Setelah dikenal banyak orang, lalu untuk apa kita berteater lagi?
Apa benar teater membuatmu lebih peka, nyatanya kamu garap pementasan semalam suntuk, lalu sakit berulang kali pula! Untuk apa berteater ?
Nulis proposal cari dana ke lembaga besar, lalu kalau tidak ada dana, apa tetap berteater ?
Dapat suntikan dana dari pemerintah, lalu dibilanglah memihak , sebagai kaum oportunistik kepemimpinan !
Eh bener mau garapan, uang untuk beli rokok, makan, kopi, masih ada nggak bulan ini?
Dan masih banyak pertanyaan-pernyataan, keraguan-keraguan lainnya yang membayangi saya dalam berproses di Teater Kalangan sepanjang tahun 2019. Hal-hal itu muncul dari pengalaman tahun sebelumnya atas pergulatan saya di dunia teater yang tegang sekaligus sunyi ini.
Namun di satu sisi ada beberapa orang atau kelompok yang menjadi patron sekaligus penyemangat dalam pengembaraan saya, sebut saja Ibed Surgana Yuga sutradara dari Kalanari Theater Movement. Tahun 2019 saya cukup intens bertemu dengan Bli Ibed karena ada produksi pementasan bersama. Ia yang lebih banyak diam dan sibuk di depan laptopnya mungkin bisa saya sebut tokoh muda teater hari ini di Indonesia, yang masih berjuang dalam ideologi-ideologi aminanya yang entah sampai di mana dan sampai kapan. Kemudian jika agak luang bli Ibed akan bercerita banyak hal tentang pengalamannya berteater, kepenulisan naskah, hingga memberi refrensi-refrensi pementasan teater di kanal youtube.
“Orang teater itu tidak akan pernah kaya, lah kamu-kamu aja masih bekerja diluar untuk menghidupi teatermu toh” kelakarnya suatu ketika saat bercanda di halaman belakang Canasta Creative Space bersama kawan-kawan lainnya.
Saya benar-benar memikirkan kata-kata bli Ibed. Sampai kapan saya dan kawan-kawan berdarah-darah seperti ini, atau jangan-jangan teater tidak ada gunanya, hanya kejaran eksistensi di atas panggung dan menerima tepuk tangan megah para penonton. Tapi toh kawan-kawan saya senang-senang saja dan tidak masalah waktu istirahat malamnya harus dikorbankan untuk latihan berjam-jam dan berpeluh keringat, lalu diskusi ide-ide, ngobrolin pementasan orang-orang. Sungguh aneh.
“Siapa sih yang mau menonton Teater Kalangan, nonton saja harus mikir, pementasannya penuh simbol, penuh interpretasi terbuka begitu, mending ke bioskop, atau nonton pementasan komedi” ujar seorang kawan saat ngopi bersama di kedai kopi di Denpasar
Saya pun masih meraba jawaban atas pertanyaan kawan saya ini, mungkin saat teman-teman membaca tulisan saya ini, saya belum menemukan jawabannya atau mungkin tidak sama sekali. Apakah mereka yang datang benar-benar menikmati pementasan kami selama ini ? Saya tidak pernah menanyakan ini secara langsung kepada penonton usai pentas. Satu dua orang pasti ada yang mengontak lewat pesan whatsapp mengutarakan apresiasinya baik ataupun buruk sekalipun. Saya berterimakasih sekali pada penonton-penonton tersebut.
Lalu apakah bisa yah, Teater Kalangan ini menjaring lebih banyak penonton, bagaimana caranya? Kalau penonton banyak, pementasan bisa memakai sistem ticketing. Waaaah, sudah barang tentu ada hibah pembagian hasil, bisa beli rokok lah minimal. Tapi sepertinya angan-angan masih jauh.
Akhirnya saya lelah, atas pertanyaan saya sendiri, atas sindiran orang-orang, atas persepsi persepsi liar di luar sana. saya memutuskan tidak berkarya dulu di tubuh Teater Kalangan, saya tidak mengambil nomor produksi pementasan, 7 bulan terakhir di tahun 2019. Saya ingin berjarak, saya ingin berproduksi di tempat lain, lahirlah Kacak Kicak Puppet Theater, teater boneka yang saya inisiasi bersama kawan-kawan di luar Teater Kalangan. Meskipun jika kekurangan orang masih minta bantuan pemain ke Teater Kalangan.
Keberjarakan ini ternyata suatu upaya menisbikan diri, memulangkan diri pada awal mula, dan menanyakan ulang hal-hal yang saya tuliskan di atas. Semacam bercermin lalu menatap mata sendiri lebih dalam, hingga menemukan wajah kita di bulatan mata itu. begitulah sebuah perjalanan ketika sudah jauh, harus dipertanyakan kembali untuk apa perjalanan tersebut dilakukan, bentuk menjaga kesadaran agar tidak berlebihan dan melampaui.
Apa yang dihasilkan sebuah perjalanan
adalah sebuah ketiadaan
kita seolah mendalihkan takdir
demi nasib baik atau buruk sekalipun
Potongan puisi saya yang belum selesai atas perjalanan bersama Teater Kalangan ini semacam pertanyaan ulang yang saya jelaskan di atas.akhirnya kami pun sepakat untuk tidak memproduksi karya 7 bulan terakhir di Teater Kalangan, hanya sesekali pentas karena harus pentas dan mempertimbangan jalinan pertemanan yang telah lama. Apa yang saya lakuan dalam 7 bulan itu ? Saya tidak berhenti berkesenian, malah menjadi kutu loncat ke sana kemari, membantu sejumlah pertunjukan, menggarap pementasan teater boneka bersama Kacak Kicak Puppet Theater, datang ke acara seni yang beredar di Denpasar. Mungkin segala yang saya dapatkan di luar kemudian saya diskusikan di Teater Kalangan, untuk mencari formulasi kelompok berkelanjutan.
Aaaiiiiiih……Saya jadi ingat ketika tamat SMA melanjutkan studi di Surabaya, sewaktu kuliah saya jarang pulang ke Bali. Ketika libur semester pun saya habiskan di Surabaya, atau ke beberapa daerah di Jawa, sembari secara langsung atau tidak langsung mambaca Bali dari kejauhan dari kacamata yang berbeda, kemudian menelaahnyamenjadi pernyataan dan pertanyaan yang kadang saya sendiri tidak mampu menjawabnya.
Selama 7 bulan terakhir setiap anggota Teater Kalangan pun tengah mencari jalannya masing-masing, ada yang ikut produksi dengan kelompok lain, ada yang sibuk bekerja mencari dirinya diantara deadline kerjaan, ada yang tengah asik menonton pementasan lalu menulisnya, bahkan ada yang mencari dirinya diantara kesunyian kampung diantara deretan tafsir mimpi dan rumusan angka-angka. Setiap orang sedang berlatih di luar rumah, lalu untuk bertemu lagi membawa ceritanya masing-masing. Waaaaaah saya jadi ingat adegan film One Piece saat sang kapten Mugiwara No Luffy memerintahkan seluruh krunya untuk berpisah selama dua tahun untuk berlatih masing-masing. Semua awak kapal menuruti perintahnya.
Mungkin saja pengandaiannya seperti itu kali yah.Nah pang serem gen dik.
Di tahun 2020, tepatnya bulan Februari semua kru berkumpul kembali, kami sedang menggarap satu pementasan yang cukup mendebarkan. Mari pantengin saja IG story Teater Kalangan. Prok Prok akan jadi apaaaaaa? [T]