3 June 2025
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
tatkala.co
No Result
View All Result

Monolog “Matahari Terakhir”: Proses Latihan, Proses “Menjadi”

Agus WiratamabyAgus Wiratama
February 2, 2018
inEsai
15
SHARES

 

DI bawah tangga itu terdapat ruang kecil yang mungkin saja tak pernah menarik untuk dilihat. Atau mungkin, memang ruangan itu yang tidak menawarkan sesuatu yang sedap untuk disantap mata. Ruang itu dipenuhi dengan debu, jaring laba-laba, tumpukan laci usang, dan benda-benda bekas instalasi Jurusan Pendidikan Seni Rupa. Tempat ini berada di Kampus Bawah Undiksha Singaraja, tepatnya di antara ruangan kuliah Jurusan Pendidikan Bahasa Bali dan ruang kuliah Jurusan Pendidikan Seni Rupa, dekat parkir belakang Kampus Bawah.

Tempat itulah yang menjadi tempat latihan sekaligus tempat pentas monolog yang berjudul “Matahari Terakhir” karya Putu Wijaya dalam rangka Wisata Monolog Teater Kalangan, Selasa 26 Desember 2017. Saya sendiri akan menjadi aktor dalam pementasan itu.

Mementaskan monolog memang suatu hal yang menarik, awalnya ini bukan masalah “menjadi” atau “merasakan” orang lain. Yang tertanam dalam benak saya ketika menerima naskah monolog ini adalah betapa asiknya menggeliat lincah dan berteriak-teriak keras di hadapan penonton. Hal itu pasti memukau. Ternyata, belum banyak hal yang mampu saya serap meskipun sering mendengarkan pembicaraan tentang teater. Baru dalam proses latihan berlangsung, saya merasakan betapa susahnya bermain permainan satu ini, karena harus “menjadi” atau “merasakan” orang yang akan dihukum mati dan tinggal di ruangan sempit dengan teman imajinasi dan matahari.

Di tengah kecemasan memainkan monolog, I Wayan Sumahardika, sebagai sutradara mengingatkan bahwa yang saya lakukan itu adalah salah satu jalan untuk belajar menjadi manusia. Ya, manusia yang lebih baik tentunya. Konteks penyampaiannya adalah ketika dengan diam-diam rasa putus asa menyusup sebab saya tak mampu memahami naskah tersebut. Di ujung kata-kata itu tersimpulkan suatu maksud yang akhirnya disampaikan dengan gamblang, “Kau harus memahami psikologi tokoh dalam naskah, jadi tubuh dan pengucapan teks akan ditentukan oleh pemahaman tersebut”.

Meskipun disampaikan pada pertengahan latihan, sesunggahnya hal ini sudah dilakukan juga di awal, yaitu mendiskusikan naskah yang akan di pentaskan ini. “Apa maksud kalimat pertama?”, “Apa maksud paragraf ke sekian?” “Apa maksud tokoh ini berkata ini?”

Pertanyaan-pertanyaan semacam inilah yang menjadi sahabat saya sepanjang proses berlangsung. Meskipun memahami keseluruhan naskah masih menjadi tugas rumah yang paling berat, saya rasa seiring berangsurnya waktu, hal itu akan tercapai walaupun tidak sepenuhnya atau dengan kata lain, memahami dengan cara saya sendiri.

Meskipun dengan pola hidup saya yang datar dan sangat mekanis, memahami psikologi tokoh yang ditinggal kekasih bukanlah suatu tantangan yang berat. Tetapi, tokoh dalam naskah yang satu ini mengalami konflik dalam diri yang lebih dari itu. Pertama, ia ditinggalkan oleh kekasihnya, lalu dipenjara dalam ruangan sempit, dan akan dihukum mati.

Tekanan psikologi yang sangat kompleks ini, membuat saya benar-benar kelimpungan untuk memahaminya. Berbagai referensi sudah dijamah, baik dari bacaan ataupun dari internet khususnya youtube. Tetapi tetap saja memahami tokoh ini menjadi beban yang cukup berat karena ketika sudah di panggung, saya harus membuat penonton paham dan yakin bahwa saya adalah tokoh yang seperti dimaksud.

