5 June 2025
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
tatkala.co
No Result
View All Result

Usai Menonton Tabu Project, Mana Yang Lebih “Tabu”?

Agus Noval RivaldibyAgus Noval Rivaldi
December 12, 2019
inUlasan
Usai Menonton Tabu Project, Mana Yang Lebih “Tabu”?

Tabu Project, peraih hibah Seni Kelola 2019 dalam kategori kolaborasi. Pementasan berlangsung di Cush-Cush Gallery, Denpasar, Bali.

32
SHARES

Sabtu, 7 Desember 2019 adalah hari kedua dilaksanakanya pementasan oleh Tabu Project, peraih hibah Seni Kelola 2019 dalam kategori kolaborasi. Pementasan berlangsung di Cush-Cush Gallery, Denpasar, Bali. Dalam lingkaran Tabu Project ada lima seniman muda yang bergerak dibidang berbeda, yang kemudian menjadikan dirinya satu pilar untuk membuat sebuah project yang dinamakan Tabu Project.

Dalam lingkaran tersebut diantaranya ada Ninus sebagai penari sekaligus choreographer, kemudian ada bli Wayan yang lebih akrab dipanggil Swoof One sebagai visual director, mbak Myra Juliarti sebagai costume designer, lalu ada Agha sebagai music composer, dan Gung Indra sebagai videographer. Lima muda-mudi tersebut adalah bagian inti dari Tabu Project, walaupun masih ada beberapa kawan yang ikut dalam kolaborasi tersebut menjadi penari yang tidak sempat saya ketahui namanya satu persatu.

Menonton Tabu Project jujur saja saya tidak mempunyai interpretasi apa-apa sebelumnya, karena saya sendiri memang tidak memikirkan hal tersebut seperti teman-teman lainya yang sudah mempunyai bayanganya sendiri soal pementasan Tabu Project ini. Saya boleh jadi mengatakan diri saya adalah salah satu penonton yang jujur, sebab saya tidak mengetahui betul apakah Tabu adalah sebuah judul naskah dari narasi-narasi yang hadir dari wacana yang dikerjakan. Atau sebuah lakon drama yang dikembangkan.

Dari rumah, saya hanya berniat menonton pentas sambil ngobrol dengan teman-teman, sebab memang yang biasanya saya pentingkan jika ada pentas adalah selain menonton pementasan yaitu pertemuan dengan orang lain dan ngobrol tentang apapun. Apalagi jika usai pentas ada sesi diskusinya. Ini akan menjadi nilai tambah buat saya sebagai penonton untuk sekiranya mengetahui dan dapat mendengar cerita dalam proses kreatif pementas.

Tapi saat pentas berlangsung karena terlalu jujurnya saya menjadi penonton, saya sama sekali tidak mengerti ini sedang mementaskan apa. Saya sempat berpikir di tengah jalanya pementasan arti kata Tabu, sangat susah untuk saya menjelaskan ketika menerima moment yang hadir tersebut begitu cepat di depan mata saya. Tapi sebagai penonton yang jujur dan terbuka saya tetap menikmatinya, bahkan sangat menikmati sekali. Sebab secara estetika bentuk gerakan tari dan kemudian visual yang hadir di depan mata memang sangat memanjakan. Jadi saya memutuskan untuk berhenti memikirkan soal Tabu, saya lebih memilih untuk menyaksikan tiap adegan yang diberikan oleh pementas.

Dari awal pementasan dimulai dengan masuknya enam penari berbaju serba hitam, yang menari sekiranya mungkin merespown video mapping dan musik yang ada, atau memang sudah terchoreographerkan sesuai narasi. Saya tidak juga ingin mencari jawaban tersebut. Sebab pikiran yang timbul jika bertanya-tanya soal adegan dengan mudah dialihkan dengan adegan selanjutnya. Ditambah video visual mapping yang ciamik.

