Pergantian kepemimpinan akan selalu diikuti dengan perubahan kebijakan. Kepemimpinan baru diharapkan membawa sebuah perubahan. Bidang pendidikan contohnya, setiap pergantian menteri akan diikuti dengan perubahan kurikulum. Begitu pula dengan kepemimpinan Nadiem Makarim telah diwacanakan akan terjadi perubahan kurikulum. Ikatan Guru Indonesia (IGI) mengusulkan kepada Mendikbud Nadiem Anwar Makarim untuk memangkas mata pelajaran di sekolah. IGI mengusulkan di SD sebaiknya hanya diajarkan 4 mata pelajaran (mapel) inti, yakni Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, Matematika, dan Pendidikan Agama berbasis Pancasila.
Pada tingkat SMP diusulkan 5 mapel dan 6 mapel di SMA. Usulan tersebut disampaikan IGI bersama 22 organisasi guru dan komunitas guru saat diundang bertemu oleh Mendikbud pada 4 November lalu membicarakan mengenai kondisi pendidikan saat ini. Selain mengusulkan penyederhanaan mata pelajaran di sekolah. Usulan lain adalah usulan dihilangkannya sistem penjurusan pada SMA (jadi siswa yang ingin fokus pada keahlian tertentu bisa daftar SMK saja), penggunaan sistem SKS untuk SMK sehingga siswa yang rajin dan mempunyai kemampuan yang baik bisa lulus sekolah dua tahun atau kurang
Usulan tersebut adalah rasional karena pada Kurikulum 2013 siswa dituntut untuk mempelajari mata pelajaran yang begitu banyak. Hal ini merupakan beban yang cukup berat bagi siswa. Di tingkat Sekolah Dasar (SD) untuk kelas rendah (1,2, dan 3) pembelajaran dengan tematik dan dikelas tinggi (3,4,dan 5) mapel yang diberikan adalah l PPkn, Bahasa Indonesia, Matematika, IPA,IPS, Pendidikan Jasmani, Olah Raga dan Kesehatan dan muatan lokal termasuk bahasa daerah diintegrasikan ke mapel Seni Budaya dan Prakarya. Dengan beban mapel sebanyak itu tentu terasa berat bagi siswa SD. Apakah pembelajaran meaningful learning sudah dirasakan siswa? Apakah student centered learning sudah teraplikasi dalam pembelajaran?
Beban siswa tentu semakin berat karena guru sering memberikan pekerjaan rumah yang banyak pada siswa. Pembelajaran seperti itu tentu tidak membahagiakan siswa. Waktu siswa cukup tersita untuk menguasai mata pelajaran yang banyak dan mengerjakan PR yang membebani siswa. Waktu untuk bersosialisasi dan berinteraksi dengan lingkungan tersita hanya untuk mengerjakan PR. Pembelajaran lebih diarahkan untuk mencapai instruksional effect tetapi melupakan bahwa pembelajaran juga untuk mencapai nurturant effect.
Penyederhanaan mata pelajaran merupakan solusi yang sangat baik untuk mengurangi beban siswa yang harus menguasai sekian banyak mata pelajaran. Pemerintah melalui kemendikbud hendaknya mulai merancang kurikulum yang benar-benar memerdekaan murid. Memerdekakan murid bukan berarti guru tidak memberikan PR tidak dan tidak memberikan tugas untuk dikerjakan di sekolah. Pembelajaran yang diberikan adalah pembelajaran yang menyenangkan dan bermafaat bagi murid. Murid tidak merasa terbebani dalam pembelajaran tetapi siswa dapat mengembangkan potensi yang ada pada dirinya.
Kita harus jujur mengakui, penerapan kurikulum 2013 belum secara maksimal diterapkan di sekolah. Hal ini diakibatkan oleh pemahaman guru terhadap kurikulum 2013 masih kurang. Kurikulum baru tetapi pelaksanaannya belum 100 % berubah sesuai dengan harapan. Hal tersebut diperparah lagi dengan berubahnya kebijakan pemerintah mengenai pemberlakukan kurikulum baru pada setiap pemerintahan. Hal itu sudah berulang-ulang terjadi.
Pergantian kepemimpinan berdampak pada kebijakan dalam bidang pendidikan. Hal itu merupakan fakta yang tidak dapat disangkal. Perberlakukan Kurikulum 2013 oleh Mendikbud M. Nuh belum berjalan maksimal dan pemberlakukan Kurikulum 2013 dihentikan karena pergantian kepemimpinan. Pelaksanaan Kurikulum 2013 dihentikan oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Anies Baswedan.
Penghentikan itu diterapkan bagi sekolah- sekolah yang baru menerapkan Kurikulum 2013 selama satu semester. Anies menginstruksikan sekolah-sekolah itu agar kembali menggunakan Kurikulum 2006 mulai semester genap tahun pelajaran 2014/2015. Anies menegaskan bahwa berbagai konsep di Kurikulum 2013 sebenarnya telah diakomodasi dalam Kurikulum 2006. Kebijakan ini tentu menimbulkan permasalahan. Setelah Anies Baswedan diganti, pemerintah pada akhirnya memberlakukan kembali Kurikulum 2013. Guru dibuat kebingungan dalam melaksanakan pembelajaran dengan perubahan-perubahan seperti itu.
Walaupun pelaksanaan Kurikulum 2013 telah mengalami beberapa kali revisi, tampaknya pemberlakukan Kurikulum 2013 masih menyisakan permasalahan. Guru belum begitu memahami esensi dari Kurikulum 2013. Pemahaman yang belum maksimal tentu guru mengalami permasalahan dalam proses pembelajaran. Kurikulum 2013 belum memberikan ruang gerak yang memberi kemerdekaan bagi guru dalam menjalankan proses pembelajaran.
Kurikulum 2013 masih menonjolkan kegiatan administratif guru berupa pembuatan RPP dan jurnal mengajar. Format RPP terus berubah dan ini tentu membebani tugas guru. Guru akan menghabiskan sebagian waktunya untuk menyusun persiapan pembelajaran dan melakukan evaluasi pembelajaran. Mengapa RPP tidak dirancang lebih sederhana yang hanya memuat garis besar pembelajaran. RPP yang dibuat guru melebihi 7 halaman. Guru kelas di kelas tinggi di SD dituntut membuat RPP sesuai dengan jumlah mapel yang diberikan di kelas tersebut. Mengapa tidak dirancang RPP yang terdiri satu atau dua halaman.
Pengembangan RPP yang simpel tersebut dapat dikembangkan secara maksimal dalam pembelajaran.Hal ini akan memudahkan bagi guru dan dapat meringankan guru dari tugas yang bersifat administratif. Apabila nanti dilakukan kajian terhadap pemberlakuan Kurikulum 2013 maka diharapkan hasil kajian tersebut, apakah dalam bentuk revisi Kurikulum 2013 atau pemberlakukan kurikulum baru, dapat mengakomodasi usulan yang disampaikan IGI bersama 22 organisasi guru. Masyarakat mengharapkan ada kurikulum yang pemberlakukaannya berkelanjutan sehingga tidak terjadi lagi pergantian kurikulum karena pergantian pemerintahan.
Pemerintah tentu akan mengkaji usulan dari masyarakat untuk perbaikan kurikulum pada saat ini.Pembelajaran hendaknya tidak membebani guru dan siswa. Tugas utama guru adalah melaksanakan pembelajaran dan tugas utama siswa adalah belajar. Guru senang melaksanakan pembelajaran, siswa pun bergembira dalam belajar. Berikan ruang gerak yang seluas- luasnya bagi guru untuk mengembangkan pembelajaran. Siswa diberi pembelajaran yang menyenangkan sehingga siswa merasakan kemerdekaan dalam pembelajaran. Siswa tidak terbebani harus mempelajari sekian banyak mata pelajaran dan harus mengerjakan PR yang begitu banyak. Berilah ruang gerak siswa untuk mengenyam pendidikan yang bermakna bagi dirinya. [T]