Masyarakat Buleleng dan warganet sempat dihebohkan oleh kematian seorang gadis belia, anggota paskibra Buleleng peringatan HUT RI tahun 2019. Yang menarik adalah, heboh bukan lantaran kematian misterius yang betul-betul misterius, melainkan misterius dari sudut pandang ilmiah medis. Ini artinya, saat ini dengan kebebasan akses informasi, masyarakat awam (non medis) dapat ikut mencermati lebih dalam terkait hal-hal klinis medis.
Dulu, setiap kematian pasien yang dirawat di rumah sakit, secara mudah dapat diterima karena faktor medis, selesai dan jarang ada diskusi berkepanjangan di kalangan keluarga atau masyarakat jika yang meninggal adalah seorang public figure. Saat ini, seorang dokter dan RS sepertinya perlu memberikan keterangan yang cukup rasional terkait penyebab kematian seorang pasien. Nalar masyarakat semakin tumbuh berkat keterbukaan media informasi dan komunikasi.
Jika seorang pasien meninggal karena serangan jantung, stroke atau cedera kepala akibat kecelakaan lalulintas, tentu dengan mudah dapat dipahami, walau tetap berat diterima oleh keluarganya. Apalagi serangan jantung atau stroke tersebut didasari oleh penyakit-penyakit dan faktor risiko yang relevan secara ilmiah medis seperti hipertensi, diabetes, gangguan lemak, obesitas atau merokok. Maka kematian dalam hal ini umumnya dianggap wajar, meski jika ditelisik lebih dalam selalu ada misteri yang tersembunyi di sana. Akan hal ini saya pernah membahasnya dalam tulisan lain dalam kolom ini berjudul “Sudah Jelas, Penyebab Stroke Adalah Nasib”.
Bahkan saat ilmu medis sedemikian progresif kemajuannya masih ada beberapa penyakit yang belum memuaskan hasil pengobatannya, misalnya kasus leukemia atau Aids. Jika Aids dengan mudah dapat dihindari atau dicegah, sedangkan leukemia datang dengan diam-diam tanpa kabar secara acak dan tanpa ragu-ragu meminta nyawa kita. Ini pun sudah sempat saya bahas dalam tulisan berjudul “Leukemia, Yang Belum Kalah”. Maka tepatlah kalau dokter itu disebuat sebagai “orang ilmiah”, bukan “orang pintar”. Lagipula sebuatan orang pintar sudah dimiliki oleh yang lain hehehe!
Namun jika yang terjadi adalah, seorang gadis belia yang sebelumnya sedemikian sehat dan tak punya catatan medis apapun, demam beberapa hari, terus memburuk dan akhirnya meninggal, tentu ini menjadi misteri, bahkan secara medis. Kematian pasien dan penyebabnya yang belum jelas adalah satu hal. Hal lain yang perlu dipahami oleh masyarakat dan warganet adalah, dokter dan RS sudah memiliki SOP (prosedur operasioanl standar) dan CPW (clinical pathway) sebagai panduan pelayanan medis untuk pasien yang dirawat di RS. Termasuk pula informasi yang harus diberikan secara rutin dan jelas oleh dokter untuk keluarga saat kondisi pasien memburuk dalam perawatannya.
Bahkan saat ini, meski belum ada aturannya secara jelas, sebagian besar dokter bersedia dengan senang hati memberikan penjelasan medis via telepon, SMS atau Whatsapp pribadi. Ada spirit humanisme yang lebih kuat di kalangan dokter di era informasi yang makin terbuka ini. Tentu ini merupakan fenomena yang baik dan perlu diapresiasi. Sebab secara psikologis keluarga pasien akan lebih mudah menerima keadaan pasien, bahkan kematiannya, saat dokter yang merawatnya “selalu hadir” dalam situasi buruk itu. Dalam hal ini, kita semua akan dibawa kembali pada sebuah filosofi yang sangat bagus yaitu, seseorang dinilai bukan semta-mata dari pencapaiannya namun juga dari upaya hebat yang telah dilakukannya.
Dalam kepustakaan-kepustakaan medis, memang secara terang disebutkan sekitar kurang dari 0.5% kasus medis tidak diketahui dengan pasti diagnosisnya atau penyebab dasarnya. Uniknya, sebagian dari kasus-kasus tersebut kemudian menyebabkan kematian namun sebagian lagi bisa sembuh dengan sendirinya. Artinya, penyakit-penyakit itu seakan-akan datang dan pergi sendiri dan para dokter hanya menjadi penontonnya saja.
Di negara-negara yang lebih maju, terdapat prosedur yang lazim untuk melakukan autopsi post mortem (pasca kematian) untuk kasus-kasus kematian “tak wajar” seperti ini. Itulah kemudian dilaporkan banyak sekali kasus-kasus medis langka yang tak umum dijumpai dalam pengalaman klinik. Sebagai elemen yang menjadi bagian dari fenomena alamiah alam semesta, maka bidang medis pun tunduk dengan apa yang disebut sebagai kurva normal. Artinya meski sebagian besar kasus medis dapat diterangkan dengan mudah berdasarkan teori penyakit (patofisiologi), namun dalam proporsi yang sangat kecil memang ada yang belum terjawab kerumitannya.
Entah akan berapa lagi ada kasus medis seperti yang menimpa gadis belia paskibra itu, entah siapa yang akan mengalaminya, entah bagaimana sikap dan perasaan kita nanti, semua akan tetap menjadi misteri. Walau di belahan bumi lain ilmuwan-ilmuwan dan peneliti-peniliti cakap terus berusaha mengungkap segala misteri itu. Namun selama aturan hukum alam yang disebut kurva normal itu masih berlaku maka akan selalu ada misteri tersisa di sana.
Atau… mungkin hidup ini memang butuh misteri untuk membuatnya menjadi lebih menarik. [T]