22 May 2025
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
tatkala.co
No Result
View All Result

Mbah

Arya Lawa ManuababyArya Lawa Manuaba
June 2, 2019
inCerpen
Mbah

Lukisan figur: Wayan Redika (wayanredika.com)

23
SHARES

Cerpen: Arya Lawa Manuaba

Sejak divonis tuli total dua tahun silam, mbah selalu mengaku mendengar suara genderang setiap hari. Padahal dokter sudah menyerah. Pendengarannya tidak mungkin kembali. Usianya sudah hampir sembilan puluh.

Mbah bahkan tidak bisa mendengar suaranya sendiri. Kadang-kadang jika aku pulang kerja larut malam, mbah yang girang campur cemas suka keceplosan volume. Panggilan kangennya padaku bisa terdengar sampai ujung blok, membangunkan herder-herder sangar bertaring di deret rumah seberang.

Menurut mbah, suara genderang itu datang dari balik tembok. Kadang-kadang, kalau suasana hatinya sedang kacau dirundung kesunyian kronis dalam hidupnya, dia mengaku suara itu datang dari kolong tempat tidur. Aku hanya percaya satu hal: perempuan uzur itu sedang berhalusinasi. Kadang-kadang dia terbangun tengah malam, menggedor pintu kamarku dan mengaku mendengar suara genderang itu lagi,—di dalam lemari.

Jadi cucu kesayangan memang dilematis. Waktu kecil, mbah membawakanku kue-kue lezat dari emper pasar, atau bubur sagu manis yang kujilati sampai daun pisangnya mengkilap. Saat mbah menua dan berhenti jualan, aku yang merawatnya setiap hari. Hal sekecil apa pun, aku yang dipanggil. Baik atau buruk, aku yang kena. Pernah mbah menuduhku mencuri kebayanya yang tiba-tiba hilang di jemuran. Di hari lain, dia menyalahkanku karena hujan turun tidak sesuai keinginannya. Buat apa, coba, aku mencuri kebaya sepuh? Aku ini laki-laki, masih SMA. Pacar pun tak punya.

Namanya orang tua, lama-lama tabiatnya makin mirip bocah. Kasihan juga mbah. Dunianya pasti sepi,—bagaikan menonon drama pantomim panjang dari hari ke hari. Tak ada suara, tak ada musik, tak ada senandung gending bali di kamar mandi lagi. Dulu dia suka mendengar gema suara merdunya sendiri tatkala dia mandi. Tapi sejak dia tuli, nyanyiannya lebih bisa kudengar seperti ratapan yang bertalu-talu.

Ceritanya, dulu mbah demam tinggi dan pendengarannya langsung mati total. Semua suara tiba-tiba lenyap dari kehidupannya. Mbah syok berat waktu itu, tetapi di akhir tahun dia sudah bisa memahami jalan cerita sinetron kaleng di TV hanya dengan menerka gerakan bibir pemainnya.

“Coba kamu tutup telinga, Gilang,” demikian pinta mbah suatu hari. Dia bersikeras kalau suara genderang itu terus terdengar.

Aku menuruti permintaan remehnya, hanya sebagai tanda bahwa aku menghormati perintah orang tua, manut pada tradisi timur yang adiluhur. Kututup kedua lubang telingaku dengan telunjuk sampai tak setitik suara pun masuk.

Mbah memastikan aku benar-benar tak berisik dengan cara menaruh telunjuknya vertikal di bibir.

“Eh?” aku kaget setengah mati. Mataku terbuka lebar-lebar. Tiba-tiba saja aku mendengar suara genderang. Tun-tung-tung.Jelas sekali. Seolah-olah dengungannya tepat ada di samping kupingku.

Mbah tercengir lebar melihat lagakku yang kebingungan setengah mati. “Tuh ‘kan, tiga ketuk,” katanya sembari mengacungkan tiga jemari kanan. “Mbah tidak pernah bohong sama cucu.”

Aku mengangguk. Heran sejadi-jadinya. Kalau ada geledek meledak di samping perempuan uzur mantan pedagang jajan itu pun, dia tak akan dengar. Aneh betul. Apa yang menyebabkannya bisa mendengar suara genderang itu menjadi pertanyaan yang sontak mengganggu batinku.

