Kalender tahun 2018 telah memasuki lembar terakhir, namun tidak banyak hujan yang turun tahun ini. Buku SD jaman dahulu yang mengatakan bahwa musim penghujan akan hadir ketika memasuki bulan yang berakiran “er” mungkin sudah tidak relevan. Hujan baru mulai turun memasuki bulan November, itupun hanya beberapa hari sekali hadir kemudian hilang.
Hujan yang turunpun memicuberagam reaksi, mulai dari mengisi jok motor dengan mantel yang kemudian siapdikenakan ketika hujan turun, menepi untuk menghindarinya, mengambil payung kemudian menggunakan kesempatan ketika hujan untuk membuang sampah di selokan.Terpaksa harus terjebak kemacetan akibat air hujan menggenangi jalan raya ataubahkan bangun dini hari untuk menyelamatkan barang-barang dari genangan hujanyang masuk bertamu ke dalam rumah.
Setidaknya itu merupakan sekelumit cerita kasar ketika hujan turun di area perkotaan, ketika hujan menjadi momok yang bisa mengacaukan segala rencana yang disusun rapi.
Hal yang berbeda terjadi di belahan timur Bali, mereka menunggu hujan turun. Ketika di Tulamben, Kubu,Karangasem sebagai sebuah desa yang menjadi tujuan turis memiliki air bisadimanfaatkan semaksimal mungkin untuk menjamu wisatawan yang hadir, di salahsatu dusun yang jaraknya hanya sekitar 8 km mereka harus bersabar, menandai purnama untuk bisa mengumpulkan air hujan demi memenuhi kebutuhan hidup mereka akan air. Ketika lumbung-lumbung air mereka kemudian kosong, maka bergantung pada air tangkian menjadi jalan keluar untuk tetap bisa bertahan.
Masuk lebih ke dalam ke sisiutara kaki Gunung Agung, situasi warga yang menunggu hujan turun juga terjadi. Lumbungair hujan seolah menjadi hal yang wajib dimiliki untuk mengurangi biaya yang harus dikeluarkan untuk membeli air bersih.
Cerita-cerita dari bagian timur Bali tentang bagaimana warga menunggu hujan, bagaimana hujan tidak datang sepertibiasanya, apa yang mereka gunakan untuk menandai kapan hujan akan turun, hubungan hujan dengan profesi mereka dan bagaimana mereka bertahan dengan tetap menggantungkan kebutuhan airnya dari hujan secara turun-temurun. Narasi yang didapat dari sebuah perjalanan dan berhasil terkumpul, dirajut denganterburu-buru dan ala kadarnya oleh I Ni timpal kopi dalam sebuah video dan kumpulan tulisan berjudul “Memanen Hujan”.
Di tengah pesatnya kemajuan industripariwisata yang mengkonsumsi air bersih (air sungai dan atau air tanah) ternyata di beberapa wilayah di Bali masih kesulitan untuk mendapatkan akses akan ketersediaan air untuk kebutuhan hidup mereka. lalu seberapa layakkah air hujan tersebut untuk dikonsumsi ketika definisi air bersih layak minum membuatada istilah air mentah dan air matang. Serangkaian pertanyaan yang kemudianmembuat I Ni timpal kopi bersama Taman Baca Kesiman (TBK) dan Teater Kalangan membuatsebuah acara kecil akhir tahun bertajuk “Memanen Hujan”.
Narasi kecil warga tentang hujanyang berhasil di rajut (I Ni timal kopi) coba untuk dibicarakan dalam sebuahruang dialog (Taman Baca Kesiman) dan kemudian bagaimana hujan diterjemahkan dalam pertunjukan (Teater Kalangan).
Acara “Memanen Hujan” akan berlangsung pada tanggal 22 Desember 2018, di Taman Baca Kesiman Jalan Sedap Malam 234, Kesiman-Denpasar. Acara yang bertepatan dengan Hari Ibu akan dibuka pukul 16.00 dengan kegiatan mendongeng oleh Daivi C.
Pukul 18.00 acara akan dilanjutkan dengan screening video berjudul “Memanen Hujan”, yang kemudian dilanjutkan dengan obrolan tentang “hujan,air dan ceritanya” bersama Arya“Boby” Ganaris (aktivis lingkungan dan direktur manikaya kauci), Roberto Hutabarat (antropolog dan penggiat pertanian) dan Petra Schneider (ecodevelopment) yang dimoderator oleh Adi Apriayantha.
Setelah obrolan santai acara akan dilanjutkan dengan pementasan Teater Kalangan berjudul TU.BUHU.Jan. pada pukul 20.30.
Acara “memanen hujan” akan ditutup dengan penampilan akustik dari; Rimbahera, Ayik&Iam, Soul and Kith serta music selector Lokasvara.
Selain akan nada rilisan zine dari I Ni timpal kopi edisi 36 yang merangkum narasi dalam bentuk kumpulan tulisan dan bisa dibawa pulang.
“Memanen Hujan” mencoba merayakanmusim hujan yang tidak lagi bisa diduga dan membuka segala obrolan yang mungkin bisa dibangun dari Hujan yang turun. Jadi mari bergabung berbagi kisah sebelum gelegar kebisingan kembang api dan pesta akhir tahun menelan semua suara kecil.
Informasi serta rincian lebih lanjut mengenai kelangsungan acara, bisa menghubungi I Ni timpal kopi instagram @initimpalkopi
I Ni timpal kopi.