16 May 2025
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
tatkala.co
No Result
View All Result

Adaptasi Harus Hati-Hati -Catatan Kecil Pementasan Sang Guru

Jong Santiasa PutrabyJong Santiasa Putra
May 23, 2019
inUlasan
Adaptasi Harus Hati-Hati -Catatan Kecil Pementasan Sang Guru

Pentas Sang Guru dari Komunitas Senja (Foto: Tio Prasws)

Sang Guru yang di perankan oleh Abdi, berdiri di atas panggung. Tubuhnya kurus -ceking, wajahnya yang tirus tersemat mimik kesedihan di dalamnya, perlahan lampu kuning-biru berpusar padanya. Sejurus kemudian Sang Guru meracau, menjelaskan dirinya. Dimensi yang dihadirkan jauh dari realitas. Satu persatu aktor ilustrasi masuk ke panggung, berjalan lamban, cepat, mengatur dinamikanya sendiri.

Aktor ilustrasi ini cukup banyak memenuhi panggung. Pola lantainya menyebar kesana kemari, kadang terkonsentrasi pada kerumunan kadang pula menjauh dari keramaian. Pola carut marut itu di padu dengan kalimat-kalimat bernas Sang Guru, semakin tinggi nada suaranya, semakin cepat mereka bergerak, hingga mencapai klimaks. Sang Guru tersungkur – ternyata ia hanya mimpi.

Begitulah kira-kira adegan pembuka Pementasan Drama Modern Sang Guru, adaptasi naskah 7 Menit, karya Hendra Utay, oleh Komunitas Senja, di Ksirarnawa 18 Mei 2019.

Kisahnya tentang seorang guru bernama Abdi, mempertahankan ideologinya di tengah sistem pendidikan yang dipenuhi oleh mafia-mafia berdasi. Abdi hendak membacakan pidato pendidikan, namun karena durasi dan kepentingan lainnya, pidatonya hanya diberikan waktu 7 menit. Geramlah ia. Tapi geramnya meluntur oleh kepala sekolah karena ia hanyalah seorang guru honorer.

Sementara itu dikisahkan pula Abdi terlilit hutang oleh rentenir, dan teman Abdi  yang bernama Togar terpaksa mengusir Abdi dari kontrakannya karena istri Togar tidak menghendaki kehadiran Abdi ditengah keluarga kecilnya. Betapa peliknya kisah guru satu ini. guru honorer pula.

Oke, adapun beberapa catatan saya terhadap pementasan tersebut.

Adegan pembuka yang saya ceritakan di pembuka tadi, berhasil mencuri perhatian penonton. Selain tensi emosi tinggi, unsur dramatiknya pun tersusun, dari bawah hingga memuncak. catatan saya tentang konstum yang mereka kenakan. Seluruh pemain ilustrasi menggunakan kemeja batik, celana kasual, tanpa alas kaki.

Tapi pemandangan itu rusak oleh seorang pemain yang memakai celana pendek, dan satu pemain menggunakan celana panjang robek-robek. entahlah bagaimana pertimbangan sutradara sehingga adegan ini lulus sensor. Dan pertanyaan saya, di mana kerja penata kostum dalam pementasan ini yah ?. eman saja adegannya.

Wacana Pluralisme Hanya Tempelan

Dalam Sang Guru wacana pluralisme lekat dalam pembagian karakter tokoh, aktor Guru berlatar belakang suku Jawa, Togar – suku batak, istri Togar – suku Jawa, Preman 1 – suku Jawa, Preman 2 – Suku Bali, Satpam- suku Bali.  Kepala Sekolah, Bendara sekolah, dan pemilik yayasan kebanyakan berbahasa  Indonesia, tapi  kental dengan logat Suku Bali.

Wacana pluralisme menjadi sexy hari ini, di Indonesia. Di tengah carut marut soal menyoal krisis identitas yang selalu di pertanyakan  setiap individu. Pluralisme jadi bahasan di media, inspirasi karya seni, musik, lukisan, design, dan lainnya. kembali ke akar dalam berkarya menjadi garda depan wacana, yang patut di pertimbangakan. Namun apa jadinya wacana itu tanpa observasi mendalam, pembacaan jauh, tanpa mengenali karakteristik kebudayaan dengan khatam. Niscaya hanya menjadi tempelan, bahkan lebih fatal merusak keutuhan karya.