Bahkan untuk mengedipkan mata saja saya tidak rela karena takut kehilangan moment indah yang hadir di depan mata saya. Walaupun lagi-lagi saya ingat, bahwa saya tidak mengerti ini pementasanya berbicara tentang apa. Sebab tak ada teks yang hadir, hanya potongan-potongan video yang menyimbulkan sesuatu tapi yang tetap juga tidak menyadarkan saya ini tentang apa.

Akhirnya pentas selesai dan ditutup dengan ruangan yang gelap secara keseluruhan. Tentu saja ditambah dengan keriuhan tepuk tangan penonton yang begitu keras, itu adalah simbul bahwa memang visual yang hadir sangat bagus. Saya tidak juga ingin kelewatan moment tersebut, saya ikut serta tepuk tangan dengan riuh sekaligus bahagia akhirnya setelah pementasan selesai saya sekiranya dapat memikirkan tentang hal yang baru saja saya saksikan. Selain itu, bahagia juga karena akhirnya saya dapat meluruskan kaki saya, sebab selama 50 menit pementasan berlangsung saya tanpa sadar hanya duduk bersila saja. Sudah tak dapat dibayangkan bagaimana setiap adegan tersebut melintas di depan saya. Jika boleh saya akan memberikan delapan jempol, tapi apa daya jempol saya hanya empat.

Kemudian setelah menghela nafas beberapa menit dan minum air serta nyemilsedikit yang tentu sudah disediakan di tempat pentas untuk penonton. Akhirnya ada pembawa acara yang menyadarkan saya akan hal yang baru saja hilang karena terlalu merasa lega, saya lupa untuk mencari tahu tentang pementasan tersebut. Untung saja ada pembawa acara yang menyadarkan akan ada sesi diskusi.

Akhirnya saat diskusi diadakan ada beberapa hal yang kemudian hadir dalam pikiran saya, tanpa saya sadari ternyata selama ini baru pertama kalinya saya menonton sebuah pementasan yang berwacana dan digali dengan jalan riset. Tapi dalam pembagian informasinya baik dalam sosial media ataupun dalam bentuk sebuah catatan seperti browser tidak ada sama sekali, alih-alih untuk membagikan data kecil kepada penonton atau lebih sederhanya sebuah sinopsis sebelum pentas.

Hanya ada poster dalam akun sosial media Tabu Project. Yang hanya berisi tanggal, tempat pentas, serta jam pementasan dimulai. Tidak lupa, tentu saja dengan visual yang tetap intensitas kebagusanya dijaga dengan kesadaran.

Saya baru sadar ketika sesi diskusi ada hal yang menjanggal saya, karena dalam menggali sebuah wacana apalagi disertai dengan riset tentu saja ada sebuah temuan yang kemudian nantinya dialih wahanakan menjadi sebuah narasi cerita untuk membangun sebuah adegan demi adegan. Lalu yang saya pertanyakan sekarang, kemana hasil data-data tersebut? Apalagi menariknya jika ini sebuah kolaborasi yang pasti bisa dikatakan mempunyai interpretasi yang berbeda dalam memandang wacana yang digarap. Saya baru saja sadar bahwa dari tadi saya mabuk dengan bentuk-bentuk yang hadir, sampai saya lupa dari mana asal usul narasi tersebut hadir dan menjadikanya bentuk semacam itu.

Sebab sebagai penonton yang tak hanya ingin menonton saja, saya merasa tidak puas ketika jejak-jejak tersebut harus dimaklumi oleh penonton hilang begitu saja. Lalu bagaimana menyusun proses kreatif, jika data tersebut dihilangkan dengan begitu saja. Akan tetapi pementasan tersebut katanya selalu mengalami perkembangan, bahkan empat jam sebelum pentas hari kedua berlangsung. Lalu bagaimana merumuskan atau merancang adegan baru jika data atau narasi tertulis tidak ada.

