Suatu hari saya melihat orang tua yang sebagai guru dan sekaligus petani dengan sepetak lahan sawah sedang mempersiapkan sebuah penjor.
Saya tanya, “Nak ngudiang Pak ?”
Sekedar basa basi mengingat kekurangpahaman saya tentang pertanian, Bapak kemudian menjawab singkat “mekukung biin mani ”. Mekukung, istilah dari dari Byukukung.
Apa itu Byukukung? Byukukung merupakan salah satu acara sistem ritual dari budaya agraris di Bali, ini dilaksanakan ketika tanaman padi hendak hamil, atau sedang hamil muda.
Byukukungdilakukan di sawah-sawah, atau tepatnya pada cakangan, pintu air atau lebih mirip disebut lubang air yang menjadi tempat (hulu) masuknya air di tiap petak-petak sawah garapannya.
Saya tertarik menuangkannya dalam sebuah tulisan mengingat masyarakat pertanian sudah terpinggirkan ditengah derasnya arus pembangunan, sehingga generasi mendatang mungkin hanya mendengar nama byukukung dari cerita generasi terdahulu yang pernah mengalaminya. Termasuk saya sendiri yang tidak tertarik menjadi petani namun, tidak pernah terpikirkan menjual sawah karena tidak pernah membeli.
Ritual Byukukungmemiliki berbagai macam keunikan yang telah saya amati di Subak Sukabayu, Banjar Gagah, Desa Tegallalang, Gianyar. Keunikan tersebut tentunya akan berbeda dengan ritual byukukung di lokasi lain, mengingat adanya konsep desa kala patra.
Keunikan itu berupa penggunaan penjor, ketupat berbagai jenis, penggunaan cili, dan utik dari pelepah kelapa. Waktu pelaksanaan juga berbeda pada tiap-tiap subak sesuai dengan masa hamil padi Pelaku utama dari byukukung adalah petani pemilik atau penggarap sawah masing-masing.
Dari pengamatan, byukukung dalam pelaksanaannya dapat di bagi menjadi 2 tahap, yaitu (1) tahap persiapan, dan (2) tahap pelaksanaan.
Pada tahap persiapan dilakukan dengan mempersiapkan sesajen yang akan dipergunakan pada saat Byukukung. Bambu kecil melengkung, daun enau, tamas, ceper, tatakan segehan, janur, berbagai jenis buah, berbagai jajan, salah satu yang terisi adalah jaje dadalan belek dan satuh, beras, basan buat (campuran kayu manis, biji wijen, dan buah pala), kunyit, kapas, ngaad dan utik.
Bambu kecil melengkung dipergunakan untuk penjor byukukung, dihias dengan daun enau. Penjor Byukukung hanya dihias dengan daun enau tanpa berisi pala gantung, pala bungkah seperti layaknya penjor pada saat hari Raya Galungan. Kepe, tamas, ceper, taledan dan tatakan segehan dibuat dari dari daun kelapa yang sudah tua (selepan) dibentuk sedemikian rupa sebagai wadah dari suatu banten yang akan dibuat.
Janur diproses menjadi berbagai macam jejahitan seperti cenigan, cili lanang istri, canang, canang meraka, sampian byukukung, dan yang paling unik adalah berbagai jenis ketupat seperti ketupat nasi, ketupat sirikan, ketupat dampulan, ketupan sai, ketupat lepet, ketupat utu, ketupat kibul bebek, ketupat taluh, ketupat kukur sidayu, ketupat balang, ketupat udang, ketupat yuyu, dan ketupat pagan.
Pelepah kelapa yang sudah tua akan diproses menjadi utik, yaitu obor yang dibuat dari pelepah kelapa kering. Carang dadapdibuat untuk tegen-tegenan diisi dengan ketupat nasi, pala gantung, pala bungkah, dan jaje dadalan kering.Lidi 3 biji akan dililit dengan benang tridatu merah, hitam, putih, dan juga dililit dengan tanaman merambat bernama kesimbukan.