Komang Adi Wiguna sebagai penulis naskah dan sutradara nampaknya terlalu tergesa-gesa, mencampur  unsur-unsur kekayaan suku di Indonesia menjadi satu sajian. Keberadaan suku hanya sebagai memperindah dan memperkaya dialek atau logat pemain. Patut di apresiasi keberanian ini, namun patut pula dikritisi Mencomot identitas suku tertentu, harus di sadari dengan pemikiran kritis, konteks kekinian, dimana karya itu berpijak agar tak berjarak, dan untuk siapa pementasan ini ditujukan.

Identitas kesukuan  tidak gampang di adaptasi-begitu saja, bukan berarti hanya memakai logat saja, sudah mencerminkan satu suku. Tunggu dulu, Lebih dari itu, unsur kebudayaan yang lain juga perlu dipertimbangkan semisal simbol keseharian, cara mereka hidup, bagaimana hubungannya dengan suku yang lain, ketegangan di dalamnya.

Misalnya begini, tokoh Togar adalah orang Batak, sepengatahuan saya orang batak berhati lembut, memegang erat adat istiadat, keyakinannya kuat, memegang erat nilai pertemanan, memiliki daya hidup dan juang yang tak usah dipertanyakan, dan nada suaranya selalu tinggi dan keras.

Sementara Togar yang perankan oleh Bayu, digambarkan sebagai seorang laki-laki yang takut istri, dan dengan sangat mudah mengusir Abdi sang guru, tokoh utama kita, yang telah dikenalnya sejak 11 tahun silam, hanya karena takut di cerai oleh istrinya. Tidak ada motif yang kuat perihal konflik ini.

Tokoh Togar  menikahi seorang perempuan yang berasal dari Jawa, kalau ditilik dari keadaan nyata, sungguh ini adalah ketegangan luar biasa. Karena yang saya tahu orang Batak, jarang sekali ada yang menikah beda suku, ketegangan ini tidak hadir sebagai ruang konflik kesukuan. Tapi hanya pemanis, jawa dan batak bisa hidup rukun. Itu saja.

Satu yang paling penting di masyarakat kita, – mengesampingkan keyakinan baik dan benar. kerukunan antar suku itu hadir sebanding dengan kecairan dalam menyikapi keseharian, terutama saat ngejek-mengejek. Tentu ini menjadi bahan menarikkan jika diadaptasi ke panggung, orang jawa sudah biasa ngejek nak Bali, begitu pula sebaliknya, tapi kesadarannya adalah guyub dan ikatan pertemanan sehari-hari.

Ini pula tidak hadir.

Alih-alih melakukan pendalaman dan observasi kesukuan, mungkin sang sutradara dan sejumlah jajaran elitnya hendak menyuguhkan cerita yang  memilukan saja. kesukuan hanya tempelan. Tanpa membangun unsur dramatik-motif- dan penokohan yang jelas.

Kerja Aktor Itu penting

Kerja aktor itu penting, bukan sekedar mendengarkan arahan sutradara. Kerja aktor itu menyusun dramatik, mempertanyakan  peran yang  ia  bawakan di atas panggung, mencari hubungan aktor satu dengan lainnya terhadap dirinya, hingga menakar pemahaman emosi yang diinginkan setiap adegan. Bahkan seorang aktor mesti melakukan observasi atas perannya, mencari khasnya masing-masing, serta motif dalam setiap geraknya.

Dalam Sang Guru  saya menyukai Indra Purnama Mpol sebagai Kepala sekolah,  paham betul bagaimana bersikap dengan aktor lain, dia sangat menghayati perannya sebagai kepala sekolah yang gemar korupsi. Sebagai aktor ia pun menghadirkan kekhasannya, tampilan eksentrik, mimik wajah yang selalu ia jaga, kendati tidak berdialog. Oddy yang berperan sebagai bendahara sekolah mampu mengimbangi  kerja aktor Mpol, dengan baik ia menjelma sosok yang centil, genit, bawel, dan  agak tempramen. Kekuatan mereka berdua ini, adalah suatu harapan dan impian dunia drama modern saat ini, di Bali.

Sementara beberapa aktor yang lain, bermain di atas panggung hanya termotivasi oleh durasi pementasan agar cepat selesai.

