- Judul : Merayakan Ingatan (Catatan Seorang Dokter: Dari Bali Melanglang di Pedalaman Kalimantan)
- Penulis : dr. Putu Arya Nugraha, SpPD
- Penerbit : Mahima Institute Indonesia dan Yayasan SeSama
- Cetakan pertama: Februari 2019
- Tebat: viii + 108 halaman
- ISBN: 978-602-53892-5-2
.
“Semuanya adalah guru
saat aku selalu mau
menjadi murid disana,
setiap tempat adalah sekolah”
(dr. Putu Arya Nugraha, SpPD)
Kata di atas adalah pembuka buku “Merayakan Ingatan — Catatan Seorang Dokter: Dari Bali Melanglang di Pedalaman Kalimantan”. Kata-kata itu membuat saya penasaran apa yang sebenarnya ingin disajikan Pak Dokter dalam bukunya ini.
Saya menerka-nerka apakah Pak Dokter menulis tips hidup sehat ala pedalaman? Atau ia merangkum catatan masyarakat pedalaman lebih sehat hidupnya karena jauh dari ayam goreng impor instan yang di kota-kota disukai generasi micin.
Namun, prasangka dan praduga ini harus saya adili. seperti kata Pramoedya Ananta Toer, “Pelajar itu harus adil sejak dalam pikiran”. Maka ditemani secangkir kopi, dengan suasana kosan yang sepi, senyap, saya mulai mengadili pikiran saya dengan membaca sajian tulisan Pak Dokter Arya lembar demi lembar dan sekarang saya coba tebar di tatkala.co
dr. Putu Arya Nugraha Lahir di kayuputih, 1 Juni 1975. Menyelesaikan S1 Kedokteran tahun 2000 dan ahli penyakit dalam tahun 2011. Dengan Modal mengikuti berbagai kongres Internasional ilmu penyakit dalam di maelbourne, Osaka, dan Berlin. Sehingga menjadikan dirinya ahli penyakit dalam di RSUD Buleleng. Dan juga aktif mengajar di beberapa Perguruan Tinggi Negeri. Serta ia adalah pendiri Yayasan Sesama Singaraja yang konsen kegiatan kemanusiaan. Sepintas itu yang saya adili tentang profil dokter Arya.
Buku ini diawal bab yang menyajikan kisah liburan Dokter Arya ke New South Wales, Australia. Bersama keluarganya yaitu istri, anak dan kedua orang tuanya. Pada bagian ini saya menemukan penghormatan besar seorang dokter kepada kedua orang tua, terutama ibunya. Pak Dokter menganggap kedua orang tuanya ialah malaikat, karena berkatnya ia bisa menjadi seorang dokter spesialis meski ayahnya hanya pensiunan guru SD dan ibunya tak sampai sekolah SMP.
Pak Dokter percaya bahwa apa yang ia tanam itulah yang akan ia tuai. Lalu, Apa sajakah yang telah ku tanam? Begitu penutup tulisan barisan terakhir yang membuat saya terus ingin mengadili pikiran.
Pada bagian kedua saya diseret kepada kisah awal 2001, Sungai Kayan, Kalimantan Utara. Sebuah kisah petualang akan segera dimulai oleh seorang dokter. Kalimantan dengan alamnya yang seperti surga membuat saya membayangkan keadaan awal 2001 penuh pohon-pohon hijau, sungai yang bersih dari plastik, dan masyarakatnya yang memperlakukan alam sama halnya ibu kandung sendiri. Seorang Dokter dipaksa bertahan hidup dengan tidur di bawah atap langit, berlantaikan pasir, angin sebagai dinding, suara aliran sungai sebagai musiknya, dan nyawa taruhannya.
Di dekat api yang menghantarkan kehangatan dan menebas kegelapan Dokter Arya mencoba lebih akrab dengan alam, yang ia anggap sebuah kemewahan. Karena sebelumnya ia tak jauh berbeda dari dokter pada umunya yang selalu berpenampilan klimis, rapi, berdasi, dan tidur di tempat empuk. Sekarang ia adalah seorang dokter pedalaman yang harus benar-benar menyatu dengan alam. Bukan itu saja, ia juga akan menghadapi segala hal yang baru, pasien-pasien yang berbeda dengan di kota. Di sana rasa kemanusiaan itu harus saya adili dalam pikiran.
Sebagai seorang dokter yang menulis hal ini tentu adalah nilai plus. Saya semakin memasuki sajian tulisannya yang sebagian mengadung muatan antropologis. Di sudut-sudut cerita per-bab saya menjumpai sesuatu yang tidak pernah saya tahu sebelumya dari Suku Dayak. semisal; Leto sebutan perempuan dayak, Amai-amai sebutan laki-laki dewasa dayak, atau tentang “migrasi penis” ketika perempuan dayak sakit hati. Tentang ngayau (ilmu memenggal leher). Wek panggilan untuk wanita dayak yang sudah bersuami.
Di balik semua itu, buku ini penuh dengan sisi kemanusiaan yang membuat kita akan betanya-tanya sisi humanis kita dengan manusia yang lain. Kegiatan (tourney) puskemas keliling dari satu desa ke desa yang lain dengan jalur transportasi utamanya ialah sungai telah menelan nyawa Dokter Ketut yang menjadi tantangan Dokter Arya untuk melanjutkan dan melawan rasa takutnya melewati arus sungai yang kadang-kadang tidak bersahabat.
Selain itu seorang Dokter Arya harus melakukan apapun demi misi penyelamatan medis dengan peralatan yang terbatas. Contohnya, menyelamatkan ibu melahirkan dengan keadaan yang menegangkan, melakukan tindakan sunat kepada salah satu anak yang susah buang air kecil dengan “bius pegang” . Mengobati masyarakat penuh rasa kelembutan.
“Pernah mengabdi bertugas di pedalaman
adalah sebuah berkat.
Gemuruh air sungai, adalah ucapan selamat datang
untuk jiwa-jiwa yang bersahabat dengan alam,
pepohonan kayu tropis,
adalah atap berteduh dari lekang keserakahan hati.
lalu, insan-insan suku Dayak disana,
adalah harmoni nada-nada persaudaraan anak negeri,
selamanya, dokter adalah pelayan rakyat.
Dokter Arya juga menulis penuh dengan muatan kebajikan yang ia serap dari tokoh besar dunia dengan sarat filsafat. terutama kemanusiaan, semisal Gadhi dan Jalulludin Rumi. Pak Dokter tidak hanya sibuk melayani pasien yang sakit tetapi juga mengajar di SMP Kecamaatan Pujungan dengan mengajar dan memberi tugas sekaligus di kelas satu, dua, tiga dengan mata pelajaran yang berbeda-beda.
Di bagian akhir buku kita akan dicengangkan dengan keluhuran hati seorang dokter memberikan makan sarapan pagi kepada petugas sapu jalanan di kota Singaraja. Dan memberikan pelayanan kepada seorang ibu yang mengalami pembusukan di kakinya, bahkan mengasuh seorang bayi yang yatim piatu sejak lahir kedunia.
“Layaknya sastrawan
yang dicintai karena syair-syairnya,
atau musisi yang di kagumi,
karena nyanyiannya,
maka manusia dimuliakan
karena kemanusiaannya”.
Tulisan ini sengaja saya cukupkan disini untuk melukiskan catatan seorang Dokter Arya ketika bertugas di pedalaman. Karena untuk menikmati cerita lengkapnya anda bisa pesan bukunya dengan kepoin @kokoopikstore (WA : 082144719306). Selamat berburu!
NB: Semua hasil penjualan buku didonasikan untuk kegiatan sosial. [T]