Pilihan bentuk pementasan ini adalah respon terhadap ruang. Untuk kapasitas pemain baru seperti saya, hal ini juga berat. Dengan ruangan yang sempit dan berbentuk kaku, tubuh saya tak boleh kaku, karena itu akan menjadi tidak sedap dinikmati penonton. Bertambah rumit ketika respon ruang itu dipilih sebagai bentuk pementasan, terlebih penyikapan ini berbeda dari pementasan yang selama ini saya tonton.

Latihan pun dilakukan langsung di tempat pentas dengan harapan saya benar-benar memahami ruang sempit itu. Beberapa kali di ruang ini tubuh saya terbentur dengan dinding, ruangan sempit memang selalu memberi kesempatan besar untuk terjadi benturan. Sutradara mengatakan, “Ruang seperti ini menunjukkan betapa kesadaran tubuh menjadi sangat penting, kau seharusnya tidak terbentur apabila menyadari punya tubuh” tugas rumah terasa semakin berat. Pemahaman terhadap naskah, tokoh, lalu kesadaran terhadap tubuh dan ruang.

Pada beberapa pilihan gerak, saya merasakan kelenturan yang sulit digapai. Gerak yang semestinya dilakukan dengan dinamis justru membuat beberapa otot terasa pegal, bahkan sakit. Ini saya rasakan ketika latihan pertama hingga ke lima, sedangkan pada latihan-latihan selanjutnya tubuh sudah mulai bisa diajak bermain. Secara perlahan-lahan, otot tak pegal atau sakit lagi, benturan pun jarang terjadi.

Orgasme bermain mulai dirasakan. Meskipun pemahaman terhadap naskah secara utuh masih menjadi tugas rumah yang berat, namun betapa nikmatnya sesekali melihat dunia seperti tokoh yang dilahirkan oleh Putu Wijaya. Bayangan-bayangan sering kali muncul dalam adegan. Tokoh ini memiliki bayangan yang tidak terbatas, menurut penafsiran mungkin saja semua itu muncul karena si tokoh merasa kesepian di ruang kecil itu sehingga segala ilusi itu terbangun.

Begitu pula matahari yang menjadi penanda waktu, sangat dibencinya karena matahari adalah salah satu bagian dari dunia tokoh yang dibatasi dinding dan menjadi penanda cepat lambatnya ia akan dihukum mati. Serangga pun dianggap sebagai sahabatnya saking kesepian itu. Di balik kegetiran itu, saya merasakan betapa indahnya naskah yang dibuat oleh Putu Wijaya. Di situ saya merasa menjadi orang lain meski dengan kesadaran yang tidak seutuhnya sama dengan tokoh.

Permainan tetaplah sebuah permainan. Keindahan menjadi hal yang penting karena permainan ini adalah tontonan, maka dari itu, vocal, mimik, gestur, yang semua itu berdasarkan pemahaman terhadap naskah menjadi hal yang sangat prinsipil. Namun proses monolog ini akan tetap berlangsung hingga mencapai orgasme yang paling orgasme. (T)

Tags: Festival Monolog Bali 100 Putu WijayaMonologPutu WijayaTeaterTeater KalanganUndiksha
Previous Post

Sekar Sumawur: Dialog Kosong tentang Kemarau yang Kehujanan

Next Post

Titik Tengah Tempat Keramat – Renungan Kecil Tentang Kesuburan

Agus Wiratama

Agus Wiratama

Agus Wiratama adalah penulis, aktor, produser teater dan pertunjukan kelahiran 1995 yang aktif di Mulawali Performance Forum. Ia menjadi manajer program di Mulawali Institute, sebuah lembaga kajian, manajemen, dan produksi seni pertunjukan berbasis di Bali.

