“Wahai prajuritku semuanya, bersiap-siaplah, kita akan berperang. Kita akan menyerbu mereka dan kita hancurkan mereka. Kita gempur habis-habisan hahahahaha…,” kata saya dengan suara menggebu-gebu dan bersemangat.
Saya berdiri dengan gagah di atas tunas pohon kelapa yang sudah dipotong. Menggunakan sayap layaknya Superman dan sedikit berkibar-kibar saat diterpa angin. Sayap itu terbuat dari handuk yang biasa digunakan mengelap badan selesai mandi yang salah satu ujungnya diikatkan di leher. Tangan kiri saya juga memegang tongkat yang terbuat dari dahan pohon kopi. Tak lupa, di kepala juga melingkar mahkota yang terbuat dari janur.
Usai memberi komando untuk menyerbu musuh, saya melompat dari atas tunas pohon kelapa itu. Saya merasa diri saya seolah-olah terbang saat melompat. Lalu berlari menerjang dengan garang. Menendang, memukul, memutar tongkat untuk mengalahkan musuh. Satu anak pohon pisang koyak saya hajar.
Tubuh saya basah oleh keringat, tempo nafas saya semakin cepat, saya kelelahan. Dan setelahnya orang tua saya marah saat mendapati anak pohon pisangnya koyak.
Ketika itu, jutaan orang bahkan tidak menyadari jika saya adalah seorang raja yang gagah berani dan mampu memimpin prajurit dengan baik. Walaupun sebenarnya saya bermain raja-rajaan, namun tetap saja, teman sepermainan saya akan menganggap saya sebagai raja, layaknya raja betulan. Bahkan dia berlutut, menyembah sambil memanggil saya dengan sebutan baginda raja. Namun, tak selamanya saya dapat peran sebagai raja. Kadang saya menjadi prajurit yang harus menyembah teman saya yang mendapat giliran sebagai raja.
Biasanya kami melakukan permainan raja-rajaan ini usai menonton serial kolosal di televisi, semisal Angling Dharma ataupun Misteri Gunung Merapi. Pada waktu itu, sebelum sensor merajalela, tayangan serial tersebut mampu menyihir kami yang masih kanak-kanak dan kami selalu menirukannya dalam sebuah permainan.
Bagi kami, menirukan tayangan itu dengan baik dan semirip-miripnya adalah sebuah kebahagiaan. Sejenak kami akan melupakan pelajaran di sekolah, PR yang diberikan guru, kejadian saat dimarahi guru karena tak bisa menjawab pertanyaan di papan tulis, atau dihukum berdiri di depan kelas karena tak membuat PR.
Tapi sayang waktu begitu cepat berlalu. Masa keemasan kami menjadi raja perlahan memudar seiring usia kami yang bertambah. Disadari atau tidak kerajaan kami runtuh secara perlahan karena takhtanya tak ada yang melanjutkan. Dan kini yang tersisa hanyalah kenangan, bahwa dulu saya pernah menjadi raja. Sekali lagi, jutaan orang bahkan tidak menyadari jika dulu saya pernah menjadi raja.
Seiring perkembangan jaman dan sensor yang semakin merajalela, permainan raja-rajaan ini semakin ditinggalkan. Kata orang-orang banyak, anak-anak kini sibuk memainkan gawai yang bahkan lebih canggih dari sekadar peran sebagai raja. Mereka bahkan terlihat lebih suntuk menikmati gawai tanpa harus merasa kelelahan. Hingga anak-anak tak lagi dimarahi oleh orang tuanya karena membuat anak pohon pisang menjadi koyak.
Di saat anak-anak tak menyukai permainan raja-rajaan, ternyata kini permainan itu diteruskan oleh orang-orang dewasa. Mereka bahkan bermain raja-rajaan dengan lebih serius daripada kami sewaktu kanak-kanak. Terus terang, kami kalah jauh pada semua hal.
Berdiri gagah dengan busana mentereng layaknya raja betulan yang dilengkapi dengan lencana-lencana, memiliki istana, punya penasehat, dan bahkan memiliki banyak prajurit yang juga berseragam. Di hari pentasbihannya pun dirayakan dengan kegiatan yang meriah. Sungguh permainan raja-rajaan yang sungguh-sungguh.
Tentu saja saya merasa minder, karena dulu kami tak memiliki busana sementereng itu dan juga istana termasuk singgasana. Kami hanya punya prajurit dan itupun tidak banyak, paling banyak tiga orang.
Walaupun merasa minder, namun saya tetap merasa senang dan bersyukur. Di saat permainan masa kecil kami tak lagi diteruskan oleh anak-anak sekarang, saya merasa beruntung karena ada orang dewasa yang mau melestarikannya. Melestarikan permainan anak-anak yang hampir punah adalah hal yang mulia. Maka sudah sepatutnyalah hal ini mendapat apresiasi. Saya berharap, suatu saat nanti ada penghargaan untuk mereka yang paling mampu memerankan raja dengan sangat baik. [T]