GEMPA tak bisa diprediksi. Ini pengetahuan yang selalu saya pegang, sehingga harus paham betapa pentingnya melakukan mitigasi bencana, juga mengubah kebiasaan jelek manusia dalam meramalkan gempa lewat hal-hal yang tak berdasar.
Memang, manusia kadang hanya bisa mengkritisi tapi tak mempunyai landasan berpikir yang jelas. Jika tak tahu, harusnya tanya, bukan saling menyalahkan.
Seperti bencana gempa dan tsunami yang terjadi di sejumlah tempat di Indonesia beberapa bulan terakhir ini, yang memakan ribuan jiwa. Berbagai penjelasan tentang bencana itu adalah sumber-sumber pengetahuan untuk memahami gempa yang mengejutkan dan tak terduga.
Jika hanya mengandalkan alat, memang tidak ada alat pendeteksi gempa. Yang ada hanya alat pendeteksi tsunami. Namanya buoy.
Bagaimana cara kerja buoy?
Di dasar laut, terdapat alat pengukur tekanan gelombang laut yang dapat mendeteksi secara cepat dan langsung dilaporkan ke buoy yang berada di atas permukaan laut. Tinggi gelombang yang akan terhempas menuju pesisir secara akurat dapat dilaporkan buoy .
Data aktual itu diterima satelit, alarm peringatan dini sudah bisa diaktifkan. Dengan demikian, buoy dapat mengetahui langsung secara aktual data di lapangan.
Namun buoy kini punya cerita sendiri di tengah wacana tentang gempa dan tsunamai belakangan ini. Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menyebut Indonesia tidak lagi memiliki buoy untuk mendeteksi tsunami sejak 2012.
Mengapa buoy hilang?
Pada awalnya Indonesia memiliki 22 unit buoy, namun semua buoy sudah tidak ada yang beroperasi.
Tidak adanya biaya pemeliharaan dan operasi menyebabkan buoy tidak berfungsi sejak 2012. Tidak hanya rusak namun juga hilang.
BMKG mencatat, pada 2011 lalu, tujuh unit buoy di perairan Banyuwangi rusak oleh nelayan, Sementara di Papua, dari 18 alat sensor gempa dan tsunami termasuk buoy, hanya menyisakan 8 unit yang masih berfungsi.
Kerusakan buoy sudah tentu memengaruhi akurasi dan kecepatan peringatan dini tsunami.
Pada 2006, BPPT memasang delapan unit buoy tsunami di Samudra Hindia atau barat Simeulue di Aceh, kemudian lautan Mentawai, dan barat Bengkulu, di bagian selatan.
Buoy dipasang di perairan Pelabuhan Ratu, Sukabumi, Cilacap, Bali, Laut Flores, Laut Maluku, dan Laut Banda. Buoy yang dipasang terapung pada jarak 800 kilometer dari tepi pantai menjadi korban vandalisme atau pencurian.
Ini yang harus ditekankan. Masyarakat terutama di daerah pesisir, harus mengerti betul kegunanaan buoy.
Saat kami mengundang narasumber untuk talkshow di TV tempat saya bekerja, sempat diceritakan kalau buoy sempat diambil dan cover-nya dijadikan tungku kompor. Miris. Alat yang sangat penting untuk menyelamatkan nyawa ribuan manusia, dan harganya lebih dari Rp. 200 juta dipakai untuk memasak.
Pendekatan kepada masyarakat dan sosialisasi kepada masyarakat telah dilakukan. Tapi menurut saya, adalah penting untuk kita sendiri, menyadari dan menghilangkan sifat suka mengambil dan menghilangkan barang semaunya. Mentang-mentang tak dijaga, liat besinya bisa dijual (mungkin) maka diambil.
***
Pasca kejadian gempa bumi dan tsunami yang terjadi di Aceh pada 2004 silam, pemerintah saat ini semakin mengembangkan sistem peringatan dini terkait tsunami. Hal tersebut agar masyarakat sudah bisa melakukan antisipasi ketika akan terjadinya tsunami.
Tsunami sendiri merupakan serangkaian gelombang yang diakibatkan oleh tanah longsor atau gempa bumi besar baik yang terjadi dilaut ataupun di darat. Gelombang tsunami dapat terjadi 5 menit hingga 1 jam setelah longsor atau gempa bumi. Masyarakat yang berada di area pantai harus bisa mengenali tanda tanda akan munculnya tsunami, sebab bencana ini biasanya banyak menelan korban jiwa.
Diawali Gempa Bumi
Bagi masyarakat yang tinggal didekat pantai, ada baiknya tetap waspada ketika terjadi gempa bumi. Tsunami biasanya terjadi karena adanya gempa bumi yang terjadi dibawah atau didekat laut. Bukan hanya gempa di daerah tersebut., namun gempa di berbagai negara lainnya juga bisa memicu terjadinya tsunami di daerah anda.
Perhatikan Suara Gemuruh
Menurut keterangan para korban tsunami. Sebelumnya munculnya gelombang tinggi, biasanya akan diawali dengan suara gemuruh yang sangat keras yang mirip dengan suara kereta barang.
Perhatikan Penurunan Air Laut
Setelah terjadinya gempa, lalu melihat adanya penurunan air laut yang cepat dab bukan merupakan waktu air laut surut. Maka segeralah cari tempat yang lebih tinggi untuk berlindung. Sebelum terjadinya tsunami, air laut akan terlebih dahulu surut lalu akan kembali naik dengan kekuatan yang sangat besar.
Waspadai Gelombang Tsunami
Gelombang tsunami pertama tidak selalu yang paling berbahaya. Sehingga perlu tetap berada di tempat aman hingga situasi benar benar aman. Jangan berasumsi bahwa karena tsunami kecil di satu tempat maka akan kecil juga pada daerah yang lain. Sebab gelombang tsunami akan bervariasi.
Sedari dini sadari semua tanda alam. Janganlah jika terjadi bencana yang memakan korban ribuan orang, selalu menyalahkan pemerintah tapi tidak menyadari, sekaligus berupaya untuk saling menjaga alam. Seperti misalnya, masih suka buang sampah sembarangan, tapi mengkritisi kebijakan pemerintah yang tak bisa mengatasi banjir dan sampah di laut.
Pernah diceritakan oleh Cesar Milan dalam bukunya Cesar’s Way yang ditulis bersama Melissa Jo Peltier (Random House, 2006).
Berdasarkan keterangan para saksi mata yang dikutip Cesar dari sejumlah berita terpercaya, disebutkan bahwa satu jam sebelum tsunami menerjang Aceh dan wilayah-wilayah lain di Asia Tenggara dan Selatan pada 26 Desember 2004, terjadi peristiwa yang tidak biasa di sana.
Gajah-gajah jinak yang biasa ditunggangi untuk wisata, tiba-tiba mulai bersuara seperti meratap dan bahkan berusaha melepas rantai yang mengikat kakinya, diantaranya hingga terputus, dan kemudian lari.
Sebelum tsunami menyapu, di seluruh kawasan terdampak di Asia Tenggara dan Selatan itu dilaporkan bahwa aneka satwa di kebun binatang (zoo) lari ke tempat berlindungnya (shelter) dan tidak mau keluar.
Anjing-anjing di rumah mengonggong dan ratusan satwa liar di Taman Nasional Yala Srilanka –seperti leopard, harimau, gajah, rusa, celeng, kuda nil dan kera— berlarian ke tempat yang lebih tinggi untuk mencari aman.
Sekian. Semoga bermanfaat. 🙂