Setelah semua sarana siap, maka banten untuk ritual Byukukung akan disusun. Banten yang dibuat antara lain, dapetan tumpeng 5, gebogan, sorohan, cenik, banten lingian, sesayut. Mempersiapkan ulam banten yang disebut isin srawah yaitu kepiting, udang, ikan nyalian, belalang, dan capung.
Sarana upacara di atas tidak akan lengkap tanpa adanya unsur tirta, air suci sebagai pemuput dari upacara. Tirta yang dipergunakan untuk ritual Byukukung nunas dari Pura Ulun Suwi, Pura Pucak Sari, Pura Bukit Sari, dan Pura Masceti. Semua sarana kemudian akan ditata dalam keben besar pada sehari sebelum Byukukung.
Tahap kedua dari ritual byukukung adalah pelaksanaan. Mengenai pelaksanaan di Subak Sukabayu berdasarkan perintah dari pekasehdengan mempertimbangkan usia padi yang sudah akan hamil dan atau sudah hamil.
Beberapa hari sebelum pelaksanaannya, Saye atau juru arah dari Subak akan mendatangi masing-masing rumah dari anggota subak, pemilik sawah maupun penggarap sawah untuk memberitahu pelaksanaan Byukukung. Di sini yang melaksanakan Byukukung hanya pemilik sawah yang langsung menggarap sawahnya, dan atau penyakap sawah, sedangkan pemilik yang tidak langsung menggarap sawahnya tidak melaksanakan Byukukung.
Sehari sebelum Byukukung, anggota subak yang melaksanakan byukukung memasang penjor Byukukung di cakangan atau tempat masuknya air ke sawah masing-masing yang ditandai dengan sebuah tugu limas.
Byukukung di Subak Sukabayu dilaksanakan sebelum matahari terbit, dengan menjunjung banten dalam keben/sokasi besar sambil membawa utik, karena lokasi masing-masing sawah dari Subak Sukabayu sudah dapat dilalui sepeda motor namun utik sebagai obor tetap dibawa ke sawah.
Sampai di sawah, maka tanaman padi yang ditanam dekat tugu cakangan air yang disebut dengan istilah dewa akan dihias, dan digantungi dengan cili lanang istri, banten akan diturunkan satu persatu mulai dari keben.
(1) Menghaturkan bebersihan/pesucian di pelinggih tugu limas;
(2) Menghaturkan 1 banten ajuman, dan tipat sari;
(3) banten lingian dan pengingsan ditaruh di cakanganair sawah, nasi takilan dan sorohan cenik ditaruh di pematang sawah dekat dengan cakangan;
(4) Menghaturkan banten Byukukung di depan tugu limas yang terdiri dari dapetan tumpeng 5, gebogan, dan berbagai jenis ketupat kecuali ketupat sari, ketupat balang, ketupat kukur sidayu;
(5) Menghaturkan banten di 4 penjuru pojok sawah yang berisi ajuman dan canang meraka;
(6) Tirtadari Pura Masceti, Pura Ulun Suwi, Pura Pucak Sari, Pura Bukit Sari kemudian diperciki pada masing-masing bantenyang dihaturkan, dengan mantra sesontengan sesuai kemampuan sendiri dan belum melembaga yang intinya memohon keselamatan tanaman padi, dilanjutkan dengan persembahyangan, metabuh arak berem, dan semua banten di lungsur;
(7) Proses dilanjutkan dengan menghaturkan banten di tugu limas berupa ajuman, ketupat kukur sidayu, dan ketupat belalang ;
(8) Berjalan berkeliling sebanyak 3 kali di petak sawah yang berisi dewa padi dengan membawa tegen-tegenan dan cambuk darilidi sambil mencambuki padi (seperti ritual metegen-tegenan dalam perkawinan di Bali)
(9) Banten ajuman, ketupat kukur sidayu, dan ketupat balang tidak diambil, dibiarkan sebagai banten pengoak yang bisa diambil oleh orang lain (saya masih ingat waktu kecil sering menjadi goak dengan mengambil lungsuran yang ada di tugu limas, suatu kenangan yang sangat menyenangkan bagi saya). Sedangkan ketupat udang, ketupat yuyu, dan ketupat pagan akan digantung pada tugu limas.