31 May 2025
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
tatkala.co
No Result
View All Result

Sesajen untuk Pekak – [Refleksi Tahun Baru 2020]

Mas RuscitadewibyMas Ruscitadewi
January 2, 2020
inEsai
Sesajen untuk Pekak – [Refleksi Tahun Baru 2020]

Ilustrasi Foto: Widnyana Sudibya

20
SHARES

Setiap hari raya, setiap menghaturkan sesajen, keluarga kami selalu menghaturkan satu sesajen di lantai Bale Dangin. Sesajen itu diperuntukan bagi Pakek (kakek), yang berbeda dengan keluarga kami yang sudah meninggal yang sesajennya diletakan di atas balai Bale Dangin dan dengan tatakan dulang.

Sebagai anak perempuan paling kecil dalam keluarga, sayalah yang merasakan paling sering dibebankan untuk mabanten. Ada gejolak protes dalam dada yang selalu saya rasakan.  Beberapa protes yang meluncur sebagai pertanyaan tak pernah mendapatkan jawaban yang memuaskan saat ditanyakan kepada ibu, bapak,  bibi,  nenek,  kakek, maupun ketiga kakak saya. “Kenapa saya yang harus mebanten? ”  Pertanyaan itu dengan spontan dijawab oleh kakak-kakak saya. 

“Karena kamu anak perempuan terkecil, ” kata mereka serentak.

“Karena kamu belum datang bulan, “tambah kedua kakak perempuan saya. 

Kedua jawab itu tak pernah memuaskan saya,  apalagi kemudian setelah saya beranjak remaja dan dewasa,  tugas mabanten tetap dibebankan kepada saya.  Tapi saya berusaha membuat jawaban sendiri untuk sekadar memuaskan  pertanyaan  bahwa mungkin dulu kakak-kakak sayalah yang bertugas mabanten secara berurutan dari yang paling besar sebelum saya lahir. 

Oke,  saya masih bisa merasa puas dengan pertanyaan dan jawaban yang saya produksi sendiri.  Tapi pertanyaan selanjutnya tentang ” kenapa harus mabanten” tak pernah sekalipun saya dapatkan jawaban yang memuaskan,  bahkan sampai usia dewasa dan menua. Tak pernah saya mendapatkan jawaban yang memuaskan,  juga dari diri sendiri.

Pertanyaan ketiga adalah pertanyaan yang melahirkan  pertanyaan-pertanyaan berikutnya,  yang makin panjang dan panjang,  yang seringkali membuat saya tersesat dalam rimba raya,  dalam samudra ketidaktahuan yang luas,  dalam,  dingin dan bergelombang. 

“Siapa Pekak itu,  kenapa harus diberi sesajian,  kenapa harus di lantai,  apa bedanya dengan  yang sudah meninggal lainnya,  kenapa sisa sesajennya tak bisa dimakan,  apakah roh itu berbeda,  kenapa sesajen harus dibedakan? ”  Dan banyak pertanyaan-pertanyaan lain yang menguntit dan mengikuti perkembangan usia saya,  pergaulan,  dan pelajaran demi pelajaran yang saya terima.  Mungkin tanpa sadar,  saya terobsesi dengan pertanyaan-pertanyaan masa kecil,  tentang  mabanten, banten,  dan perbedaan-perbedaannya. 

Saya ingat betul suatu ketika saat ada upacara memukur,  kakek dengan bangga mengajak saya memperhatikan puspalingga-puspalingga dari masing-masing roh orang-orang yang sudah meninggal yang akan diupacarai.

“Itu puspalinggga nenekmu yang paling depan,  di sebelah kiri,  dan di depan kanan adalah bibiku, ” kata Kakek bangga.  Saya memandang heran pada kebanggan kakek yang menyebut di depan,  yang membedakan kiri dan kanan untuk laki dan perempuan.

“Kenapa ada perbedaan depan belakang,  kiri dan kanan untuk roh? ” tanya saya polos.  Kakek diam,  tak berkata apa-apa lagi,  tak menunjukan apa-apa lagi sampai acara berakhir.  Saya pikir kakek mungkin marah pada saya,  tetapi saya juga tak merasa ada yang salah dengan pertanyaan saya.  Pertanyaan anak kecil yang ingin tahu,  yang masih saya ingat sampai sekarang,  sambil senyum-senyum dikulum. 

Mungkin pertanyaan-pertanyaan dan kelakuan-kelakuan saya di masa kecil sangat merepotkan  keluarga dan lingkungan saya.  Mungkin itu sebabnya diam-diam ibu saya bertanya pada orang-orang pintar,  tentang saya dan syukurnya para balian itu kompak mengatakan saya baik-baik saja,  dan tak memerlukan upacara ruwatan yang memerlukan biaya besar. 