Kemudian saya sebagai penonton yang latar belakangnya aktor teater pastilah mempunyai rasa ingin tahu lebih, terutama kepada para pelaku di atas panggung. Pun demikian saya rasa dengan penonton lainya yang sekiranya mempunyai latar belakang yang sama dengan para anggota kolaborasi. Baik penonton yang latar belakangnya musik, visual mapping, ataupun videographer.

Saya yakin pasti ada penonton yang memang fokus menyaksikan lebih detail soal itu. Kemudian yang menjadi pertanyaan selanjutnya adalah, dimana kami sebagai penonton yang kagum dan ingin sekiranya mengapresiasi karya tersebut bisa mendapatkan jejaknya. Atau sekiranya mungkin bisa membuat kelompok kolaborasi lagi pasca pentas dari data temuan yang ada kemudian dikembangkan.

Saya rasa akan menarik sekali jika semisal dapat mengintip rekam jejak dari tiap multi disiplin tersebut, agar tidak menjadi hanya sebatas penonton yang tepuk tangan lalu pulang dengan pemikiran yang kosong.

Menyoal Tabu sendiri saya sangat baru mengerti konteksnya ketika sesi diskusi. Konteks Tabu menjadi sangat begitu menakutkan bahkan lebih menakutkan mungkin dari hukum tradisi. Apa-apa yang Tabu tak boleh dipertanyakan sama sekali. Sebab kata Mbak Ninus sendiri, “Tabu itu tidak bisa dijelaskan dan disimpulkan artinya secara mudah”.

Jika benar demikian, tentu saja untuk mengetahui bahwa Tabu tidak mudah ditemukan artinya pasti ada sebuah proses pencarian panjang, sampai akhirnya menemukan jawaban tersebut. Lalu kemana proses panjang sebelum menemukan jawaban tersebut, apakah semata-mata bisa dijadikan sebagai simbul saja tanpa ada penjelasan yang megandeng untuk menghidupkan simbul tersebut. Mungkin jika saya tidak ikut sampai akhir diskusi lalu saya memilih pulang usai pentas, bisa jadi saya mempunyai interpretasi sendiri tentang pentas tersebut bukan lagi soal wacana dasar yaitu Tabu.

Sebab rasanya akan lebih menarik jika misal saya mengartikan pentas tersebut bagaimana situasi saat ini ketika kaum lelaki memperbutkan wanita. Apalagi ada potongan film yang memperlihatkan ayam yang sedang berkelahi atau seperti metajen dalam istilah Bali-nya. Kemudian konteks Tabu itu seolah hilang begitu saja dan tidak berarti.

Lalu pilihan soal identitas pendatang yang mencoba mencari identitas ke-Bali-anya dengan cara medekatkan diri dengan wacana Tabu, saya rasa sifat ke-Tabu-an itu sendiri tidak hanya berkembang dan dipercaya di Bali saja. Namun di daerah lain pasti terjadi hanya contoh kejadianya yang berbeda. Jika memang tujuanya menyoal identitas pendatang yang harus mengetahui tanah tempat tinggalnya, saya rasa mengangkat wacana Tabu bagi saya terlalu jauh lompatanya.

Sedangkan saya sendiri yang lahir dan besar di Bali masih jauh untuk memikirkan itu, jika saya boleh menawar mungkin saya akan mengangkat wacana calonarang misalnya. Yang lalu dikerjakan dengan riset panjang dan dengan data yang mudah dicari, sebab banyak bantuan buku-buku calonarang yang saya rasa akan sangat mudah membantu untuk mengumpulkan data. Lalu menjadikannya sebuah narasi yang gampang diterima dan dimengerti banyak orang. Bonusnya jika itu berhasil mungkin saja saya akan dipanggil ahli calonarang. Tapi itu hanya tawaran saja, bukan bermaksud apa-apa.