Next Post

Titik Tengah Tempat Keramat – Renungan Kecil Tentang Kesuburan

Please login to join discussion

ADVERTISEMENT

POPULER

  • “Muruk” dan “Nutur”, Belajar dan Diskusi ala Anak Muda Desa Munduk-Buleleng

    “Muruk” dan “Nutur”, Belajar dan Diskusi ala Anak Muda Desa Munduk-Buleleng

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Sang Hyang Eta-Eto: Memahami Kalender Hindu Bali & Baik-Buruk Hari dengan Rumusan ‘Lanus’

    23 shares
    Share 23 Tweet 0
  • Hari Lahir dan Pantangan Makanannya dalam Lontar Pawetuan Jadma Ala Ayu

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Lonte!

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Film “Mungkin Kita Perlu Waktu” Tayang 15 Mei 2025 di Bioskop

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

KRITIK & OPINI

  • All
  • Kritik & Opini
  • Esai
  • Opini
  • Ulas Buku
  • Ulas Film
  • Ulas Rupa
  • Ulas Pentas
  • Kritik Sastra
  • Kritik Seni
  • Bahasa
  • Ulas Musik

Susu dan Tinggi Badan Anak

by Gede Eka Subiarta
June 3, 2025
0
Puasa Sehat Ramadan: Menu Apa yang Sebaiknya Dipilih Saat Sahur dan Berbuka?

KALSIUM merupakan mineral utama yang diperlukan untuk pertumbuhan tulang kita, tepatnya untuk pertumbuhan tinggi badan. Kandungan kalsium tertinggi ada pada...

Read more

Kita Selalu Bersama Pancasila, Benarkah Demikian?

by Suradi Al Karim
June 3, 2025
0
Ramadhan Sepanjang Masa

MENGENANG peristiwa merupakan hal yang terpuji, tentu diniati mengadakan perhitungan apa  yang  telah dicapai selama masa berlalu  atau tepatnya 80...

Read more

Seberapa Pantas Seseorang Disebut Cendekiawan?

by Ahmad Sihabudin
June 2, 2025
0
Syair Pilu Berbalut Nada, Dari Ernest Hemingway Hingga Bob Dylan

SIAPAKAH yang pantas kita sebut sebagai cendekiawan?. Kita tidak bisa mengaku-ngaku sebagai ilmuwan, cendekiawan, ilmuwan, apalagi mengatakan di depan publik...

Read more
Selengkapnya

BERITA

  • All
  • Berita
  • Ekonomi
  • Pariwisata
  • Pemerintahan
  • Budaya
  • Hiburan
  • Politik
  • Hukum
  • Kesehatan
  • Olahraga
  • Pendidikan
  • Pertanian
  • Lingkungan
  • Liputan Khusus
Perpres 61 Tahun 2025 Keluar, STAHN Mpu Kuturan Sah Naik Status jadi Institut

Perpres 61 Tahun 2025 Keluar, STAHN Mpu Kuturan Sah Naik Status jadi Institut

May 29, 2025
 Haul Buya Syafii Maarif : Kelas Reading Buya Syafii Gelar Malam Puisi dan Diskusi Publik

Haul Buya Syafii Maarif : Kelas Reading Buya Syafii Gelar Malam Puisi dan Diskusi Publik

May 27, 2025
911—Nomor Cantik, Semoga Nomor Keberuntungan Buleleng di Porprov Bali 2025

911—Nomor Cantik, Semoga Nomor Keberuntungan Buleleng di Porprov Bali 2025

May 21, 2025
Inilah Daftar Panjang Kusala Sastra Khatulistiwa 2025

Inilah Daftar Panjang Kusala Sastra Khatulistiwa 2025

May 17, 2025
Meningkat, Antusiasme Warga Muslim Bali Membuka Tabungan Haji di BSI Kantor Cabang Buleleng

Meningkat, Antusiasme Warga Muslim Bali Membuka Tabungan Haji di BSI Kantor Cabang Buleleng

May 16, 2025
Selengkapnya

FEATURE

  • All
  • Feature
  • Khas
  • Tualang
  • Persona
  • Historia
  • Milenial
  • Kuliner
  • Pop
  • Gaya
  • Pameran
  • Panggung
Senyum Rikha dan Cendol Nangka Pertama: Cerita Manis di Ubud Food Festival 2025
Panggung