Tentang sesajen untuk Pekak itu akhirnya saya mendapatkan jawaban awal,  yang menjadi dasar pertanyaan dan pencarian jawaban-jawaban selanjutnya. 

“Pekak itu adalah seorang abdi kesayangan leluhur kita,  saking sayangnya leluhur kita padanya,  membuat banyak yang iri. Suatu hari, abdi kesayangan itu mengambil galah untuk mencari bunga cempaka yang setiap hari dilakukannya.  Galah itu ada di sisi gedong,  tempat tidur permaisuri. Pengambilan galah di sisi gedong itulah yang dilaporkan  kepada raja oleh orang yang iri. Abdi itu dikatakan telah berselingkuh dengan permaisuri.  Raja membunuh abdi kesayangan itu, tanpa mendengar penjelasan permaisuri yang sedih.  Tapi nasi sudah menjadi bubur,  abdi itu sudah meninggal.  Keluarga kita dikutuk oleh orang tua si abdi, selama tujuh turunan para lelaki di puri ini tak akan ada yang beres dan perempuannya akan selalu didera kesedihan, ” Ibu menangis menceritakannya.  Ibu seperti menemukan alasan pembenar atas kesedihan-kesedihannya selama ini. Ibu sama sekali tak menyalahkan bapak,  paman,  bibi,  kakak ataupun yang lain-lain atas ketidakadilan yang menimpa ibu selama ini.

Ingin sekali saya menyeka air mata ibu. Tapi saya tahu itu tak akan mampu menghilangkan beban kutukan masa lalu yang dipercayainya. Yang bisa saya lakukan adalah dengan setia dan penuh rasa hormat menghaturkan sesajen pada Pekak dengan semangat dan keriangan yang berbeda. Saya juga mengubah kebiasaan menghaturkan sesajen di lantai untuk Pekak. Sejak itu  saya samakan tempatnya dengan leluhur yang lain dan saya nikmati sisa sesajennya.

Tak ada yang protes dengan apa yang saya lakukan, karena semua saya lakukan sendiri dengan keyakinan sendiri pula. Bagi saya roh Pekak abdi itu suci,  mungkin jauh lebih suci dari beberapa leluhur yang telah diaben dengan upacara besar. Secara tidak langsung Pekak abdi itu telah mengajarkan saya tentang kesucian roh seseorang yang tidak terkait dengan status sosialnya di dalam masyarakat.

Tentang menghaturkan sesajen yang banyak dan beraneka ragam, sungguh sampai saat ini masih tidak saya pahami betul. Atau boleh dikatakan saya belum menemukan  jawaban yang benar-benar memuaskan pertanyaan-pertanyaan yang muncul tenggelam dalam benak saya. Walaupun begitu saya, tetap menghaturkan sesajen dengan bersemangat dan riang, dengan tujuan untuk menyenangkan ibu, keluarga, famili dan terutama pembantu saya yang membuatkan sesaji dengan semangat dan penuh rasa tanggungjawab.  Hanya sedikit hal yang dapat saya petik dari rutinitas dan ketulusan saya menghaturkan sesaji selama berpuluh tahun,  yaitu saya terlatih untuk berkonsentrasi,  bersikap tulus dan terbiasa meyakini kekuatan semesta yang maha dasyat. Saya sungguh-sungguh merasa sangat beruntung karena kewajiban menghaturkan sesaji yang saya lakukan sejak kecil tanpa saya sadari telah berbuah, hasilnya yang berlimpah bisa saya petik saat ini.

Saya juga merasa beruntung diberikan cerita tentang Pekak, abdi tanpa dosa yang dibunuh leluhur saya itu, yang telah memancing pertanyaan-pertanyaan seputar roh dan persamaan mahluk yang walau tertatih saya coba terapkan. Belakangan saya paham,  mungkin karena rasa bersalah yang besar,  leluhur saya membuat pertapaan di kampung atau rumah Pekak abdi tersebut,  yang dalam waktu selanjutnya justru memberikan kekuatan pada leluhur saya untuk mengalahkan kerajaan-kerajaan lain dan menperluas kekuasaan. 