Tapi tetap saja Tabu Project hadir secara estetika bentuk memang sudah tidak dapat lagi untuk sekiranya dipermaslahkan, ditambah lagi para penarinya saya yakin adalah orang-orang yang memang sudah dalam bidangnya. Namun yang menjadi catatan penting adalah lagi-lagi sebuah data yang melahirkan apa yang terjadi diatas panggung. Agar ketika ditanya sekiranya sudah mudah untuk menimbang jawaban, agar tidak seperti menggurui.

Karena konteks diskusi adalah berbagi proses kreatif untuk sekiranya menjadi penyamangat kita di kalangan seniman muda untuk saling berbagi. Mungkin saja nanti sebab pertemuan ini yang akhirnya sedikit menyadarkan jejak proses kita, dan akhirnya menjadi kerja kolaborasi yang benar-benar kolaborasi. Semisal jika memang tidak dapat menangani dalam menggerakan atau management akun sosial media karena begitu sibuknya menyediakan yang lain. Ditambah jadwal latihan yang begitu ketat, kan bisa saja mengajak kolaborasi orang yang memang dalam bidangnya.

Atau jika kesulitan untuk menulis data-data hasil riset yang begitu banyak dengan pandangan yang berbeda-beda, bisa saja mengajak tim penulis kecil-kecilan misalnya, untuk mempetakan ulang hasil data tersebut untuk sekiranya menjadi tanggung jawab sebagai sebuah kelompok kolaborasi. “Apakah itu kurang kolaborasi dari segi kolaborasi? Hahahaa”, jadi buruan kakak-kakak tunggu apalagi kebetulan saya sangat bersedia jika semisal diajak belajar bersama dan membantu.

Seperti kata mbak Gita salah satu pihak Yayasan Kelola yang kebetulan hadir di pementasan tersebut juga sedikit mengingatkan, bahwa pentingnya soal penonton. Yang ternyata tanpa disadari dapat memberi energy yang baik dengan cara memberi timbal balik kepada pementas. Mungkin ini adalah salah satu cara saya untuk memberikan timbal balik tersebut, sekali lagi selamat kepada Tabu Project pementasanya sangat keren secara bentuk. Namun saya sedikit menyayangkan soal gagasan ide yang tak selesai secara maksimal.

Pernah melihat dalam film drama di tv ada sebuah adegan yang menunjukan ada sesosok mahkluk halus yang berbicara di sebelah telinga kanan dan kiri. Yang kiri biasanya identik dengan suruhan jahat, warnanya merah dan bertanduk.

Saya rasa apa yang saya tulis diatas itu adalah suruhan mahkluk halus disebelah kiri telinga saya yang harus diutarakan. Namun kata makhluk halus di sebelah telinga kanan saya yang identik baik dan bersayap waranya ptuih. Begini katanya, “mungkin saja biar sekalian sesuai sama wacananya, jadi sekalian saja semuanya dijadikan TABU. Penggagasnya sungguh berhasil dan totalitas bukan?” [T]

Tags: CushCush GalleryTeater
Previous Post

Lungsir Petak dan Anwam Siwi

Next Post

Sisa Hujan Semalam

Agus Noval Rivaldi

Agus Noval Rivaldi

Adalah penulis yang suka menulis budaya dan musik dari tahun 2018. Tulisannya bisa dibaca di media seperti: Pop Hari Ini, Jurnal Musik, Tatkala dan Sudut Kantin Project. Beberapa tulisannya juga dimuat dalam bentuk zine dan dipublish oleh beberapa kolektif lokal di Bali.

Next Post
Sisa Hujan Semalam

Sisa Hujan Semalam

Please login to join discussion

ADVERTISEMENT

POPULER

  • Covid-19 dalam Alam Pikir Religi Nusantara – Catatan Harian Sugi Lanus

    Sang Hyang Eta-Eto: Memahami Kalender Hindu Bali & Baik-Buruk Hari dengan Rumusan ‘Lanus’

    23 shares
    Share 23 Tweet 0
  • Hari Lahir dan Pantangan Makanannya dalam Lontar Pawetuan Jadma Ala Ayu

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Ini Sumbangan Ketut Bimbo pada Bahasa Bali | Ada 19 Paribasa Bali dalam Album “Mebalih Wayang”

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Lonte!