Senyum Rikha dan Cendol Nangka Pertama: Cerita Manis di Ubud Food Festival 2025

LANGIT Ubud pagi itu belum sepenuhnya cerah, tapi semangat Rikha sudah menyala sejak fajar. Di tengah aroma rempah yang menyeruak...

by Dede Putra Wiguna
June 3, 2025
Terong Saus Kenari: Jejak Rasa Banda Neira di Ubud Food Festival 2025
Panggung

Terong Saus Kenari: Jejak Rasa Banda Neira di Ubud Food Festival 2025

ASAP tipis mengepul dari wajan panas, menari di udara yang dipenuhi aroma tumisan bumbu. Di baliknya, sepasang tangan bekerja lincah—menumis,...

by Dede Putra Wiguna
June 3, 2025
Pindang Ayam Gunung: Aroma Rumah dari Pangandaran yang Menguar di Ubud Food Festival 2025
Panggung

Pindang Ayam Gunung: Aroma Rumah dari Pangandaran yang Menguar di Ubud Food Festival 2025

UBUD Food Festival (UFF) 2025 kala itu tengah diselimuti mendung tipis saat aroma rempah perlahan menguar dari panggung Teater Kuliner,...

by Dede Putra Wiguna
June 2, 2025
Selengkapnya

FIKSI

  • All
  • Fiksi
  • Cerpen
  • Puisi
  • Dongeng
Lengkingan Gagak Hitam | Cerpen Mas Ruscitadewi

Lengkingan Gagak Hitam | Cerpen Mas Ruscitadewi

May 31, 2025
Puisi-puisi Eddy Pranata PNP | Stasiun, Lorong, Diam

Puisi-puisi Eddy Pranata PNP | Stasiun, Lorong, Diam

May 31, 2025
Kampusku Sarang Hantu [1]: Ruang Kuliah 13 yang Mencekam

Kampusku Sarang Hantu [17]: Wanita Tua dari Jalur Kereta

May 29, 2025
Menunggu Istri | Cerpen IBW Widiasa Keniten

Menunggu Istri | Cerpen IBW Widiasa Keniten

May 25, 2025
Kampusku Sarang Hantu [1]: Ruang Kuliah 13 yang Mencekam

Kampusku Sarang Hantu [16]: Genderuwo di Pohon Besar Kampus

May 22, 2025
Selengkapnya

LIPUTAN KHUSUS

  • All
  • Liputan Khusus
Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan
Liputan Khusus

Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan

SEBAGAIMANA Banyuwangi di Pulau Jawa, secara geografis, letak Pulau Lombok juga cukup dekat dengan Pulau Bali, sehingga memungkinkan penduduk kedua...

by Jaswanto
February 28, 2025
Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan
Liputan Khusus

Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan

SUNGGUH kasihan. Sekelompok remaja putri dari Desa Baturiti, Kecamatan Kerambitan, Tabanan—yang tergabung dalam  Sekaa Gong Kebyar Wanita Tri Yowana Sandhi—harus...

by Made Adnyana Ole
February 13, 2025
Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti
Liputan Khusus

Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti

BULELENG-BANYUWANGI, sebagaimana umum diketahui, memiliki hubungan yang dekat-erat meski sepertinya lebih banyak terjadi secara alami, begitu saja, dinamis, tak tertulis,...

by Jaswanto
February 10, 2025
Selengkapnya

ENGLISH COLUMN

  • All
  • Essay
  • Fiction
  • Poetry
  • Features
Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

March 8, 2025
Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

November 30, 2024
The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

September 10, 2024
The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

July 21, 2024
Bali, the Island of the Gods

Bali, the Island of the Gods

May 19, 2024

TATKALA.CO adalah media umum yang dengan segala upaya memberi perhatian lebih besar kepada seni, budaya, dan kreativitas manusia dalam mengelola kehidupan di tengah-tengah alam yang begitu raya

  • Penulis
  • Tentang & Redaksi
  • Kirim Naskah
  • Pedoman Media Siber
  • Kebijakan Privasi
  • Desclaimer

Copyright © 2016-2024, tatkala.co

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis

Copyright © 2016-2024, tatkala.co