Pementasan Sang Guru dari Komunitas Senja (Foto: Tio Prasws)

Coba saya jabarkan beberapa yah, tengok saja tokoh rentenir dan preman kampung yang pakaiannya asal comot. Preman kampung dan rentenir kampung itu biasanya digambarkan dengan sosok yang berpakaian nyentrik, keren, rompi jeans, kaca mata hitam, penutup kepala dan sangar. Masak tokoh preman kagak pakai sandal, baju ala kadarnya, atribut kepremanannya sangat minim. Renternir juga tak kalah sederhananya jaket, celana panjang, tas selempang, dan nyeker. Tanpa alas kaki. Ini settingnya di desa lho para pembaca. Jika pak sutradara menginginkan nyeker, semestinya menjelaskan pula motif, atas apa mereka seperti itu. ini soal logika berfikir saja sih.

Preman yang diperankan oleh Aguk, juga saya soroti sebagai kegagalan kerja aktornya. Aguk hadir sebagai pemain yang suka menghancurkan ritme pementasan, aktingnya sungguh berlebihan daripada aktor lainnya, tidak mampu menurunkan ego, dan menyamakan kemampuannya. Terasa sekali Aguk hendak muncul sebagai tokoh yang ingin mencuri perhatian penonton.

Memang benar dialog-dialog yang ia bawakan mengundang tawa karena teksnya memang tertedensi untuk melucu. Tapi ia tak paham kehadiran teks tersebut, bukan semata-mata melawak, tapi suatu peristiwa serius yang nantinya di harapkan memunculkan tawa oleh interpretasi penonton. Beberapa kali ia bermain hanya sekedar hadir, seperti hendak melecehkan pementasan, dengan ekspresi jenaka yang sengaja di buat-buat.

Togar bersuku batak, yang di perankan oleh Bayu, tidak benar-benar hadir sebagai Togar yang khatam atas keBatakannya. Beberapa kali logat itu lepas, penghayatan dramatiknya perlu di kritisi, entah kenapa Bayu nampak sering tersenyum dalam bercakap, bagi saya itu sangat menganggu. Mengacaukan serta menyamarkan emosi yang ingin disampaikan dalam satu adegan. 3 cerita komedi yang semestinya menyebabkan tawa penonton, tidak berlangsung dengan baik, karena ekspresi dan cara tuturnya yang melebihi atau tidak sampai pada takar emosi. Sementara itu Istri Togar, hadir sebagai pemain yang berpotensi di tingkatkan, kendati berulang kali adegan berjalan datar-datar saja. interaksi  antara istri terhadap abdi tidak terlihat, padahal istri ini jengkel sekali sama Abdi. Tidak ada motif yang di bangun .

Tokoh kepala yayasan yang diperankan oleh Ryan tidak memiliki daya pikat sebagai aktor. Penampilannya memang tua, dengan make up, uban, pakaian rapi, sesekali ia batuk saat berjalan, berdiri dan berpidato. Tapi batuknya hilang saat duduk manis. Entah apa motif di balik ini, tokoh Kepala yayasan juga tidak terlalu penting dalam keseluruhan pementasan, jika tokoh ini hilang, pementasan masih dapat berlangsung.

Disinilah peran sutradara sangat penting, dalam memberi motif terhadap laku aktor pada pementasan. kalau tidak cermat, pementasan akan berlangsung mubazir kebanyakan pemain,  mending sedikit aktor tapi motif kehadirannya kuat dan padat.

Tapi secara keseluruhan, selamat yah sudah pentas. Buin mani pentas buin,

Oh ya, satu lagi – kritikan merupakan satu hal yang baik dalam arena kultural berkesenian, tukang kritik dan penulis kritik merupakan sistem kecil yang ikut menggerakkan kesenian. Di banding tulisan redaksional sebuah media cetak arus utama, hanya mengangkat yang terlihat (baca- permukaan), tanpa mempertimbangkan hal –hal esensial lainnya. Kalau takut di kritik ya jangan berkarya, jadi pegawai di sebuah perusahaan saja, hidup tenang, tanpa memikirkan kebudayaan. [T]

