Pembangunan ekonomi inklusif merupakan pembangunan ekonomi yang menekankan pemerataan, jika benar menerapkannya maka akan mampu menanggulangi kemiskinan. Namun, jika keliru menerapkannya maka dapat menghasilkan pemerataan kemiskinan.
Pembangunan ekonomi berhubungan dengan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan berikut:
Pertama, apa yang terjadi dengan pertumbuhan ekonomi? Indikatornya persentase peningkatan PDB/PDRB.
Kedua, apa yang terjadi dengan pemerataan pendapatan? Indikatornya gini ratio.
Ketiga, apa yang terjadi dengan pengangguran? Indikatornya persentase pengangguran.
Keempat, apa yang terjadi dengan lingkungan hidup? Indikatornya indeks lingkungan hidup.
Jika jawaban atas pertanyaan-pertanyaan tersebut positif maka dapatlah dikatakat telah terjadi pembangunan ekonomi. Sebaliknya jika ada jawaban yang negatif maka tidak layak dikatakan telah terjadi pembangunan ekonomi.
Pada suatu masa dahulu setelah Perang Dunia (PD) II, negara-negara yang baru merdeka ingin mengejar ketertinggalannya dari negara-negara maju. Maka dilaksanakanlah pembangunan ekonomi dengan mengejar peningkatan produksi. Upaya itu menghasilkan pertumbuhan ekonomi yang tinggi.
Pertumbuhan ekonomi yang tinggi itu ternyata tetap menyisakan pengangguran dan kemiskinan yang menyebabkan tidak mampu membiayai pendidikan anak-anak dan tidak memiliki biaya untuk berobat medis kalau sakit. Ternyata pertumbuhan ekonomi hanya terjadi di lapisan atas.
Dari pengalaman pembangunan itu, munculah kemudian gagasan bahwa pembangunan ekonomi itu tidak cukup pertumbuhan ekonomi saja. Diperlukan pemerataan dari pertumbuhan ekonomi itu melalui pelibatan semua kelompok dan semua lapisan masyarakat dalam pembangunan agar semua orang menikmati hasil-hasil pembangunan.
Kalau semua orang dapat ambil bagian dalam pembangunan, maka tidak ada orang yang menganggur, kalaupun ada, jumlahnya tidak signifikan, jika pembangunan ekonomi itu menghasilkan pertumbuhan maka pertumbuhan itu terjadi pada semua kelompok dan lapisan masyarakat.
Perlu kehati-hatian dalam melakukan pembangunan dengan pemerataan. Jika tidak, dalam keadaan pertumbuhan yang tidak cukup, pembangunan ekonomi dengan pemerataan atau pembangunan ekonomi inklusif bisa tergelincir pada pemerataan kemiskinan.
Situasi pemerataan kemiskinan pernah terjadi dalam sejarah ekonomi Indonesia di sektor pertanian yang oleh Geertz dan Sayogya disebut sebagai involusi pertanian.
Situasi pemerataan kemiskinan di negara-negara kaya sumber daya alam mungkin bisa diatasi dengan meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan tetap mempertahankan pemerataan dengan memanfaatkan sebesar-besarnya sumber daya alam.
Risikonya adalah sumber daya alam dihabiskan oleh generasi kini, tidak memberi peluang pada generasi berikut untuk menikmati sunber daya alam. Pembangunan menjadi tidak sustainable.
Pembangunan ekonomi yang dibutuhkan adalah pembangunan ekonomi yang menghasilkan pertumbuhan yang cukup, melibatkan semua orang agar semua orang menikmati hasil-hasil pembangunan, dan tidak merusak sumber daya alam. [T]
Singaraja 16022019.