2 June 2025
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
tatkala.co
No Result
View All Result

Selamat Pagi Burung Hantu di Banjar Pagi, Selalulah jadi Sahabat Petani…

Wayan JunaedybyWayan Junaedy
June 1, 2019
inKhas
Selamat Pagi Burung Hantu di Banjar Pagi, Selalulah jadi Sahabat Petani…

Tyto Alba, si burung hantu dari Banjar Pagi, Tabanan. (Foto: IG Made Jonita)

128
SHARES

Walau sedikit mendung, pagi itu Banjar Pagi kelihatan tetap ceria dengan anak-anak kecil yang sedang bermain bola di jalan. Mereka tertawa menikmati libur sekolah. Beberapa teruna-teruni sedang bersih-bersih di sepanjang jalan di banjar itu. Sementara para petani berangkat ke sawah dengan wajah segar. Sepagi ini tubuh mereka kelihatan bertenaga. Di kejauhan, birunya Gunung Batukaru nampak tak utuh, tertutupi mendung.

Banjar Pagi, seperti hawa pagi, adalah kampung yang sejuk. Banjar kecil yang terpencil itu, terletak di Desa Senganan, Kecamatan Penebel, Tabanan, Bali. Diapit oleh persawahan dan tegalan di penjuru mata angin. Kalau kita mau menuju Banjar Senganan Kawan di utara banjar Pagi ini, maka kita harus melewati persawahan yang luas dulu. Demikian juga kalau menuju Banjar Pacung di sebelah selatan, kita akan bertemu dengan sawah-sawah indah dalam sebuah lembah. Di timur dan barat juga adalah persawahan, dengan padi-padi yang roboh, yang mungkin tadi malam diterpa angin. Untunglah bulir-bulir padi itu sudah menguning sehingga siap dipanen.

Saya butuh 50 menit menuju banjar ini, dari desa saya di Marga, dengan naik sepeda roadbike. Smartwatch saya menunjukkan jarak sekitar 13 kilometer. Jarak yang sebenarnya pendek, tapi karena medannya sedikit menanjak membuat napas jadi ngos-ngosan. Apalagi saya berusaha memacu kecepatan sepeda supaya hujan tidak mencegat di perjalanan. Tadi sempat gerimis sebentar.

Sejak beberapa hari saya memang berniat ke Banjar Pagi, naik sepeda, dan jeda sebentar di banjar itu. Dalam benak saya Banjar Pagi ini begitu istimewa. Selain masih bertahan sebagai wilayah agraris yang dibuktikan dengan bertahannya sawah-sawah, di banjar ini juga terdapat konservasi burung hantu. Burung hantu itulah yang membuat saya mengayuh sepeda ke desa itu. Saya ingin mengucapkan, “Selamat Pagi, Burung Hantu!”.

Tentu saja salam saya tak kan terjawab. Sepagi itu burung hantu pastilah sedang tertidur setelah pada malam hari keluyuran di kawasan persawahan. Tapi, tak apa, cukup akan saya sampaikan Selamat Pagi, Banjar Pagi…

Burung hantu, orang Bali menyebutnya celepuk. Burung yang berkeliaran di malam hari. Menurut cerita-cerita orang tua jaman dulu, kalau ada suara celepuk, itu pertanda ada orang meninggal dunia. Entah, apakah benar cerita itu. Waktu kecil saya memang takut kalau mendengar suara celepuk. Suaranya kedengaran aneh, tidak seindah burung-burung yang dipelihara para penghobi.

“Puk… puk… puk!” Kalau mendengar suara itu di tengah malam yang hening, saya segera bersembunyi di balik selimut, dengan mata dipejamkan rapat-rapat.

Tapi tidak demikian dengan warga Banjar Pagi. Bagi mereka, burung hantu merupakan sahabat  manusia. Burung hantu adalah pemburu tikus-tikus yang selama ini merepotkan para petani.Celepuk sudah menjadi ikon banjar ini. Di depan rumah semua warga, terdapat lampu penerangan jalan yang diberi penutup lampu berbentuk celepuk.

Tersebutlah Made Jonita, atau lebih akrab dipanggil Dek Enjoy, yang menjadi pemrakarsa konservasi burung hantu ini. Ketika saya mampir ke rumahnya, ia sedang duduk santai sambil menikmati secangkir kopi hitam.