Tags: denpasarguruKomunitas SenjaPendidikanTeater
Previous Post

Remaja Jadi Juri Film Pendek Internasional Lewat Pelatihan Khusus – Ayo Daftar…

Next Post

Suradira Jayaningrat Lebur Dening Pangastuti

Jong Santiasa Putra

Jong Santiasa Putra

Pedagang yang suka menikmati konser musik, pementasan teater, dan puisi. Tinggal di Denpasar

Next Post
Nyepi: Terapi Kesehatan, Terapi Kita, Bumi dan Peradaban

Suradira Jayaningrat Lebur Dening Pangastuti

Please login to join discussion

ADVERTISEMENT

POPULER

  • Refleksi Semangat Juang Bung Tomo dan Kepemimpinan Masa Kini

    Apakah Menulis Masih Relevan di Era Kecerdasan Buatan?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Ulun Pangkung Menjadi Favorit: Penilaian Sensorik, Afektif, atau Intelektual?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Tulak Tunggul Kembali ke Jantung Imajinasi

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • ”Married by Accident” Bukan Pernikahan Manis Cinderella

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • “Muruk” dan “Nutur”, Belajar dan Diskusi ala Anak Muda Desa Munduk-Buleleng

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

KRITIK & OPINI

  • All
  • Kritik & Opini
  • Esai
  • Opini
  • Ulas Buku
  • Ulas Film
  • Ulas Rupa
  • Ulas Pentas
  • Kritik Sastra
  • Kritik Seni
  • Bahasa
  • Ulas Musik

‘Narasi Naïve Visual’ Ni Komang Atmi Kristia Dewi

by Hartanto
May 16, 2025
0
‘Narasi Naïve Visual’ Ni Komang Atmi Kristia Dewi

KARYA instalasi Ni Komang Atmi Kristia Dewi yang bertajuk ; ‘Neomesolitikum’.  menggunakan beberapa bahan, seperti  gerabah, cermin, batu pantai, dan...

Read more

Suatu Kajian Sumber-Sumber PAD Menurut UU No. 1 Tahun 2022

by Suradi Al Karim
May 16, 2025
0
Ramadhan Sepanjang Masa

TULISAN ini akan menarasikan tentang pentingnya Pendapatan Asli Daerah (PAD), khususnya di Kabupaten Banyumas, Provinsi Jawa Tengah. Karena  PAD adalah...

Read more

Sikut Awak : Mengukur Masa Depan Bali

by Mang Tri
May 16, 2025
0
Sikut Awak : Mengukur Masa Depan Bali

SORE itu beruntung hujan tidak turun seperti hari-hari sebelumnya. Krisna Satya atau yang kerap saya panggil Krisna sedang berada di...

Read more
Selengkapnya

BERITA

  • All
  • Berita
  • Ekonomi
  • Pariwisata
  • Pemerintahan
  • Budaya
  • Hiburan
  • Politik
  • Hukum
  • Kesehatan
  • Olahraga
  • Pendidikan
  • Pertanian
  • Lingkungan
  • Liputan Khusus
Meningkat, Antusiasme Warga Muslim Bali Membuka Tabungan Haji di BSI Kantor Cabang Buleleng

Meningkat, Antusiasme Warga Muslim Bali Membuka Tabungan Haji di BSI Kantor Cabang Buleleng

May 16, 2025
Anniversary Puri Gangga Resort ke-11, Pertahankan Konsep Tri Hita Karana

Anniversary Puri Gangga Resort ke-11, Pertahankan Konsep Tri Hita Karana

May 13, 2025
“Bali Stroke Care”: Golden Period, Membangun Sistem di Tengah Detik yang Maut

“Bali Stroke Care”: Golden Period, Membangun Sistem di Tengah Detik yang Maut

May 8, 2025
Mosphit Skena Segera Tiba, yang Ngaku-Ngaku Anak Skena Wajib Hadir!

Mosphit Skena Segera Tiba, yang Ngaku-Ngaku Anak Skena Wajib Hadir!

