JANGAN salah sangka. Pelakor dalam tulisan ini adalah “Pelapor Korupsi”: orang yang melaporkan kasus korupsi.
Istilah ini terpikirkan setelah 17 September 2018 Presiden Joko Widodo menandatangani Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 43 Tahun 2018 tentang Tata Cara Pelaksanaan Peran Serta Masyarakat dan Pemberian penghargaan dalam Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
PP yang telah diterbitkan tersebut senada dan sejalan dengan semangat pemerintah dalam membumihanguskan korupsi di negeri ini. Sebab korupsi adalah penyakit yang sepertinya terus tumbuh dan berkembang di Indonesia. Pelaku korupsi atau yang disebut koruptor semakin menjamur, dari tingkat pemerintah terendah yaitu pemerintahan desa hingga pemerintahan pusat.
Para tersangka dan terdakwa yang ditangkap serta divonis sidang atas dasar melakukan tindak pidana korupsi didominasi dari kalangan penjabat, yang semestinya menjadi teladan dan contoh bagi masyarakat yang di pimpinnya.
Seperti yang telah sering disampaikan dalam buku-buku yang bertajuk ‘Korupsi’, korupsi adalah kejahatan luar biasa, maka semestinya dihadapi dengan upaya-upaya yang luar biasa. Karen jika dihadapi dengan cara biasa, niscaya korupsi akan semakin merajarela.
Tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh para koruptor di Indonesia, menghalalkan segala cara dan upaya agar dapat menguras negara dalam bentuk uang, benda atau bahkan kebijakan-kebijakan yang tidak cukup bijaksana.
Mengingat hal itu, memang ada baiknya upaya dalam memberantas korupsi di Indonesia harus menggunakan berbagai cara dan upaya, namun tetap pada koridor-koridor Hukum yang berlaku di Indonesia. Ingat, kita negara hukum, jadi segala tindak-tanduk yang dilakukan harus didasarkan oleh hukum.
Wajib hukumnya pemberantasan korupsi dilakukan dari segala lini dan sisi, agar negara ini tidak terus menjadi santapan lezat oleh para pejabat negeri yang hobi korupsi.
Maka itu, bergembiralah karena Presiden Joko Widodo menandatangani Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 43 Tahun 2018 tentang Tata Cara Pelaksanaan Peran Serta Masyarakat dan Pemberian penghargaan dalam Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Dengan PP ini, warga bisa menjadi pelakor. Bukan perebut laki orang. Tapi pelapor kasus korupsi.
Sebab tidak bisa dipungkiri maraknya kasus korupsi menjadi bukti bahwa penegakan hukum masih butuh upaya agar lebih tegak lagi. Dengan adanya peran serta masyarakat, diharapkan semakin memperkuat barisan anti korupsi secara lebih kongkrit.
Dalam PP Nomor 43 Tahun 2018, masyarakat dirangsang agar melaporkan informasi yang diketahui terkait dengan tindak pidana korupsi ke pihak yang berwenang. Selain itu bagi masyarakat yang turut aktif dalam melaporkan tindak pidana korupsi, akan diganjar dengan hadiah hingga Rp 200 juta.
Jika kita hitung-hitung, kasus korupsi yang terjadi di Indonesia pada umumnya melebihi nominal Rp 1 milyar, dan bijaksana kiranya jika setiap pelapor korupsi mendapatkan penghargaan atau hadiah berupa uang sebesar Rp 200 juta.
Mengingat 200 juta adalah nominal yang tidak terlalu besar jika dibandingkan dengan uang nominal milyaran. Sisa dari uang kasus korupsi seperti biasanya dapat dikembalikan ke negara dan menjadi kas negara, ini artinya pemasukan untuk negara.
Manfaat uang imbalan untuk pelapor korupsipun akan sangat terasa karena dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, baik kebutuhan primer, sekunder bahkan tersier. Dengan cara seperti ini pemerintah dan negara secara tidak langsung telah membantu masyarakat dengan cara yang sangat luar biasa.
Secara keseluruhan manfaat yang diperoleh dari hadirnya PP ini adalah, meningkatnya peran serta masyarakat, mempermudah kinerja penegak hukum (KPK, Kejaksaan dan Polri), dan membantu masyarakat dalam memenuhi kehidupan sehari-hari dengan adanya imbalan jika mampu membantu memberikan informasi terkait kasus korupsi.
Sudah semestinya segala komponen di negeri ini untuk semakin bersinergi dan berkolaborasi dalam pemberantasan korupsi, apa lagi dengan hadirnya PP Nomor 43 tahun 2018. Penegak hukum, pemerintah, dan pastinya masyarakat harus semakin merapatkan barisan untuk melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi.
Sebab, jika salah satu komponen saja tidak turut aktif maka akan berpengaruh terhadap pemberantasan korupsi yang sedang dilakukan dalam rangka menyeleamatkan bangsa dan negara.
Tapi perlu diingat, dalam menyampaikan informasi terkait tindak pidana korupsi kepada pihak yang berwenang oleh maasyarakat, harus berdasarkan bukti dan yang dapat dipertanggungjawabkan, misalnya informasi secara lisan atau tulisan, bukti transaksi, rekaman elektonik dalam bentuk foto atau video. Jangan sampai menyampaikan informasi yang tidak pasti keasliannya atau yang sering disebut dengan hoax.
Kehadiran PP ini pun jangan sampai disalah gunakan untuk menyebarkan fitnah-fitnah hanya karena kepentinga pribadai atau golongan semata. Diharapkan masyarakat akan kian bijak dengan informasi yang diperoleh dan yang akan disampaikan.
Di sisi lain penting untuk dipikirkan tentang bagaimana bentuk perlindungan terhadap pealopor korupsi yang dilakukan oleh masyarakat. Agar masyarakat dalam terlibat memberantas korupsi tetap dalam kenyamanan dan keamanan.
Hadirnya regulasi yang memperlancar kegiatan pemberantasan korupsi akan membuat masyarakat tidak lagi ragu dalam terlibat dalam pelaksanaan pemberantasan korupsi. Kitapun sangat setuju dengan pemberian hadiah atau imbalan kepada masyarakat yang telah mau dan berani dalam berperan serta bersama penegak hukum dalam menyelamatkan negeri ini dari koruptor-koruptor yang siap mengisap uang negara.
Ingat, dalam terjadinya sebuah tindak kejahatan: “Kejahatan terjadi bukan karena orang jahat lebih banyak dari orang baik, tapi karena orang baik diam ketika tejadi kejahatan”. (T)