Tung-tung-tung. Tung-tung-tung.

Irama tiga ketuk. Terdengar dari balik tembok. Penasaran, aku beranjak ke jendela, memeriksa ke balik tembok rumah. Tak ada siapa pun. Kututup lagi telinga. Suara genderang itu terdengar lagi. Tiga ketuk. Dari arah pintu. Jelas sekali. Aku jadi berangasan bercampur takjub. Kutengok pintu, tak ada seorang pun.

Mbah mengulum tawa melihat tingkahku. Bibirnya yang cokelat longgar melebar.

Tung-tung-tung. Lagi. Kali itu di arah halaman. Berpindah begitu cepat. Suaranya menggiringku kesana kemari, membangkitkan semua endapan rasa jengahku.

Demikianlah hari itu aku dibuat penasaran oleh irama genderang yang lenyap-timbul itu, seperti bersahut-sahutan di satu pojok ke pojok lain, satu arah ke arah lain. Tak bisa kuramalkan dari mana sumbernya akan muncul. Ajaib, sekaligus menakutkan.

Hari berikutnya, kembali mbah heboh sendiri. Dia menyeretku dengan lengannya yang kurus nan keriput, memaksaku duduk di tepi ranjangnya yang hangat. Kemudian, mbah menempelkan telunjuknya di bibir, pertanda aku harus diam dan dengar.

“Suaranya sekarang dua ketuk saja,” bisiknya. “Sudah sejak pagi tadi. Mbah ikuti suaranya sampai ke pasar, tapi tidak ketemu.”

Waduh. Bahaya kalau mbah sampai ke pasar sendirian. Beberapa kali dia memang nekad pergi ke pasar dengan hanya mengandalkan pengelihatannya yang setajam elang dan senyum polosnya yang membuat semua pedagang iba. Kakinya masih lumayan kuat berjalan sampai perempatan desa, menelisik berbagai jenis pedagang rempah, lalu pulang membawa seikat serai dan sebuntal rerempah wangi yang dibungkus daun jati. Baginya, itu semua harta karun. Dia akan menghabiskan berjam-jam untuk melumat semua bahan itu dan dijadikannya lulur hangat.

“Mbah,” aku melebarkan gerakan mulutku agar bisa dibaca mbah. “Jangan pergi ke pasar sendirian. Bahaya.”

Mbah cuma geleng-geleng. Entah dia sadar atau tidak bahwa kendaraan jenis apa pun bisa menyerempetnya tatkala menyeberang. Klakson segarang apa pun tak akan pernah mampu mengejutkannya.

Aku berdecak kesal, apalagi ketika mbah malah meraih kedua tanganku dan memaksaku menyumbat lubang telinga dengan ujung telunjuk.

“Tutup telinga,” rengeknya dengan suara parau. “Baru kedengaran.”

Aku menutup telinga. Benar terdengar. Dua ketuk. Dari balik pintu, dari belakang tembok. Sahut-menyahut.

Tung-tung.

Bulu tengkukku berdiri. Masa iya suara jantungku sebesar dan semerdu itu? Dan bagaimana mungkin mbah mendengar sesuatu dengan saraf pendengaran yang sudah keropos dan putus?

Tung-tung.

Aku menatap mbah yang malah terkekeh memperhatikan raut mukaku yang seperti lutung ketakutan. Betapa bangganya nenekku itu. Walaupun tuli, dia masih bisa membuatku kaget dan kebingungan.

Tak sampai seminggu kemudian, di sebuah senja yang hangat, mbah kembali memanggilku dan berkata lirih setelah aku duduk di sebelahnya, “Gilang, sini,” panggilnya separuh berbisik. “Kali ini ketukannya cuma satu.”

Kututup telingaku, berkonsentrasi.

Tung-tung.

Aku menunjukkan dua jari padanya. Dua ketukan. Sama seperti hari sebelumnya. Dari balik tembok, dari belakang pintu.

