Di Galeri FBS Undiksha, 26 Desember 2019 pukul 10.00 WITA, dibuka Pameran Studi Khusus Mahasiswa Prodi Pendidikan Seni Rupa Undiksha Angkatan 2016. Sebelum Wakil Dekan III Fakultas Bahasa dan Seni (FBS) Nyoman Sila meresmikan dan membuka pameran itu, Hardiman sebagai kurator memberi pemaparan singkat terkait pameran itu.
Kata Hardiman, pameran ini menghadirkan sejumlah karya dari 19 mahasiswa Prodi Pendidikan Seni Rupa Undiksha angkatan 2016 yang mengambil mata kuliah studi khusus dengan konsentrasi yang variatif di antaranya seni lukis, seni grafis, seni patung, kriya tekstil, kriya kayu, kriya logam, kriya keramik, dan prasi.
Masing-masing dari mereka berhadapan dengan problematika material. “Ada yang bergelut dengan cat air, dengan cat minyak, dengan karakter lino yang plastis, karakter MDF yang keras dan ekspresif, tanah liat yang elastis, kayu yang padat, logam yang kaku, fotografi yang tergantung pada intensitas cahaya, dan sejumlah problematika lainnya yang menjadi persoalan utama untuk mereka taklukkan,” kata Hardiman.
Para mahasiswa belum secara optimal mengeksplor kemungkinan pada karyanya masing-masing apabila dinilai dari pencapaian estetik dan penaklukan teknis mereka. Karena setiap material yang mereka hadapi memiliki jutaan persoalan yang tak akan final, tak berkesudahan.
Seperti pada lukisan cat air tentang beberapa Zodiac yang digambarkan menggunakan figur wanita oleh Dayu Sartika Dewi misalnya, keseluruhan karyanya menunjukkan betapa imajinatif dirinya namun apabila boleh dikritik, Dayu masih belum memaksimalkan power atau karakter dari materialnya. Yang secara visual membuat karyanya terlihat belum tuntas.
Karya-karya patung menyerupai Paus milik Joning Prayoga yang punggungnya dihujam tombak-tombak dari bambu, unggas bersayap 6, dan ikan berwajah garang yang dikerangkeng, dominan ia buat menggunakan kardus bekas. Pada karyanya terlihat Joning cukup eksploratif dalam memperlakukan materialnya, ada yang dipotong besar dan kecil, ada yang dilebur, ada yang dipanaskan, ada yang dibelah, ada juga yang digunting menyerupai bulu.
Selanjutnya, Erica Dewi yang menghadirkan karya grafis yang mengangkat tema modern dengan visual dekoratif bergaya Ubud. Erica sejak awal mengecoh apresian dengan karyanya yang secara visual mirip dengan lukisan tradisi yang umum kita nikmati. Namun menjadi lebih mengesankan setelah kita menyadari Erica mengerjakan outline garis dengan teknik cukil di papan lino, kemudian disalin keatas kanvas, dan diwarnai secara manual (hand coloring). Sampai pada tahap ini, ada kerumitan pada teknik yang dimiliki oleh Erica.
Selain itu, kerumitan teknik juga terlihat pada karya grafis Yusuf Faizal berjudul “Chaos” yang dibuat dengan teknik reduksi. Teknik yang digunakan Yusuf ini memiliki potensi untuk menghasilkan sejumlah tingkatan nilai warna yang berbeda dengan mengacu pada lapisan cahaya yang jatuh pada objek sehingga kesan volume dan kedalaman akan lebih terlihat.
Karya-karya prasi milik Yohanes Soubirius yang menggambarkan beberapa peristiwa penting mengenai Tuhan Yesus, didisplay terlentang diatas papan bustek seolah memberi apresian pengalaman baru dalam menikmati karya prasi. Pada karya Yohanes, figur-figur manusia dibuat kecil-mungil memenuhi bidang daun lontar. Menurutnya, itu bertujuan menyeimbangkan komposisi pada ukuran medianya sekaligus menghadirkan kerumitan dengan didukung oleh garis lurus dan garis lengkung pada latar belakang objek.
Beberapa karya yang disinggung sebelumnya adalah sebagian dari karya yang menyenangkan dalam pameran ini, beberapa lagi dirasa akan lebih menarik apabila diapresiasi dengan mata kepala sendiri.
Terlepas dari tingkat kecerdasan estetik yang dimiliki para mahasiswa yang berpameran ini, Hardiman dengan optimis mengatakan “Mereka belum menginjak, baru melangkah. Sang waktu di masa nanti sedang menunggu kalian, datanglah pada masa depanmu!”.
Sekali lagi, selamat berpameran Mahasiswa Prodi Pend. Seni Rupa Undiksha Angkatan 2016.