Empat sekawan sepenanggungan yang selama ini dikenal sebagai tukang gebeg lontar (tukang gosok lontar): Ida Bagus Ari Wijaya, I Nyoman Suka Ardiyasa serta pasutri I Gede Gita Purnama Arsa Putra & Dewa Ayu Carma Citrawati, di tengah hiruk-pikuk pascapemilu, berangkat ke ibukota, tepatnya ke Perpustakaan Nasional Republik Indonesia (Perpusnas RI).
Apa mereka mau gebeg lontar di Perpusnas RI? Tentu bukan. Jika hanya gebeg lontar ke ibukota, ah, itu bikin malu saja. Mereka menjadi pemateri dalam Workshop Penulisan Lontar yang diselenggarakan Perpusnas RI bekerjasama dengan Manassa dan Hanacaraka Society.
Acaranya Kamis, 25 April 2019. Pukul 13.00 – 16.00 WIB. Tempatnya di Ruang Diskusi Lantai 9. Perpustakaan Nasional RI, Jalan Medan Merdeka Selatan. Nomor 11. Jakarta Pusat. Gratis dan terbuka untuk umum. Kuota Peserta 25 Orang.
Kenapa Perpusnas mau capek-capek mendatangkan empat tukang gebeg lontar itu ke Jakarta? Nah, ini keterangan rilis acara dari pantia yang cukup serius, penting dan perlu:
Lontar adalah salah satu media tulis yang dikenal dalam dunia literasi masyarakat Nusantara sejak ratusan tahun silam. Lebih jauh, lontar memiliki fungsi media dokumentasi berbagai pengetahuan dan informasi peradaban Nusantara yang masih berkembang hingga saat ini.
Dewasa kini, menulis di atas daun lontar menggunakan alat tulis khusus–yang namanya berbeda di setiap daerah–memiliki sensasi tersendiri. Saat menorehkan sebuah informasi di atas daun lontar, kita seolah dibawa kembali ke masa silam, ke masa para leluhur menyiarkan ilmu pengetahuan.
Memang, menulis di atas lontar pada era digital saat ini bukan menjadi pilihan utama, terutama ketika setiap orang memiliki ponsel pintar. Namun, bukan itu semangat yang dibawa dalam workshop penulis lontar kali ini. Melainkan menjadi upaya menjaga tradisi, yang pada akhirnya merawat Nusantara.
Sebelum memberi workshop menulis lontar, berbagai sajian penting akan mewarnai acara itu. Seperti pelantunan Tembang Lontar Arjuna Wiwaha, pengantar proses pembuatan lontar dari daun mentah sampai siap jadi media tulis serta penjelasan isi manuskrip lontar Kawi, Merapi-Merbabu, Sunda dan Bali. Setelah empat sekawanan, eh, sekawan ini memberi bimbingan menulis aksara di atas daun lontar, acara akan ditutup dengan pelantunan Tembang Kakawin Sutasoma.
Yang menarik, peserta akan mendapat alat penulis dan daun lontar. Bisa dibawa oleh peserta dijadikan kenang-kenangan. Yang berminat bisa daftar lewat Retta +6282297728957.
BACA JUGA:
- Waspada, Terjadi Euforia Lontar di Bali – “Tukang Gebeg Lontar” Terus Beraksi…
- “Manual Book” Berkesusasteraan dari Puri Kauhan: Cermin Kehidupan para Cendikia di Ubud
- Ada Lontar “Lelanang” & “Pangrapet”, Memperbesar & Mempersempit – Catatan Penyuluh Bahasa Bali 2017
Siapa sesungguhnya empat sekawan itu kok berani-beraninya ngasi workshop menulis lontar di Perpusnas? Eh, ternyata mereka bukan orang sembarangan.
Dewa Ayu Carma Citrawati
Dia adalah Progam Manager Hanacaraka Society, penerima Penghargaan Sastera Rancage (2016) atas karya Kumpulan Cerpen Kutang Sayang Gemel Madui oleh Yayasan Rancage, Bandung.
Lahir di Getakan, Bali, 24 Februari 1990. Tamat S1 Bahasa dan Sastra Daerah Bali Universitas Udayana; S2 Linguistik, Program Studi Linguistik Murni, Universitas Udayana.