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Ritual Sebelum Bercinta | Cerpen Jaswanto

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

KRITIK & OPINI

  • All
  • Kritik & Opini
  • Esai
  • Opini
  • Ulas Buku
  • Ulas Film
  • Ulas Rupa
  • Ulas Pentas
  • Kritik Sastra
  • Kritik Seni
  • Bahasa
  • Ulas Musik

Tidak Ada Definisi untuk Anak Pertama Saya

by Dewa Rhadea
June 4, 2025
0
Tawuran SD dan Gagalnya Pendidikan Holistik: Cermin Retak Indonesia Emas 2045

KADANG saya mencoba menjelaskan kepada orang-orang seperti apa anak pertama saya. Tapi jujur saja, saya tidak tahu bagaimana harus mendefinisikannya....

Read more

The Voices After Cak!: Keriuhan di Balik-balik Tubuh yang Diguncang

by Wulan Dewi Saraswati
June 4, 2025
0
The Voices After Cak!: Keriuhan di Balik-balik Tubuh yang Diguncang

MALAM di taman kuliner Ubud Food Festival sangat menggiurkan. Beberapa orang sudah siap duduk di deretan kursi depan, dan beberapa...

Read more

Susu dan Tinggi Badan Anak

by Gede Eka Subiarta
June 3, 2025
0
Puasa Sehat Ramadan: Menu Apa yang Sebaiknya Dipilih Saat Sahur dan Berbuka?

KALSIUM merupakan mineral utama yang diperlukan untuk pertumbuhan tulang kita, tepatnya untuk pertumbuhan tinggi badan. Kandungan kalsium tertinggi ada pada...

Read more
Selengkapnya

BERITA

  • All
  • Berita
  • Ekonomi
  • Pariwisata
  • Pemerintahan
  • Budaya
  • Hiburan
  • Politik
  • Hukum
  • Kesehatan
  • Olahraga
  • Pendidikan
  • Pertanian
  • Lingkungan
  • Liputan Khusus
Perpres 61 Tahun 2025 Keluar, STAHN Mpu Kuturan Sah Naik Status jadi Institut

Perpres 61 Tahun 2025 Keluar, STAHN Mpu Kuturan Sah Naik Status jadi Institut

May 29, 2025
 Haul Buya Syafii Maarif : Kelas Reading Buya Syafii Gelar Malam Puisi dan Diskusi Publik

Haul Buya Syafii Maarif : Kelas Reading Buya Syafii Gelar Malam Puisi dan Diskusi Publik

May 27, 2025
911—Nomor Cantik, Semoga Nomor Keberuntungan Buleleng di Porprov Bali 2025

911—Nomor Cantik, Semoga Nomor Keberuntungan Buleleng di Porprov Bali 2025

May 21, 2025
Inilah Daftar Panjang Kusala Sastra Khatulistiwa 2025

Inilah Daftar Panjang Kusala Sastra Khatulistiwa 2025

May 17, 2025
Meningkat, Antusiasme Warga Muslim Bali Membuka Tabungan Haji di BSI Kantor Cabang Buleleng

Meningkat, Antusiasme Warga Muslim Bali Membuka Tabungan Haji di BSI Kantor Cabang Buleleng

May 16, 2025
Selengkapnya

FEATURE

  • All
  • Feature
  • Khas
  • Tualang
  • Persona
  • Historia
  • Milenial
  • Kuliner
  • Pop
  • Gaya
  • Pameran
  • Panggung
Kopernik dan Jejak Timor di Ubud Food Festival 2025
Panggung

Kopernik dan Jejak Timor di Ubud Food Festival 2025

“Hey, do you sell this sauce? How much is it?” tanya seorang turis perempuan, menunjuk botol sambal di meja. “It’s...