May 7, 2025
Bimo Seno dan Dolog Gelar Pertandingan Tenis Lapangan di Denpasar

Bimo Seno dan Dolog Gelar Pertandingan Tenis Lapangan di Denpasar

April 27, 2025
Selengkapnya

FEATURE

  • All
  • Feature
  • Khas
  • Tualang
  • Persona
  • Historia
  • Milenial
  • Kuliner
  • Pop
  • Gaya
  • Pameran
  • Panggung
Literasi Film untuk Keluarga: Anak-anak Menonton Sekaligus Belajar
Panggung

Literasi Film untuk Keluarga: Anak-anak Menonton Sekaligus Belajar

AMFLITEATER Mall Living World, Denpasar, ramai dipenuhi pengunjung. Sabtu, 10 Mei 2025 pukul 17.40, Tempat duduk amfliteater yang bertingkat itu...

by Hizkia Adi Wicaksnono
May 16, 2025
Sariasih dan Manisnya Jaja Sengait Gula Pedawa 
Kuliner

Sariasih dan Manisnya Jaja Sengait Gula Pedawa

ADA beberapa buah tangan yang bisa kalian bawa pulang untuk dijadikan oleh-oleh saat berkunjung ke Singaraja Bali. Salah satunya adalah...

by I Gede Teddy Setiadi
May 16, 2025
45 Tahun Rasa itu Tak Mati-mati: Ini Kisah Siobak Seririt Penakluk Hati
Kuliner

45 Tahun Rasa itu Tak Mati-mati: Ini Kisah Siobak Seririt Penakluk Hati

SIANG itu, langit Seririt menumpahkan rintik hujan tanpa henti. Tiba-tiba, ibu saya melontarkan keinginan yang tak terbantahkan. ”Mang, rasanya enak...

by Komang Puja Savitri
May 14, 2025
Selengkapnya

FIKSI

  • All
  • Fiksi
  • Cerpen
  • Puisi
  • Dongeng
Kampusku Sarang Hantu [1]: Ruang Kuliah 13 yang Mencekam

Kampusku Sarang Hantu [15]: Memeluk Mayat di Kamar Jenazah

May 15, 2025
Puisi-puisi Hidayatul Ulum | Selasar Sebelum Selasa

Puisi-puisi Hidayatul Ulum | Selasar Sebelum Selasa

May 11, 2025
Ambulan dan Obor Api | Cerpen Sonhaji Abdullah

Ambulan dan Obor Api | Cerpen Sonhaji Abdullah

May 11, 2025
Bob & Ciko | Dongeng Masa Kini

Bob & Ciko | Dongeng Masa Kini

May 11, 2025
Selendang Putih Bertuliskan Mantra | Cerpen I Wayan Kuntara

Selendang Putih Bertuliskan Mantra | Cerpen I Wayan Kuntara

May 10, 2025
Selengkapnya

LIPUTAN KHUSUS

  • All
  • Liputan Khusus
Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan
Liputan Khusus

Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan

SEBAGAIMANA Banyuwangi di Pulau Jawa, secara geografis, letak Pulau Lombok juga cukup dekat dengan Pulau Bali, sehingga memungkinkan penduduk kedua...

by Jaswanto
February 28, 2025
Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan
Liputan Khusus

Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan

SUNGGUH kasihan. Sekelompok remaja putri dari Desa Baturiti, Kecamatan Kerambitan, Tabanan—yang tergabung dalam  Sekaa Gong Kebyar Wanita Tri Yowana Sandhi—harus...

by Made Adnyana Ole
February 13, 2025
Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti
Liputan Khusus

Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti

BULELENG-BANYUWANGI, sebagaimana umum diketahui, memiliki hubungan yang dekat-erat meski sepertinya lebih banyak terjadi secara alami, begitu saja, dinamis, tak tertulis,...

by Jaswanto
February 10, 2025
Selengkapnya

ENGLISH COLUMN

  • All
  • Essay
  • Fiction
  • Poetry
  • Features
Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

March 8, 2025
Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

November 30, 2024
The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

September 10, 2024
The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

July 21, 2024
Bali, the Island of the Gods

Bali, the Island of the Gods

May 19, 2024

TATKALA.CO adalah media umum yang dengan segala upaya memberi perhatian lebih besar kepada seni, budaya, dan kreativitas manusia dalam mengelola kehidupan di tengah-tengah alam yang begitu raya

  • Penulis
  • Tentang & Redaksi
  • Kirim Naskah
  • Pedoman Media Siber
  • Kebijakan Privasi
  • Desclaimer

Copyright © 2016-2024, tatkala.co

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis

Copyright © 2016-2024, tatkala.co