“Swastiastu,” ucap saya sambil menuntun sepeda. “Pak Kadek Enjoy, nggih?”

Tuan rumah menyambut dengan senyumnya yang ramah: “Swastiastu. Nggih, tiang sendiri.”

Kami bersalaman. Made Jonita berambut gondrong dengan kumisnya yang tebal. Walaupun sosoknya sedikit angker, tapi senyumnya begitu bersahabat. Pelan-pelan dia bercerita, dari A sampai Z, tentang seluk beluk celepuk. Kalimat-kalimatnya mengalir.


Penulis bersama Made Jonita

Lelaki bertubuh tinggi di hadapan saya ini sungguh seorang inspirator sejati. Seperti nama kerennya: Dek Enjoy, selalu hidup enjoy. Visinya jauh melompat ke depan. Sudah empat tahun Dek Enjoy membentuk dan memimpin TUUT, Tyto Alba Uma Wali untuk Tani, kelompok masyarakat yang memiliki kegiatan memelihara dan merawat burung hantu. Spesiesnya adalah Tyto Alba, jenis burung hantu berbulu putih. Tampangnya manis. Tidak menyeramkan. Wajahnya berbentuk jantung dengan tepi kecoklatan. Kalau di Jawa disebut Serak Jawa.

Saya jadi teringat dengan Hedwig, burung hantu putih dalam film sekuel Harry Potter yang mendunia itu. Burung hantu yang baik, sebaik Harry Potter.

Burung-burung hantu yang sudah dewasa, yang sudah siap berburu di alam liar, dilepaskan oleh kelompok TUUT ini, lewat sebuah acara seremonial. Tahun 2018 yang lalu mereka telah melepaskan sebanyak tiga kali. Pertama dilepas di Subak Merta, Tempek Soka Candi, Desa Senganan. Yang kedua dilepas saat acara Festival Jatiluwih yang meriah itu, kemudian yang terakhir Desa Wisata Pinge mendapat giliran. Menurut masyarakat petani, pelepasan burung hantu ini memberi banyak perubahan. Hama tikus menjadi lebih sedikit.

Banjar Pagi menjadi begitu terkenal. Banyak pejabat yang datang ke sana, khusus melihat penangkaran burung hantu Tyto Alba itu secara langsung. Beberapa stasiun televisi pernah menayangkan di layar kaca. Wartawan-wartawan sudah banyak yang menulis. Wisatawan asing silih berganti datang.

Made Jonita mengeluhkan biaya perawatan burung-burung itu. Operasionalnya lumayan tinggi. Belum lagi kalau ada burung sakit yang butuh perawatan. Sekarang ada sembilan burung di penangkaran yang masih muda. Setiap hari mereka harus diberi makan tikus. Satu burung minimal membutuhkan seekor tikus untuk satu hari. Inilah yang bikin repot. Tiap hari Made Jonita berburu tikus dengan senapan, bergiliran dengan anggota kelompok yang lain. Kadang juga dibantu anak Made Jonita yang sudah remaja, yang sudah bisa mengoperasikan senapan angin.

Sementara bantuan operasional dari pemerintah dirasa masih minim.

“Untuk beli peluru saja rasanya tidak cukup,” kata Made Jonita sambil tersenyum.

Burung-burung itu memang sengaja dari kecil diberi tikus, karena fungsi utama mereka nanti sebagai pemangsa tikus hama sawah. Tidak pernah diberi makanan yang lain seperti anak ayam, karena salah-salah nanti mereka justru memburu anak ayam yang diternakkan. Maunya membantu petani, justru ribut yang terjadi.


Warga banjar/warga subak membangun Rubuha, Rumah Burung Hantu (Foto: IG Made Jonita)
Tempat Konservasi Tyto Alba (Foto: penulis)

Burung-burung hantu yang sudah dilepas dibuatkan kandang di alam bebas, agar mereka bisa istirahat dengan nyaman di siang hari. Namanya rubuha, rumah burung hantu. Sebuah rumah kecil dengan pintu terbuka, tinggi, disangga sebuah tiang yang kokoh, biasanya terletak di pinggir sawah.