Mbah menggeleng cepat. Dia menunjukkan satu jari. Dia hanya mendengar satu ketukan. Kami berdebat singkat dengan mengacung-acungkan satu dan dua jari, sampai akhirnya aku menyudahinya dengan seuntai senyum dan kecupan hangat di keningnya.

Malam itu juga, sedikit lebih daripada separuh tengah malam, mbah menggedor pintu kamarku sambil berseru lantang memanggil namaku. Seperti biasa, volumenya sangat kencang, laksana mengusir burung-burung pipit di sawah.

Wajar buat anak SMA, aku nyaris tak pernah tidur pakai baju. Buru-buru kukenakan pakaian seadanya, dan kubuka kunci pintu.

“Tidak kedengaran lagi,” semprotnya, bahkan sebelum aku bertanya. “Suaranya hilang.”

Aku mendesah. Mungkin saraf pendengaran mbah sedang menggeliat-geliat sehingga terjadi halusinasi pendengaran selama beberapa hari. Namun bagaimana aku harus menjelaskannya kepada mbah adalah sebuah perkara pelik, serumit misteri suara genderang yang juga kudengar sendiri.

Aku pun menutup telinga, “Masih dua ketukan,” ujarku sembari memberi tanda jari.

Mbah menggeleng kecewa. Kali itu pasti dia sudah sangat frustrasi karena pendengarannya benar-benar sudah binasa. Harapannya untuk bebas dari dunia pantomim itu pastinya sudah lenyap. Aku kemudian memeluknya erat, mencoba menyerap sebagian rasa gundahnya.

Esok paginya aku dibangunkan Pak Eko, si tukang parkir pasar yang berkaok-kaok memanggilku sampai menggedor pintu.

“Gilang! Gilang!”

Pintu kubuka.

“Mbahmu!”

Beberapa orang datang tak lama kemudian. Menurut penuturan mereka, mbah diserempet motor. Pengendaranya pemuda uring-uringan dengan isi kepala hanyut sebelah dilulur miras. Jenazahnya kulihat tertutup kain, diangkat empat orang, dikerubungi orang-orang yang syok.

“Mbahmu bilang, katanya mau cari tukang genderang,” tutur Bu Jami si dagang bubur. “Tiba-tiba saja motor itu mengebut dan menyerempetnya.”

Aku lunglai. Sudah kularang ratusan kali dia pergi ke pasar.

Lalu kututup telinga, menghayati resah yang bercelincak, dan aku tertegun.

Tung!

Satu ketuk suara genderang. Di belakang pintu, di balik tembok. Hanya sekali, lalu sekali lagi. Aku terus mendengarnya berdentung hingga detik ini tiap kali aku menutup telinga. Tatkala suara-suara lain lenyap, aku bisa mendengar suara genderang itu. Hanya sekali, lalu sekali lagi.

Jika kamu tak percaya, mungkin boleh kamu coba tutup telinga. Biasanya, bila semua suara di luar sudah tidak kamu dengar lagi, kamu akan mendengar suara genderang. mungkin sampai tiga ketukan. Kalau masih ada dua ketukan, kamu boleh lega. Jika hanya tinggal satu ketukan, sebaiknya kamu mulai waspada. Orang-orang yang pernah kamu caci maki, fitnah, hina dan sebagainya,—sebaiknya minta maaflah pada mereka.

Tetapi jika tak ada suara genderang lagi yang kamu dengar, bersiap-siaplah dijemput kapan saja. Kamu selama ini memang benar-benar tuli! [T]

Mangupura, 7 Mei 2019

Tags: Cerpen
Previous Post

Para Pemburu Kembali ke Rumah

Next Post

Drama Gong Raudal, Jengki, & Yoki #Seri Nostalgia Sastrawan Sanggar Minum Kopi

Arya Lawa Manuaba

Arya Lawa Manuaba

Pendidik, penulis dan peneliti bidang etnopedagogi dan etnoliterasi. Dia menyukai hutan, gunung dan langit malam. Ia bisa disapa di akun Facebook (Arya Lawa Manuaba) atau Instagram @arya_lawa_manuaba.