Menjadi guru Bahasa Bali di SMP N 3 Denpasar (2011-2018); Penyuluh Bahasa Bali Kabupaten Klungkung (2016-2017); Dosen di Universitas Dwijendra (2017-sekarang). Selain di Hanacaraka Society, aktif sebagai koordinator Aliansi Peduli Bahasa Bali
Organisasi Nirlaba yang mendukung pengembangan Bahasa Bali (2014 – sampai sekarang); mulai 2019 berkecimpung di Wikipedia Bahasa Bali, proyek ensiklopedia multibahasa dalam jaringan yang bebas dan terbuka, yang dijalankan oleh Wikimedia Foundation.
Aktif menggelar pameran lontar dan pelatihan menulis lontar. Narasumber berbagai seminar internasional dan nasional, pelatih tembang di RRI dan berbagai institusi lainnya. Mengerjakan digitaliasasi lontar dan penyalinan lontar dengan berbagai lembaga nasional dan internasional.
I Gede Gita Purnama Arsa Putra
Entah kenapa ia lebih sering dipanggil Bayu. Ia adalah pengajar di Program Studi Pendidikan Agama dan Bahasa Bali, Institut Hindu Dharma Denpasar (IHDN) dan Dosen Program Studi Bahasa dan Sastra Bali, Program Studi Sastra Bali Fakultas Ilmu Budaya Universitas Udayana
Denpasar, 29 Oktober 1985. Tulisannya berupa krtik sastra dan persoalan bahasa/sastra Bali bisa ditemukan di Pos Bali, Suara Saking Bali dan Bali Post. Tentu juga di tatkala.co. Menjadi editor berbagai buku dan aktif dalam berbagai organisasi seperti di Aliansi Peduli bahasa Bali dan Hanacaraka Society.
Soal di acara apa saja ia pernah jadi pembicara, jangan ditanya lagi. Pokoknya di banyak acara dan di banyak tempat. (Capek nulisnya).
Oh ya, tahun 2016 ia menerima penghargaan Sastra Rancage di bidang jasa sebagai penggerak pengembangan Sastra Bali Modern.
Suka Ardiyasa
Banyuatis, 24 April 1988. Nama lengkapnya I Nyoman Suka Ardiyasa., S.Pd.B., M.Fil.H., M.Pd. Selain sebagai tukang gebeg lontar, dia adalah intelektual yang juga dikenal sebagai tukang demo. Ia adalah Ketua Aliansi Peduli Bahasa Bali. Jika ada yang macam-macam dengan Bahasa Bali, dia akan mengerahkan massa untuk berdemo, tentu saja bukan seperti demonstrasi politik. Demonya, ya, demo seperti layaknya intelektual. Tujuannya, agar Bahasa Bali tetap lestari. Demonya sudah membuahkan hasil, di mana pemerintah daerah sudah memperhatikan Bahasa Bali dengan sungguh-sungguh, meski kesungguhan itu tetap harus diuji lagi.
Ia adalah Dosen di Fakultas Brahmawidya IHDN Denpasar dan di STAH N Mpu Kuturan Singaraja.
Ida Bagus Ari Wijaya
Biasa dipanggil Gus Ari. Lahir di Gianyar, 3 Apri 1985. Kini tinggal di Selat, Karangasem. Pendidikannya S1 Bahasa dan Sastra Jawa Kuna Universitas Udayana dan S2 Program Studi Ilmu Agama dan Kebudayaan, UNHI.
Ia adalah petugas Penyuluh Bahasa Bali untuk Kabupaten Buleleng yang amat aktif. Ia adalah pembaca lontar sejak remaja, dan sejak jadi Penyuluh Bahasa Bali mengkoordinasi pemetaan dan perawatan ribuan lontar di masyarakat Buleleng khususnya, dan beberapa daerah di Bali lainnya.
11 Februari 2019 ia melakukan Pameran Project Digital Repository of Endangered and Affected Manuscripts in Southeast Asia (DREAMSEA) Menjaga kekayaan dan variasi masyarakat kuno Bali diadakan di Denpasar Bali.
Laporan mengenai kegiatan ini dapat dilihat di https://www.dream-sea.org/preserving-the-wealth-and-the-variety-of-balinese-ancient-society/.
Jadi, ya, mantaaap. [T]