Leluhur saya sudah bersalah pada Pekak abdi itu. Kesalahan bisa menimpa siapa saja, tetapi menyadari kesalahan dan berusaha memperbaikilah yang harus selalu diusahakan. Mungkin tak akan menghasilkan sesuatu yang hebat, tapi paling tidak kita telah mengakui kesalahan, itu artinya kita berusaha menerima diri kita, baik dan buruknya. Ini adalah modal kita untuk melangkah, memasuki masa depan. Selamat Tahun Baru 2020. [T]

Tags: sesajentahun baruupacara
Previous Post

Menanti Kritik yang Lebih Tajam – Catatan Pameran Seni Rupa Mahasiswa Undiksha

Next Post

Pameran Anala Collective “Illegal Trade” – Kecenderungan Berbeda dalam Membangun Kesenian di Bali

Mas Ruscitadewi

Mas Ruscitadewi

Sastrawan, dramawan, pecinta anak-anak. Penggagas berbagai acara seni-budaya di Denpasar termasuk Bali Mandara Nawanatya yang digelar pada setiap akhir pecan selama setahun.

Next Post
Pameran Anala Collective “Illegal Trade” – Kecenderungan Berbeda dalam Membangun Kesenian di Bali

Pameran Anala Collective “Illegal Trade” - Kecenderungan Berbeda dalam Membangun Kesenian di Bali

Please login to join discussion

ADVERTISEMENT

POPULER

  • “Muruk” dan “Nutur”, Belajar dan Diskusi ala Anak Muda Desa Munduk-Buleleng

    “Muruk” dan “Nutur”, Belajar dan Diskusi ala Anak Muda Desa Munduk-Buleleng

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Sang Hyang Eta-Eto: Memahami Kalender Hindu Bali & Baik-Buruk Hari dengan Rumusan ‘Lanus’

    23 shares
    Share 23 Tweet 0
  • Hari Lahir dan Pantangan Makanannya dalam Lontar Pawetuan Jadma Ala Ayu

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Film “Mungkin Kita Perlu Waktu” Tayang 15 Mei 2025 di Bioskop

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Tulak Tunggul Kembali ke Jantung Imajinasi

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

KRITIK & OPINI

  • All
  • Kritik & Opini
  • Esai
  • Opini
  • Ulas Buku
  • Ulas Film
  • Ulas Rupa
  • Ulas Pentas
  • Kritik Sastra
  • Kritik Seni
  • Bahasa
  • Ulas Musik

Tembakau, Kian Dilarang Kian Memukau

by Petrus Imam Prawoto Jati
May 31, 2025
0
Refleksi Semangat Juang Bung Tomo dan Kepemimpinan Masa Kini

PARA pembaca yang budiman, tanggal 31 Mei adalah Hari Tanpa Tembakau Sedunia. Tujuan utama dari peringatan ini adalah untuk meningkatkan...

Read more

Melahirkan Guru, Melahirkan Peradaban: Catatan di Masa Kolonial

by Pandu Adithama Wisnuputra
May 30, 2025
0
Mengemas Masa Silam: Tantangan Pembelajaran Sejarah bagi Generasi Muda

Prolog Melalui pendidikan, seseorang berkesempatan untuk mengembangkan kompetensi dirinya. Pendidikan menjadi sarana untuk mendapatkan pengetahuan sekaligus mengasah keterampilan bahkan sikap...

Read more

Menjawab Stigmatisasi Masa Aksi Kurang Baca

by Mansurni Abadi
May 30, 2025
0
Bersama dalam Fitri dan Nyepi: Romansa Toleransi di Tengah Problematika Bangsa

SEBELUM memulai pembahasan lebih jauh, marilah kita sejenak mencurahkan doa sembari mengenang kembali rangkaian kebiadaban yang terjadi pada masa-masa Reformasi,...

Read more
Selengkapnya

BERITA

  • All
  • Berita
  • Ekonomi
  • Pariwisata
  • Pemerintahan
  • Budaya
  • Hiburan
  • Politik
  • Hukum
  • Kesehatan
  • Olahraga
  • Pendidikan
  • Pertanian
  • Lingkungan
  • Liputan Khusus
Perpres 61 Tahun 2025 Keluar, STAHN Mpu Kuturan Sah Naik Status jadi Institut

Perpres 61 Tahun 2025 Keluar, STAHN Mpu Kuturan Sah Naik Status jadi Institut

May 29, 2025
 Haul Buya Syafii Maarif : Kelas Reading Buya Syafii Gelar Malam Puisi dan Diskusi Publik

Haul Buya Syafii Maarif : Kelas Reading Buya Syafii Gelar Malam Puisi dan Diskusi Publik

May 27, 2025
911—Nomor Cantik, Semoga Nomor Keberuntungan Buleleng di Porprov Bali 2025

911—Nomor Cantik, Semoga Nomor Keberuntungan Buleleng di Porprov Bali 2025

May 21, 2025
Inilah Daftar Panjang Kusala Sastra Khatulistiwa 2025

Inilah Daftar Panjang Kusala Sastra Khatulistiwa 2025

May 17, 2025
Meningkat, Antusiasme Warga Muslim Bali Membuka Tabungan Haji di BSI Kantor Cabang Buleleng