Next Post
Drama Gong Raudal, Jengki, & Yoki #Seri Nostalgia Sastrawan Sanggar Minum Kopi

Drama Gong Raudal, Jengki, & Yoki #Seri Nostalgia Sastrawan Sanggar Minum Kopi

Please login to join discussion

ADVERTISEMENT

POPULER

  • Refleksi Semangat Juang Bung Tomo dan Kepemimpinan Masa Kini

    Apakah Menulis Masih Relevan di Era Kecerdasan Buatan?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Tulak Tunggul Kembali ke Jantung Imajinasi

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • “Muruk” dan “Nutur”, Belajar dan Diskusi ala Anak Muda Desa Munduk-Buleleng

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Galungan di Desa Tembok: Ketika Taksi Parkir di Rumah-rumah Warga

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Hari Lahir dan Pantangan Makanannya dalam Lontar Pawetuan Jadma Ala Ayu

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

KRITIK & OPINI

  • All
  • Kritik & Opini
  • Esai
  • Opini
  • Ulas Buku
  • Ulas Film
  • Ulas Rupa
  • Ulas Pentas
  • Kritik Sastra
  • Kritik Seni
  • Bahasa
  • Ulas Musik

HP Android dan Antisipasi Malapetaka Moral di Suku Baduy

by Asep Kurnia
May 21, 2025
0
Tugas Etnis Baduy: “Ngasuh Ratu Ngayak Menak”

DALAM beberapa tulisan yang pernah saya publikasikan, kurang lebih sepuluh tahun lalu saya sudah memperkirakan bahwa seketat dan setegas apa...

Read more

Mari Kita Jaga Nusantara Tenteram Kerta Raharja

by Ahmad Sihabudin
May 20, 2025
0
Syair Pilu Berbalut Nada, Dari Ernest Hemingway Hingga Bob Dylan

Lestari alamku, lestari desaku, Di mana Tuhanku menitipkan aku. Nyanyi bocah-bocah di kala purnama. Nyanyikan pujaan untuk nusa, Damai saudaraku,...

Read more

PACALANG: Antara Jenis Pajak, Kewaspadaan, dan Pertaruhan Jiwa

by Putu Eka Guna Yasa
May 20, 2025
0
PACALANG: Antara Jenis Pajak, Kewaspadaan, dan Pertaruhan Jiwa

MERESPON meluasnya cabang ormas nasional yang lekat dengan citra premanisme di Bali, ribuan pacalang (sering ditulis pecalang) berkumpul di kawasan...

Read more
Selengkapnya

BERITA

  • All
  • Berita
  • Ekonomi
  • Pariwisata
  • Pemerintahan
  • Budaya
  • Hiburan
  • Politik
  • Hukum
  • Kesehatan
  • Olahraga
  • Pendidikan
  • Pertanian
  • Lingkungan
  • Liputan Khusus
911—Nomor Cantik, Semoga Nomor Keberuntungan Buleleng di Porprov Bali 2025

911—Nomor Cantik, Semoga Nomor Keberuntungan Buleleng di Porprov Bali 2025

May 21, 2025
Inilah Daftar Panjang Kusala Sastra Khatulistiwa 2025

Inilah Daftar Panjang Kusala Sastra Khatulistiwa 2025

May 17, 2025
Meningkat, Antusiasme Warga Muslim Bali Membuka Tabungan Haji di BSI Kantor Cabang Buleleng

Meningkat, Antusiasme Warga Muslim Bali Membuka Tabungan Haji di BSI Kantor Cabang Buleleng

May 16, 2025
Anniversary Puri Gangga Resort ke-11, Pertahankan Konsep Tri Hita Karana

Anniversary Puri Gangga Resort ke-11, Pertahankan Konsep Tri Hita Karana

May 13, 2025
“Bali Stroke Care”: Golden Period, Membangun Sistem di Tengah Detik yang Maut

“Bali Stroke Care”: Golden Period, Membangun Sistem di Tengah Detik yang Maut

May 8, 2025
Selengkapnya

FEATURE

  • All
  • Feature
  • Khas
  • Tualang
  • Persona
  • Historia
  • Milenial
  • Kuliner
  • Pop
  • Gaya
  • Pameran
  • Panggung
Menyalakan Kembali Api “Young Artist Style”: Pameran Murid-murid Arie Smit di Neka Art Museum
Pameran