Di sana burung-burung itu tidur, kawin dan berkembang biak. Saat bayi-bayi mereka menetas, Made Jonita sering memindahkannya ke penangkaran untuk dirawat. Kata Made Jonita, mencegah agar burung yang belum layak terbang ke alam bebas nekat terbang sendiri. Saat masih umur 4 bulan, insting berburu mereka belum begitu tajam walaupun sudah bisa terbang.

Sepasang burung hantu bisa melindungi 25 hektar persawahan. Mereka satpam yang setia di malam hari, mengawasi sawah-sawah dari serbuan tikus. Sebagai predator alam, burung hantu memiliki kelebihan, yaitu bisa memutar kepala mereka ke segala arah dan sudut, tanpa menggerakkan tubuh. Mata mereka bisa melihat obyek di kegelapan, bagaikan teknologi spionase dengan infra merah di film-film, yang bisa menembus pekatnya malam. Mereka pemangsa tikus yang lebih efektif dibanding ular. Dalam setahun, satu ekor burung hantu bisa membunuh 1.300 ekor tikus. Begitulah yang tercatat di Wikipedia.

Iya, seandainya saja setiap subak di Bali memiliki beberapa ekor burung hantu, tidak ada lagi racun tikus yang ikut membunuhi habitat lain, tidak ada lagi ritual meboros tikus yang rutin diadakan. Hanya dengan menjaga sistem mata rantai makanan, alam pun akan seimbang. Apa yang dilakukan warga di Banjar Pagi ini, di bawah koordinasi Made Jonita, sungguh luar biasa. Kebaikan yang tercipta di desa.


Made Jonita

Banjar Pagi bisa menjadi percontohan tentang penangkaran burung hantu yang bisa menguntungkan petani. Barangkali bisa ditiru daerah-daerah lain. Hal yang positif memang harus disebarkan seperti virus. Virus yang baik, akan menghasilkan kebaikan juga.

Seperti virus bersepeda, kalau disebarkan secara massif akan membuat masyarakat sehat. Semoga saja keberadaan penangkaran di banjar Pagi ini terus ada untuk tahun-tahun ke depan. Walaupun permasalahan tetap ada seperti biaya operasional yang minim, semoga saja itu tidak akan mengganggu keberadaan konservasi ini. Tyto Alba, si burung hantu yang imut dan lucu yang berbulu bersih, memang harus dilestarikan. Burung ini sudah hampir punah.

Tak terasa sudah dua jam ngobrol dengan Made Jonita. Mengalir ke mana-mana. Wawasan beliau luas. Temannya banyak, dari segala macam profesi. Bersahabat dengan banyak orang akan menghasilkan hidup penuh warna.

Meski sebentar, saya sempat mampir melihat konservasi itu. Saya hanya melihat 5 rubuha yang dikelilingi rumah besar dengan jaring kawat, agar burung-burung itu tidak lepas. Di siang hari mereka tidur di dalam rubuha. Made Jonita menyarankan saya datang pukul 7 malam, agar bisa melihat burung-burung itu terbang di sangkar yang luas itu.

Saya termasuk seorang penakut, tentu tak akan pernah berani datang ke kampung yang diapit persawahan dari segala arah mata angin ini pukul 7 malam….hehehe.

Saya berpamitan pada Made Jonita, sahabat yang ramah yang baru saya kenal hari itu. Kemudian mengayuh sepeda saya lagi, menuju arah utara. Lewat Desa Senganan untuk pulang ke Marga. Baru saja saya memperoleh pengetahuan yang berharga di Banjar Pagi. Besok saya akan membuat baju kaos dengan gambar Tyto Alba di dada. [T]

Tags: agrarisburung hantufaunahamapertaniantabanan
Previous Post

“Kamera Terbaik adalah Kamera yang Ada di Tanganmu!” #Classwithlumix di Rumah Film Sang Karsa

Next Post

Pancasila dan Kebudayaan Bali –Sebuah Refleksi Sosio-Historis dan Filosofis

Wayan Junaedy

Wayan Junaedy

Lahir dan tinggal di kawasan Taman Margarana, Marga, Tabanan. Suka gowes, suka menulis, suka berteman

Next Post
Pancasila dan Kebudayaan Bali –Sebuah Refleksi Sosio-Historis dan Filosofis