Meningkat, Antusiasme Warga Muslim Bali Membuka Tabungan Haji di BSI Kantor Cabang Buleleng

May 16, 2025
Selengkapnya

FEATURE

  • All
  • Feature
  • Khas
  • Tualang
  • Persona
  • Historia
  • Milenial
  • Kuliner
  • Pop
  • Gaya
  • Pameran
  • Panggung
Perayaan Penuh Kelezatan di Ubud Food Festival 2025
Panggung

Perayaan Penuh Kelezatan di Ubud Food Festival 2025

MEMASUKI tahun ke-10 penyelenggaraannya, Ubud Food Festival (UFF) 2025 kembali hadir dengan semarak yang lebih kaya dari sebelumnya. Perayaan kuliner...

by Dede Putra Wiguna
May 31, 2025
ft. moreNarra di Acara “ASMARALOKA”—Album Launch Showcase dari Arkana: “Ya, Biarkan”
Panggung

ft. moreNarra di Acara “ASMARALOKA”—Album Launch Showcase dari Arkana: “Ya, Biarkan”

MENYOAL asmara atau soal kehidupan. Ada banyak manusia tidak tertolong jiwanya-sakit akibat berharap pada sesuatu berujung kekecewaan. Tentu. Tidak sedikit...

by Sonhaji Abdullah
May 29, 2025
Sulaman Sejarah dan Alam dalam Peed Aya Duta Buleleng untuk PKB 2025
Panggung

Sulaman Sejarah dan Alam dalam Peed Aya Duta Buleleng untuk PKB 2025

LANGIT Singaraja masih menitikkan gerimis, Selasa 27 Mei 2025, ketika seniman-seniman muda itu mempersiapkan garapan seni untuk ditampilkan pada pembukaan...

by Komang Puja Savitri
May 28, 2025
Selengkapnya

FIKSI

  • All
  • Fiksi
  • Cerpen
  • Puisi
  • Dongeng
Lengkingan Gagak Hitam | Cerpen Mas Ruscitadewi

Lengkingan Gagak Hitam | Cerpen Mas Ruscitadewi

May 31, 2025
Puisi-puisi Eddy Pranata PNP | Stasiun, Lorong, Diam

Puisi-puisi Eddy Pranata PNP | Stasiun, Lorong, Diam

May 31, 2025
Kampusku Sarang Hantu [1]: Ruang Kuliah 13 yang Mencekam

Kampusku Sarang Hantu [17]: Wanita Tua dari Jalur Kereta

May 29, 2025
Menunggu Istri | Cerpen IBW Widiasa Keniten

Menunggu Istri | Cerpen IBW Widiasa Keniten

May 25, 2025
Kampusku Sarang Hantu [1]: Ruang Kuliah 13 yang Mencekam

Kampusku Sarang Hantu [16]: Genderuwo di Pohon Besar Kampus

May 22, 2025
Selengkapnya

LIPUTAN KHUSUS

  • All
  • Liputan Khusus
Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan
Liputan Khusus

Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan

SEBAGAIMANA Banyuwangi di Pulau Jawa, secara geografis, letak Pulau Lombok juga cukup dekat dengan Pulau Bali, sehingga memungkinkan penduduk kedua...

by Jaswanto
February 28, 2025
Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan
Liputan Khusus

Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan

SUNGGUH kasihan. Sekelompok remaja putri dari Desa Baturiti, Kecamatan Kerambitan, Tabanan—yang tergabung dalam  Sekaa Gong Kebyar Wanita Tri Yowana Sandhi—harus...

by Made Adnyana Ole
February 13, 2025
Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti
Liputan Khusus

Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti

BULELENG-BANYUWANGI, sebagaimana umum diketahui, memiliki hubungan yang dekat-erat meski sepertinya lebih banyak terjadi secara alami, begitu saja, dinamis, tak tertulis,...

by Jaswanto
February 10, 2025
Selengkapnya

ENGLISH COLUMN

  • All
  • Essay
  • Fiction
  • Poetry
  • Features
Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

March 8, 2025
Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

November 30, 2024
The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

September 10, 2024
The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

July 21, 2024
Bali, the Island of the Gods

Bali, the Island of the Gods

May 19, 2024

TATKALA.CO adalah media umum yang dengan segala upaya memberi perhatian lebih besar kepada seni, budaya, dan kreativitas manusia dalam mengelola kehidupan di tengah-tengah alam yang begitu raya

  • Penulis
  • Tentang & Redaksi
  • Kirim Naskah
  • Pedoman Media Siber
  • Kebijakan Privasi
  • Desclaimer

Copyright © 2016-2024, tatkala.co

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis

Copyright © 2016-2024, tatkala.co