Menyalakan Kembali Api “Young Artist Style”: Pameran Murid-murid Arie Smit di Neka Art Museum

DALAM rangka memperingati 109 tahun hari kelahiran almarhum perupa Arie Smit, digelar pameran murid-muridnya yang tergabung dalam penggayaan Young Artist....

by Nyoman Budarsana
May 21, 2025
I Made Adnyana, Dagang Godoh Itu Kini Bergelar Doktor
Persona

I Made Adnyana, Dagang Godoh Itu Kini Bergelar Doktor

“Nu medagang godoh?” KETIKA awal-awal pindah ke Denpasar, setiap pulang kampung, pertanyaan bernada mengejek itu kerap dilontarkan orang-orang kepada I...

by Dede Putra Wiguna
May 21, 2025
Ubud Food Festival 2025 Merayakan Potensi Lokal: Made Masak dan Bili Wirawan Siapkan Kejutan
Panggung

Ubud Food Festival 2025 Merayakan Potensi Lokal: Made Masak dan Bili Wirawan Siapkan Kejutan

CHEF lokal Bali Made Masak dan ahli koktail Indonesia Bili Wirawan akan membuat kejutan di ajang Ubud Food Festival 2025....

by Nyoman Budarsana
May 20, 2025
Selengkapnya

FIKSI

  • All
  • Fiksi
  • Cerpen
  • Puisi
  • Dongeng
Puisi-puisi Sonhaji Abdullah | Adiós

Puisi-puisi Sonhaji Abdullah | Adiós

May 17, 2025
Kampusku Sarang Hantu [1]: Ruang Kuliah 13 yang Mencekam

Kampusku Sarang Hantu [15]: Memeluk Mayat di Kamar Jenazah

May 15, 2025
Puisi-puisi Hidayatul Ulum | Selasar Sebelum Selasa

Puisi-puisi Hidayatul Ulum | Selasar Sebelum Selasa

May 11, 2025
Ambulan dan Obor Api | Cerpen Sonhaji Abdullah

Ambulan dan Obor Api | Cerpen Sonhaji Abdullah

May 11, 2025
Bob & Ciko | Dongeng Masa Kini

Bob & Ciko | Dongeng Masa Kini

May 11, 2025
Selengkapnya

LIPUTAN KHUSUS

  • All
  • Liputan Khusus
Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan
Liputan Khusus

Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan

SEBAGAIMANA Banyuwangi di Pulau Jawa, secara geografis, letak Pulau Lombok juga cukup dekat dengan Pulau Bali, sehingga memungkinkan penduduk kedua...

by Jaswanto
February 28, 2025
Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan
Liputan Khusus

Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan

SUNGGUH kasihan. Sekelompok remaja putri dari Desa Baturiti, Kecamatan Kerambitan, Tabanan—yang tergabung dalam  Sekaa Gong Kebyar Wanita Tri Yowana Sandhi—harus...

by Made Adnyana Ole
February 13, 2025
Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti
Liputan Khusus

Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti

BULELENG-BANYUWANGI, sebagaimana umum diketahui, memiliki hubungan yang dekat-erat meski sepertinya lebih banyak terjadi secara alami, begitu saja, dinamis, tak tertulis,...

by Jaswanto
February 10, 2025
Selengkapnya

ENGLISH COLUMN

  • All
  • Essay
  • Fiction
  • Poetry
  • Features
Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

March 8, 2025
Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

November 30, 2024
The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

September 10, 2024
The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

July 21, 2024
Bali, the Island of the Gods

Bali, the Island of the Gods

May 19, 2024

TATKALA.CO adalah media umum yang dengan segala upaya memberi perhatian lebih besar kepada seni, budaya, dan kreativitas manusia dalam mengelola kehidupan di tengah-tengah alam yang begitu raya

  • Penulis
  • Tentang & Redaksi
  • Kirim Naskah
  • Pedoman Media Siber
  • Kebijakan Privasi
  • Desclaimer

Copyright © 2016-2024, tatkala.co

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis

Copyright © 2016-2024, tatkala.co