Pancasila dan Kebudayaan Bali --Sebuah Refleksi Sosio-Historis dan Filosofis

Please login to join discussion

ADVERTISEMENT

POPULER

  • “Muruk” dan “Nutur”, Belajar dan Diskusi ala Anak Muda Desa Munduk-Buleleng

    “Muruk” dan “Nutur”, Belajar dan Diskusi ala Anak Muda Desa Munduk-Buleleng

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Sang Hyang Eta-Eto: Memahami Kalender Hindu Bali & Baik-Buruk Hari dengan Rumusan ‘Lanus’

    23 shares
    Share 23 Tweet 0
  • Hari Lahir dan Pantangan Makanannya dalam Lontar Pawetuan Jadma Ala Ayu

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Film “Mungkin Kita Perlu Waktu” Tayang 15 Mei 2025 di Bioskop

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Lonte!

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

KRITIK & OPINI

  • All
  • Kritik & Opini
  • Esai
  • Opini
  • Ulas Buku
  • Ulas Film
  • Ulas Rupa
  • Ulas Pentas
  • Kritik Sastra
  • Kritik Seni
  • Bahasa
  • Ulas Musik

Seberapa Pantas Seseorang Disebut Cendekiawan?

by Ahmad Sihabudin
June 2, 2025
0
Syair Pilu Berbalut Nada, Dari Ernest Hemingway Hingga Bob Dylan

SIAPAKAH yang pantas kita sebut sebagai cendekiawan?. Kita tidak bisa mengaku-ngaku sebagai ilmuwan, cendekiawan, ilmuwan, apalagi mengatakan di depan publik...

Read more

Screen Time vs Quality Time: Pilihan Berkata Iya atau Tidak dari Rayuan Dunia Digital

by dr. Putu Sukedana, S.Ked.
June 1, 2025
0
Screen Time vs Quality Time: Pilihan Berkata Iya atau Tidak dari Rayuan Dunia Digital

LELAH dan keringat di badan terasa hilang setelah mendengar suaranya memanggilku sepulang kerja. Itu suara anakku yang pertama dan kedua....

Read more

Google Launching Veo: Antropologi Trust Issue Manusia dalam Postmodernitas dan Sunyi dalam Jaringan

by Dr. Geofakta Razali
June 1, 2025
0
Tat Twam Asi: Pelajaran Empati untuk Memahami Fenomenologi Depresi Manusia

“Mungkin, yang paling menyakitkan dari kemajuan bukanlah kecepatan dunia yang berubah—tapi kesadaran bahwa kita mulai kehilangan kemampuan untuk saling percaya...

Read more
Selengkapnya

BERITA

  • All
  • Berita
  • Ekonomi
  • Pariwisata
  • Pemerintahan
  • Budaya
  • Hiburan
  • Politik
  • Hukum
  • Kesehatan
  • Olahraga
  • Pendidikan
  • Pertanian
  • Lingkungan
  • Liputan Khusus
Perpres 61 Tahun 2025 Keluar, STAHN Mpu Kuturan Sah Naik Status jadi Institut

Perpres 61 Tahun 2025 Keluar, STAHN Mpu Kuturan Sah Naik Status jadi Institut

May 29, 2025
 Haul Buya Syafii Maarif : Kelas Reading Buya Syafii Gelar Malam Puisi dan Diskusi Publik

Haul Buya Syafii Maarif : Kelas Reading Buya Syafii Gelar Malam Puisi dan Diskusi Publik

May 27, 2025
911—Nomor Cantik, Semoga Nomor Keberuntungan Buleleng di Porprov Bali 2025

911—Nomor Cantik, Semoga Nomor Keberuntungan Buleleng di Porprov Bali 2025

May 21, 2025
Inilah Daftar Panjang Kusala Sastra Khatulistiwa 2025

Inilah Daftar Panjang Kusala Sastra Khatulistiwa 2025

May 17, 2025
Meningkat, Antusiasme Warga Muslim Bali Membuka Tabungan Haji di BSI Kantor Cabang Buleleng

Meningkat, Antusiasme Warga Muslim Bali Membuka Tabungan Haji di BSI Kantor Cabang Buleleng

May 16, 2025
Selengkapnya

FEATURE

  • All
  • Feature
  • Khas
  • Tualang
  • Persona
  • Historia
  • Milenial
  • Kuliner
  • Pop
  • Gaya
  • Pameran
  • Panggung
GEMO FEST #5 : Mahasiswa Wujudkan Aksi, Bukan Sekadar Teori
Panggung