by Dede Putra Wiguna
June 5, 2025
Menjaga Rasa, Menjaga Bangsa | Dari Diskusi Buku “Ragam Resep Pangan Lokal” di Ubud Food Festival 2025
Panggung

Menjaga Rasa, Menjaga Bangsa | Dari Diskusi Buku “Ragam Resep Pangan Lokal” di Ubud Food Festival 2025

MATAHARI menggantung tenang di langit Ubud ketika jarum jam perlahan menyentuh angka 12.30. Hari itu, Minggu, 1 Juni 2025, Rumah...

by Dede Putra Wiguna
June 4, 2025
Lalapooh: Cinta, Crepes, dan Cerita di Tengah Pasar Senggol Pelabuhan Tua Buleleng
Kuliner

Lalapooh: Cinta, Crepes, dan Cerita di Tengah Pasar Senggol Pelabuhan Tua Buleleng

SORE menjelang malam di Pasar Senggol, di Pelabuhan Tua Buleleng, selalu tercium satu aroma khas yang menguar: adonan tipis berbahan...

by Putu Gangga Pradipta
June 4, 2025
Selengkapnya

FIKSI

  • All
  • Fiksi
  • Cerpen
  • Puisi
  • Dongeng
Kampusku Sarang Hantu [1]: Ruang Kuliah 13 yang Mencekam

Kampusku Sarang Hantu [18]: Bau Gosong di “Pantry” Fakultas

June 5, 2025
Lengkingan Gagak Hitam | Cerpen Mas Ruscitadewi

Lengkingan Gagak Hitam | Cerpen Mas Ruscitadewi

May 31, 2025
Puisi-puisi Eddy Pranata PNP | Stasiun, Lorong, Diam

Puisi-puisi Eddy Pranata PNP | Stasiun, Lorong, Diam

May 31, 2025
Kampusku Sarang Hantu [1]: Ruang Kuliah 13 yang Mencekam

Kampusku Sarang Hantu [17]: Wanita Tua dari Jalur Kereta

May 29, 2025
Menunggu Istri | Cerpen IBW Widiasa Keniten

Menunggu Istri | Cerpen IBW Widiasa Keniten

May 25, 2025
Selengkapnya

LIPUTAN KHUSUS

  • All
  • Liputan Khusus
Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan
Liputan Khusus

Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan

SEBAGAIMANA Banyuwangi di Pulau Jawa, secara geografis, letak Pulau Lombok juga cukup dekat dengan Pulau Bali, sehingga memungkinkan penduduk kedua...

by Jaswanto
February 28, 2025
Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan
Liputan Khusus

Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan

SUNGGUH kasihan. Sekelompok remaja putri dari Desa Baturiti, Kecamatan Kerambitan, Tabanan—yang tergabung dalam  Sekaa Gong Kebyar Wanita Tri Yowana Sandhi—harus...

by Made Adnyana Ole
February 13, 2025
Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti
Liputan Khusus

Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti

BULELENG-BANYUWANGI, sebagaimana umum diketahui, memiliki hubungan yang dekat-erat meski sepertinya lebih banyak terjadi secara alami, begitu saja, dinamis, tak tertulis,...

by Jaswanto
February 10, 2025
Selengkapnya

ENGLISH COLUMN

  • All
  • Essay
  • Fiction
  • Poetry
  • Features
Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

March 8, 2025
Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

November 30, 2024
The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

September 10, 2024
The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

July 21, 2024
Bali, the Island of the Gods

Bali, the Island of the Gods

May 19, 2024

TATKALA.CO adalah media umum yang dengan segala upaya memberi perhatian lebih besar kepada seni, budaya, dan kreativitas manusia dalam mengelola kehidupan di tengah-tengah alam yang begitu raya

  • Penulis
  • Tentang & Redaksi
  • Kirim Naskah
  • Pedoman Media Siber
  • Kebijakan Privasi
  • Desclaimer

Copyright © 2016-2024, tatkala.co

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis

Copyright © 2016-2024, tatkala.co