Banyak sekolah yang mencantumkan visi misi: meningkatkan prestasi, daya saing, berkarakter dan cinta terhadap lingkungan. Namun dalam implementasinya belumlah merata, terutama terkait masalah lingkungan. Hal ini terjadi karena banyak sekolah beranggapan prestasi nonakademis terutama bidang lingkungan tidak terlalu elegan dibandingkan dengan prestasi bidang akademik atau prestasi nonakademik cabang olahraga dan seni. Untuk itu perlu dilakukan upaya untuk “menyeimbangkan” semua elemen yang tercantum dalam visi dan misi tersebut.
Sistem pendidikan di Indonesia saat ini mengarahkan pada kegiatan literasi yang harus dilaksanakan di sekolah. Baik itu dalam kegiatan belajar mengajar di kelas ataupun kegiatan di luar kelas. Tujuannya jelas, untuk membentuk generasi yang siap menghadapi era globalisasi yang kian pesat perkembangannya.
Sekolah, dalam hal ini kepala sekolah yang bekerjasama dengan semua komponen terkait,, perlu mengupayakan kegiatan literasi yang mampu menjangkau dan dilaksanakan seluruh warga sekolah. Baik melalui program yang terintegrasi dalam kurikulum sekolah, maupun program khusus yang menyasar kegiatan literasi. Demikian halnya guru. Guru harus mampu menyisipkan kegiatan literasi dalam setiap pembelajarannya. Baik itu kegiatan yang disisipkan dalam rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) maupun program khusus kegiatan literasi dalam materi pelajaran yang diajarkannya.
Selama ini, kegiatan literasi yang dilakukan di sekolah baru sebatas pelaksanaan permendikbud 23 tahun 2015 tentang penumbuhan budi pekerti. Dalam permen tersebut, pada pint F bagian VI disebutkan: Menggunakan 15 menit sebelum hari pembelajaran untuk membaca buku selain buku mata pelajaran (setiap hari).
Dalam pelaksanaannya, masih belum maksimal menumbuhkan kegemaran siswa dalam membaca untuk mendukung upaya keberhasilan kegiatan literasi di sekolah. Untuk itu, berbagai terobosan perlu dilakukan untuk memaksimalkan potensi warga sekolah dan lingkungannya untuk mendukung dan menyukseskan kegiatan literasi.
Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah dengan penggunaan “LIPSTIK”. Lipstik yang dimaksud di sini adalah akronim dari Literasi Penanganan Sampah Plastik.
Salah satu dasar pelaksanaan LIPSTIK di sekolah-sekolah terutama yang ada di Bali adalah Peraturan Gubernur Bali nomor 97 tahun 2018 tentang Pembatasan Timbunan Plastik Sekali Pakai. Dalam peraturan tersebut dijelaskan bahwa kantong plastik adalah kantong yang terbuat dari atau mengandung bahan dasar plastik, dengan atau tanpa pegangan tangan yang digunakan sebagai wadah untuk mengangkat dan mengangkut barang. Sedangkan plastik sekali pakai yang selanjutnya disingkat PSP adalah segala bentuk alat/bahan yang terbuat dari atau mengandung bahan dasar plastik, latek sintetis atau polyethylene thermoplastik sintetic polymeric dan diperuntukkan untuk penggunaan sekali pakai. Tujuan peraturan tersebut diantaranya adalah untuk mencegah pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan yang disebabkan oleh penggunaan sampah plastik sekali pakai serta menjamin dan menjaga kelangsungan kehidupan makhluk hidup dan kelestarian ekosistem.
Adanya peraturan tersebut menunjukkan bahwa bahaya sampah plastik sudah sangat mendesak untuk segera ditanggulangi, setidaknya usaha untuk mengurangi penggunaannya. Salah satu caranya adalah pembentukan karakter untuk tidak lagi bergantung pada penggunaan plastik dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini merupakan tugas yang tidak ringan mengingat penggunaan plastik dalam kehidupan sehari-hari sudah menjadi pola hidup kebiasaan yang melekat dan mendarah daging dalam kehidupan. Upaya yang konsisten, terencana, dan terarah harus segera diupayakan dalam segala lini kehidupan. Mulai dari keluarga, sekolah, dan masyarakat.
Dalam penerapan LIPSTIK di sekolah, ada beberapa tahapan yang dapat dilakukan. Baik yang dilakukan secara terpisah maupun terintegrasi dalam pembelajaran. Langkah-langkah tersebut dibagi menjadi tiga tahapan, yaitu:
- Cari dan diskusikan bahaya plastik.
- Jelajahi lingkungan sekolah dan merancang rencana aksi pemberantasan sampah plastik.
- Kumpulkan, pilah lalu kreasikan sampah plastik.
Pada tahap pertama, cari dan diskusikan bahaya plastik, ada beberapa kegiatan yang dapat dirancang, seperti:
- Siswa secara mandiri dan/atau berkelompok mencari berita mengenai bahaya sampah plastik bagi lingkungan. Informasi tersebut dicari oleh siswa melalui berita di televisi, radio, internet, koran, atau majalah.
- Siswa menuliskan berita dan sumber berita yang diperolehnya lalu memfotonya.
Tujuan siswa menuliskan dan memfoto laporan hasil menyimak berita adalah untuk menghindarkan siswa pada kegiatan copy paste, atau mengirimkan jawaban yang sudah dikirimkan temannya. Hal ini bertujuan untuk terus membiasakan diri siswa untuk mau dan mampu membaca dan menulis sebagai dasar kegiatan literasi.
