, Menghidupkan Diri : Catatan Pameran “Gering Agung” Putu Wirantawan

DI masa pandemi, ketika manusia menghadapi kenyataan isolasi yang menggigit dan sakit yang tak hanya fisik tapi juga psikis, banyak...

Read more

Uji Coba Vaksin, Kontroversi Agenda Depopulasi versus Kultur Egoistik Masyarakat

by Putu Arya Nugraha
May 29, 2025
0
Kecerdasan Buatan dan Masa Depan Profesi Dokter

KETIKA di daerah kita seseorang telah digigit anjing, apalagi anjing tersebut anjing liar, hal yang paling ditakutkan olehnya dan keluarganya...

Read more

Sunyi yang Melawan dan Hal-hal yang Kita Bayangkan tentang Hidup : Film “All We Imagine as Light”

by Bayu Wira Handyan
May 28, 2025
0
Sunyi yang Melawan dan Hal-hal yang Kita Bayangkan tentang Hidup : Film “All We Imagine as Light”

DI kota-kota besar, suara-suara yang keras justru sering kali menutupi yang penting. Mesin-mesin bekerja, kendaraan berseliweran, klakson bersahutan, layar-layar menyala...

Read more
Selengkapnya

BERITA

  • All
  • Berita
  • Ekonomi
  • Pariwisata
  • Pemerintahan
  • Budaya
  • Hiburan
  • Politik
  • Hukum
  • Kesehatan
  • Olahraga
  • Pendidikan
  • Pertanian
  • Lingkungan
  • Liputan Khusus
Perpres 61 Tahun 2025 Keluar, STAHN Mpu Kuturan Sah Naik Status jadi Institut

Perpres 61 Tahun 2025 Keluar, STAHN Mpu Kuturan Sah Naik Status jadi Institut

May 29, 2025
 Haul Buya Syafii Maarif : Kelas Reading Buya Syafii Gelar Malam Puisi dan Diskusi Publik

Haul Buya Syafii Maarif : Kelas Reading Buya Syafii Gelar Malam Puisi dan Diskusi Publik

May 27, 2025
911—Nomor Cantik, Semoga Nomor Keberuntungan Buleleng di Porprov Bali 2025

911—Nomor Cantik, Semoga Nomor Keberuntungan Buleleng di Porprov Bali 2025

May 21, 2025
Inilah Daftar Panjang Kusala Sastra Khatulistiwa 2025

Inilah Daftar Panjang Kusala Sastra Khatulistiwa 2025

May 17, 2025
Meningkat, Antusiasme Warga Muslim Bali Membuka Tabungan Haji di BSI Kantor Cabang Buleleng

Meningkat, Antusiasme Warga Muslim Bali Membuka Tabungan Haji di BSI Kantor Cabang Buleleng

May 16, 2025
Selengkapnya

FEATURE

  • All
  • Feature
  • Khas
  • Tualang
  • Persona
  • Historia
  • Milenial
  • Kuliner
  • Pop
  • Gaya
  • Pameran
  • Panggung
ft. moreNarra di Acara “ASMARALOKA”—Album Launch Showcase dari Arkana: “Ya, Biarkan”
Panggung

ft. moreNarra di Acara “ASMARALOKA”—Album Launch Showcase dari Arkana: “Ya, Biarkan”

MENYOAL asmara atau soal kehidupan. Ada banyak manusia tidak tertolong jiwanya-sakit akibat berharap pada sesuatu berujung kekecewaan. Tentu. Tidak sedikit...

by Sonhaji Abdullah
May 29, 2025
Sulaman Sejarah dan Alam dalam Peed Aya Duta Buleleng untuk PKB 2025
Panggung

Sulaman Sejarah dan Alam dalam Peed Aya Duta Buleleng untuk PKB 2025

LANGIT Singaraja masih menitikkan gerimis, Selasa 27 Mei 2025, ketika seniman-seniman muda itu mempersiapkan garapan seni untuk ditampilkan pada pembukaan...

by Komang Puja Savitri
May 28, 2025
Memperingati Seratus Tahun Walter Spies dengan Pameran ROOTS di ARMA Museum Ubud
Pameran

Memperingati Seratus Tahun Walter Spies dengan Pameran ROOTS di ARMA Museum Ubud

SERATUS tahun yang lalu, pelukis Jerman kelahiran Moskow, Walter Spies, mengunjungi Bali untuk pertama kalinya. Tak lama kemudian, Bali menjadi...

by Nyoman Budarsana
May 27, 2025
Selengkapnya

FIKSI

  • All
  • Fiksi
  • Cerpen
  • Puisi
  • Dongeng
Kampusku Sarang Hantu [1]: Ruang Kuliah 13 yang Mencekam

Kampusku Sarang Hantu [17]: Wanita Tua dari Jalur Kereta

May 29, 2025
Menunggu Istri | Cerpen IBW Widiasa Keniten

Menunggu Istri | Cerpen IBW Widiasa Keniten

May 25, 2025
Kampusku Sarang Hantu [1]: Ruang Kuliah 13 yang Mencekam

Kampusku Sarang Hantu [16]: Genderuwo di Pohon Besar Kampus

May 22, 2025
Puisi-puisi Sonhaji Abdullah | Adiós

Puisi-puisi Sonhaji Abdullah | Adiós

May 17, 2025
Kampusku Sarang Hantu [1]: Ruang Kuliah 13 yang Mencekam

Kampusku Sarang Hantu [15]: Memeluk Mayat di Kamar Jenazah

May 15, 2025
Selengkapnya

LIPUTAN KHUSUS

  • All
  • Liputan Khusus
Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan
Liputan Khusus

Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan

SEBAGAIMANA Banyuwangi di Pulau Jawa, secara geografis, letak Pulau Lombok juga cukup dekat dengan Pulau Bali, sehingga memungkinkan penduduk kedua...

by Jaswanto
February 28, 2025
Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan
Liputan Khusus

Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan

SUNGGUH kasihan. Sekelompok remaja putri dari Desa Baturiti, Kecamatan Kerambitan, Tabanan—yang tergabung dalam  Sekaa Gong Kebyar Wanita Tri Yowana Sandhi—harus...

by Made Adnyana Ole
February 13, 2025
Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti
Liputan Khusus

Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti

BULELENG-BANYUWANGI, sebagaimana umum diketahui, memiliki hubungan yang dekat-erat meski sepertinya lebih banyak terjadi secara alami, begitu saja, dinamis, tak tertulis,...

by Jaswanto
February 10, 2025
Selengkapnya

ENGLISH COLUMN

  • All
  • Essay
  • Fiction
  • Poetry
  • Features
Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

March 8, 2025
Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

November 30, 2024
The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

September 10, 2024
The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

July 21, 2024
Bali, the Island of the Gods

Bali, the Island of the Gods

May 19, 2024

TATKALA.CO adalah media umum yang dengan segala upaya memberi perhatian lebih besar kepada seni, budaya, dan kreativitas manusia dalam mengelola kehidupan di tengah-tengah alam yang begitu raya

  • Penulis
  • Tentang & Redaksi
  • Kirim Naskah
  • Pedoman Media Siber
  • Kebijakan Privasi
  • Desclaimer

Copyright © 2016-2024, tatkala.co

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis

Copyright © 2016-2024, tatkala.co