Lagu itu terus menggema. Lagu itu terus saya putar berulang-ulang.
Sekadi widyadari nyekala,
adi stata dadi hayalan,
nanging adi ba ngelah tunangan sugih…
Saya menemukannya secara tak sengaja, atau lebih tepatnya muncul begitu saja di beranda akun Youtube saya. Mungkin direkomendasikan Youtube karena belakangan saya sering mendengar lagu pop Bali lawas.
Beli makita nyumunin,
tresna ane pegat ipidan,
nanging tresnan adi ba anyudang arta brana…
Lagu ini adalah lagu lama. Jika tidak salah sekitar tahun 2003 lalu, ketika saya (mungkin) masih kelas IV SD. Saya hafal liriknya, karena saya sering mendengarkan lagu itu lewat radio 2 band di rumah dan saya memang menyukainya. Saat itu di rumah tak ada TV, hanya radio, selebihnya saya bermain dengan teman-teman.
Tresna, tresnan beline mamesik
sayang, ne sanget sayangang beli
rindu, rindu ngantos mati….
Terus terang saja, saya tak mengerti banyak tentang musik. Saya hanya menikmatinya, menyanyikannya. Namun, setelah beberapakali saya memutarnya, meresapi lirik-liriknya, kenangan-kenangan masa lalu saya muncul. Dada saya seketika sesak. Saya mematikan lagu ini dan memutuskan untuk menulis.
Saya terkenang kehidupan-kehidupan saya pada masa itu. Memang, saat mengingat masa lalu, saya selalu merasa sesak. Saya ingin kembali ke masa itu. Saya rasa beberapa orang pasti merasakan hal yang sama dengan apa yang saya rasakan. Dan saya menyebut perasaan saya ini sebagai halu masa lalu (entah istilah ini benar atau tidak).
Tresna, tresnan beline mamesik,
sayang, ne sanget sayangang beli
rindu, rindu ngantos mati
tekening adi…
Ini lagu cinta. Namun kenangan yang saya ingat bukan tentang cinta. Terus terang saja, sebagai bocah kecil waktu itu, saya belum mengenal cinta, tak tahu apa itu cinta, walaupun saya hafal beberapa lirik lagu tentang cinta. Bagi saya, setiap lagu yang saya sukai, selalu membawa kenangan tersendiri dan kenangan itu tak mesti sama atau seirama dengan lirik pada lagu.
Seperti juga lagu ini, Tresna Sayang Rindu yang dipopulerkan Nirwana Band yang membawa kenangan-kenangan. Kenangan yang tentunya sangat sederhana, bukan kenangan yang wah yang akan membuat orang terngaga dan berseru; waooo amazing.
Saya mengingat dapur saya yang waktu itu masih bertembok tanah dengan atap daun kelapa. Di dalam dapur, ada ibu mengulek sambel, atau memotong aneka sayuran saat pagi. Lalu dari celah-celah atap dapur ada berkas cahaya matahari pagi yang lurus bagaikan sinar laser. Ah, saya menyukainya.
Lalu saya terkenang jalan di dekat rumah saya yang membelah sungai yang saat ini sudah dibangun jembatan. Ketika itu, saat akan ke pusat desa, saya dan kami yang tinggal di seberang sungai pasti lewat jalan itu, karena jalan itulah satu-satunya akses paling dekat dari rumah menuju ke pusat desa. Dari seberang sisi barat sungai saya menuruni bebatuan yang tersusun rapi dengan posisi agak miring. Entah siapa yang menyusunnya, karena sejak saya tahu alam sekitar, batu-batu itu memang telah tersusun seperti adanya. Selanjutnya, dari sungai saya menaiki undakan batu yang juga tersusun rapi dengan sedikit berkelok.
Sementara di atas kepala rimbun oleh daun-daun pohon karena di sisi kiri dan kanan jalan tumbuh pohon klampuak, kikian, tapis-tapis, gatep, bambu, majagau, badung, mangga, dan beberapa tumbuhan lainnya. Juga bebatuan yang berukuran besar bisa saya jumpai di sepanjang perjalanan melewati sungai ini. Saat berhasil melewati sungai, utamanya saat pagi hari, saya seperti masuk ke dunia baru, di mana cahaya matahari yang ditimpali hijau deduanan bagi saya terlihat sangat eksotis dan di depan sana saya seperti melihat sesuatu yang bisa membawa ke tempat yang tak terpikirkan.
Namun, jika hujan lebat turun dan membuat air sungai membesar, tentu saya dan kami tak akan bisa lewat. Bahkan kerap saat pulang sekolah, kami harus menunggu air ini agak surut agar bisa pulang ke rumah. Atau kami harus berlarian dari sekolah menerobos derasnya hujan agar air tak keburu besar.
Itu hanya segelintir kenangan yang dihadirkan kembali oleh lagu Tresna Sayang Rindu ini. Kalian pasti bertanya-tanya, apa hubungannya lagu Tresna Sayang Rindu dengan kenangan dapur bertembok tanah atau jalan dekat rumah yang membelah sungai.
Sekadi widyadari nyekala,
adi stata dadi hayalan,
nanging adi ba ngelah tunangan sugih…
Lagu yang sama pun kembali menggema setelah tulisan ini saya selesaikan.