- Siswa mengirimkan foto ringkasan berita yang diperoleh melalui WA grup sekolah atau kelas.
Pembentukan grup WA dalam kegiatan ini sebaiknya dikorrdinasi oleh guru mata pelajaran atau guru kelas masing-masing. Hal ini dilakukan agar keberadaan media sosial dalam pembelajaran dan kegiatan lainnya di sekolah dapat dikontrol dengan baik. Kegiatan kontrol ini sangat perlu dilakukan untuk menghindarkan siswa pada penyalahgunaan media sosial. Hal ini juga merupakan salah satu bagian dari kegiatan literasi, yaitu literasi media dan literasi digital.
- Siswa menanggapi laporan temannya mengenai sampah plastik yang diunggah di grup WA dengan cara menuliskannya di lembar kertas lalu difoto dan diposting sebagai tanggapan dari unggahan temannya.
- Semua siswa membuat kesimpulan bahaya sampah plastik dari berita yang diunggah dan diulas diWA grup.
Kesimpulan yang dibuat tentu saja harus mendapat perhatian serius dari guru. Hal ini diupayakan agar kesimpulan yang dibuat tidak keluar dari rambu-rambu tujuan yang telah dirancang.
Selain tujuan utama menumbuhkan jiwa letarat pada siswa, ada dua sikap yang hendak disasar pada bagian ini. Pertama, tumbuhnya sikap kritis dalam penggunaan media sosial dan media digital sesuai dengan fungsi dan kegunaannya. Kedua, kemampuan siswa bekerja sama dalam kelompok.
Pada tahapan selanjutnya, jelajahi lingkungan sekolah dan merancang rencana aksi pemberantasan sampah plastik, langkah-langkah yang dapat ditempuh:
- Siswa secara berkelompok mengamati lingkungan kelas dan sekolahnya.
- Siswa menuliskan kondisi kelas dan lingkungan sekolah terkait keberadaan sampah plastik.
- Siswa secara berkelompok menyusun dan mengajukan rencana tertulis penanganan sampah plastik di kelas dan lingkungan sekolah.
- Mendiskusikan usulan tertulis dari masing-masing kelompok.
Setiap kelompok melakukan koreksi atas rencana yang telah disusun berdasarkan berbagai masukan dari kelompok lain dan gurunya.
- Siswa menyusun dan menuliskan kembali rencana yang telah diperbaiki untuk dapat dijalankan bersama.
Pada bagian terakhir ini, siswa diberi tugas berdasarkan kelompoknya masing-masing untuk menangani masalah sampah plastik pada bagian tertentu di sekolah. Misalnya, kelompok yang menangani sampah plastik di kelas, di ruang guru, perpustakaan sekolah, taman sekolah, dan lain sebagainya. Penunjukan lokasi masing-masing kelompok hendaknya mengedepankan kesepakatan bersama. Hal ini perlu dilakukan untuk menghindarkan adanya kecemburuan antara kelompok yang satu dengan yang lainnya.
Pada langkah kumpul, pilah, lalu kreasikan sampah plastik ada beberapa langkah kegiatan yang dapat dilakukan:
- Mencari dan menuliskan informasi tentang cara pengolahan sampah plastik dari dari berbagai media.
Pada tahapan ini, siswa menyusun kumpulan tips atau tata cara mereduksi sampah plastik. Kumpulan tips ini bias berupa kliping Koran atau kumpulan tips yang yang diperoleh dari internet yang diprint dan dijilid. Dari berbagai tips yang diperoleh, masing-masing kelompok memilih salah satu cara mereduksi sampah plastik untuk dijadikan kreasi kelompok.
- Mengumpulkan dan memilah sampah plastik yang telah dikumpulkan masing-masing kelompok.
Pada tahapan ini, siswa didorong untuk melakukan pencatatan semua kegiatan dan tahapan yang dilalui dalam proses memilah dan memilih bahan yang digunakan sebagai kreasi kelompok.
- Membuat kreasi daur ulang sampah plastik.
Kegiatan dalam tahapan ini diberikan sebagai tugas rumah atau kegiatan dengan waktu khusus di sekolah. Hal ini dilakukan agar tugas yang diberikan tidak membebani tugas belajar siswa pada mata pelajaran lain.
- Mendeskripsikan kreasi yang dibuat ke dalam sebuah laporan tertulis
- Menyajikan hasil karya daur ulang sampah plastik.
LIPSTIK dirancang dalam tiga tahapan utama. Setiap tahapan dilalui melalui llima langkah yang dirancang sedemikan rupa. Tahapan dan langkah-langkah tersebut hendaknya dilaksanakan dengan tetap menyesuaikan dengan kondisi dan lingkungan sekolah masing-masing.
Melalui pelaksanaan LIPSTIK dengan tahapan dan langkah-langkah tersebut visi misi sekolah untuk mencetak generasi yang peduli terhadap lingkungan bisa diwujudkan tanpa meninggalkan tugas pokok yang wajib dilaksanakan setiap sekolah yaitu Gerakan Literasi Sekolah (GLS). [T]
Daftar rujukan
Peraturan Gubernur Bali nomor 97 tahun 2018
Permendikbud 23 tahun 2015 tentang penumbuhan budi pekerti
Tim Penyusun. 2016. Panduan Gerakan Literasi Sekolah di Sekolah Dasar. Jakarta: Direktorat
Pembinaan Sekolah Dasar Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan.