Bali Aga, mendengar kata tersebut, terbesit pemaknaan tentang suatu tempat atau peradaban yang kuno, lampau, bahkan tidak relevan lagi jika disandingkan dengan digitalalisasi masa kini, konotasi negatife tentang anggapan tersebut muncul tatkala kita hanya berdiri memandang dari arah luar tanpa menyelaminya lebih dalam, dimana kebenarannya menyatakan bahwa, jika lebih jauh mendalami tentang peradaban yang terdapat di Bali Aga, ada sebuah konsistensi jiwa-jiwayang tetap menjaga keteguhan serta kedaulatannya berdasarkan awig-awig yang masih relevan tanpa mengurangi sifat dan maknanya.
Salah satu peradaban Bali Aga yang corak dan memiliki identitas khas dibandingkan dengan masyarakat Bali pada umumnya serta masih eksis keberadaannya dengan gaung yang mengema di tanah Bali Dwipa, tiada lain adalah Desa Adat Tenganan Pegringsingan yang secara letak geografis berada di wilayah kabupaten karangasem, kecamatan manggis.
Hal yang membedakannya terletak pada adat istiadat dan tradisi yang masih dipelihara dengan baik, tentunya berpedoman teguh pada awig-awig adat. Salah satunya adalah Materuna Nyoman yang merupakan hasil dari kebudayaan masyarakat Bali Aga, ditujukan sebagai wadah pendidikan pembentukan karakter yang dikhususkan bagi remaja putra di Desa Adat Tenganan Pegringsingan yang juga berfungsi sebagaisangu urip (bekal hidup) dengan tujuan yang ingin dicapai yaitu pendewasaan, berdamai terhadap diri sendiri, menekan ego indriya dengan memuliakan setiap unsur dalam diri yang diharapkan mampu mengendalikan diri baik dari mental maupun fisik, sebagai cerminan pemuda Hindu yang berkarakter.
Para leluhur tenganan pengringsingan Paham tentang pentingnya arti pendidikan bagi anak-anak yang merupakan calon penerus dari Krama Desa, tentang bagaimana membentuk karakter yang bertanggung jawab sejak dini, bertangung jawab akan dirinya sendiri maupun tanggung jawabnya terhadap desa. Materuna Nyoman merupakan sebuah pendidikan yang memiliki rangkaian yang sistematis, terdiri dari banyak kegiatan-kegiatan, baik berupa kegiatan ritual/upacara maupun kegiatan keseharian di asrama. Masing-masing rangkaian kegiatan Materuna Nyoman tidak bersifat terpisah atau berjalan sendiri-sendiri, tetapi berjalan secara teratur, saling ketergantungan, berkesinambungan, saling berkaitan dan saling berinteraksi untuk mencapai suatu hasil yang diharapkan secara optimal sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan.
Proses ini dimulai dari purnama sasih kaulu sampai dengan purnama sasih kaulu di tahun berikutnya yang diistilahkan dengan nemu gelang, peserta dari Materuna Nyoman merupakan perwakilan dari setiap patemu-patemu yang ada di Desa Adat Tenganan Pegringsingan diantaranya Patemu Kelod, Patemu Tengah dan Patemu Kaja, dengan proses awal Materuna Nyoman yakni Maajak-ajakan, lalu diikuti berkelanjutan dengan proses Melali, Basen Pamit, Padewasaan atau kagedong, Matamiang, Malegar, Ngintarang Katekung, Namiu Katamiu, Ngejot Gede, Ngetog, Katinggal. TenggangWaktu yang diperlukan dalam proses Materuna Nyoman yaitu dilaksanakan selama 1 tahun penuh menurut penanggalan kalender Desa Adat Tenganan Pegringsingan, dimana memiliki sistem penanggalannya sendiri.
Materuna Nyoman merupakan bentuk dari pemebelajaran tidak langsung, yakni pembelajaran yang terjadi selama proses pembelajaran langsung yang dikondisikan menghasilkan dampak pengiring (nurturant effect). Pembelajaran tidak langsung berkenaan dengan pengembangan nilai dan sikap, dalam mengimplementasikan pendekatan saintifik, materi pembelajaran Materuna Nyoman berbasis pada fakta atau fenomena yang dapat dijelaskan dengan logika atau penalaran tertentu; bukan sebatas kira-kira, khayalan, legenda, atau dongeng semata.
Pokok-pokok pembelajaran dari Jro Mekel selaku guru dari Teruna Nyoman, dengan interaksi edukatif Jro Mekel dan Teruna terbebas dari prasangka yang serta-merta, pemikiran subjektif, atau penalaran yang menyimpang dari alur berpikir logis. Mendorong dan menginspirasi Teruna berpikir secara kritis, analistis, dan tepat dalam mengidentifikasi, memahami, memecahkan masalah, dan mengaplikasikan materi pembelajaran yang diberikan oleh Jro Mekel.
Proses pembelajaran menyentuh tiga ranah, yaitu: sikap, pengetahuan, dan keterampilan. Hasil belajar melahirkan Teruna yang produktif, kreatif, inovatif, dan afektif melalui penguatan sikap, keterampilan, dan pengetahuan yang terintegrasi. Hasil akhirnya dalam proses pendidikan informal Materuna Nyoman yang sangat relevan pada saat ini adalah peningkatan dan keseimbangan antara kemampuan untuk menjadi manusia yang baik (soft skills) dan manusia yang memiliki kecakapan dan pengetahuan untuk hidup secara layak (hard skills). [T]