GEMO FEST #5 : Mahasiswa Wujudkan Aksi, Bukan Sekadar Teori

MALAM Itu, ombak kecil bergulir pelan, mengusap kaki Pantai Lovina dengan ritme yang tenang, seolah menyambut satu per satu langkah...

by Komang Puja Savitri
June 2, 2025
Pramana Experience Luncurkan Rasayatra Edisi Kedua: Manjakan Indera, Sentuh Kesadaran Historis — Koneksi Tamu, Tradisi, Waktu
Panggung

Pramana Experience Luncurkan Rasayatra Edisi Kedua: Manjakan Indera, Sentuh Kesadaran Historis — Koneksi Tamu, Tradisi, Waktu

HUJAN itu mulai reda. Meski ada gerimis kecil, acara tetap dimulai. Anak-anak muda lalu memainkan Gamelan Semar Pagulingan menyajikan Gending...

by Nyoman Budarsana
June 1, 2025
Perayaan Penuh Kelezatan di Ubud Food Festival 2025
Panggung

Perayaan Penuh Kelezatan di Ubud Food Festival 2025

MEMASUKI tahun ke-10 penyelenggaraannya, Ubud Food Festival (UFF) 2025 kembali hadir dengan semarak yang lebih kaya dari sebelumnya. Perayaan kuliner...

by Dede Putra Wiguna
May 31, 2025
Selengkapnya

FIKSI

  • All
  • Fiksi
  • Cerpen
  • Puisi
  • Dongeng
Lengkingan Gagak Hitam | Cerpen Mas Ruscitadewi

Lengkingan Gagak Hitam | Cerpen Mas Ruscitadewi

May 31, 2025
Puisi-puisi Eddy Pranata PNP | Stasiun, Lorong, Diam

Puisi-puisi Eddy Pranata PNP | Stasiun, Lorong, Diam

May 31, 2025
Kampusku Sarang Hantu [1]: Ruang Kuliah 13 yang Mencekam

Kampusku Sarang Hantu [17]: Wanita Tua dari Jalur Kereta

May 29, 2025
Menunggu Istri | Cerpen IBW Widiasa Keniten

Menunggu Istri | Cerpen IBW Widiasa Keniten

May 25, 2025
Kampusku Sarang Hantu [1]: Ruang Kuliah 13 yang Mencekam

Kampusku Sarang Hantu [16]: Genderuwo di Pohon Besar Kampus

May 22, 2025
Selengkapnya

LIPUTAN KHUSUS

  • All
  • Liputan Khusus
Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan
Liputan Khusus

Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan

SEBAGAIMANA Banyuwangi di Pulau Jawa, secara geografis, letak Pulau Lombok juga cukup dekat dengan Pulau Bali, sehingga memungkinkan penduduk kedua...

by Jaswanto
February 28, 2025
Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan
Liputan Khusus

Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan

SUNGGUH kasihan. Sekelompok remaja putri dari Desa Baturiti, Kecamatan Kerambitan, Tabanan—yang tergabung dalam  Sekaa Gong Kebyar Wanita Tri Yowana Sandhi—harus...

by Made Adnyana Ole
February 13, 2025
Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti
Liputan Khusus

Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti

BULELENG-BANYUWANGI, sebagaimana umum diketahui, memiliki hubungan yang dekat-erat meski sepertinya lebih banyak terjadi secara alami, begitu saja, dinamis, tak tertulis,...

by Jaswanto
February 10, 2025
Selengkapnya

ENGLISH COLUMN

  • All
  • Essay
  • Fiction
  • Poetry
  • Features
Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

March 8, 2025
Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

November 30, 2024
The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

September 10, 2024
The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

July 21, 2024
Bali, the Island of the Gods

Bali, the Island of the Gods

May 19, 2024

TATKALA.CO adalah media umum yang dengan segala upaya memberi perhatian lebih besar kepada seni, budaya, dan kreativitas manusia dalam mengelola kehidupan di tengah-tengah alam yang begitu raya

  • Penulis
  • Tentang & Redaksi
  • Kirim Naskah
  • Pedoman Media Siber
  • Kebijakan Privasi
  • Desclaimer

Copyright © 2016-2024, tatkala.co

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis

Copyright © 2016-2024, tatkala.co