DI Buleleng jangan harap bertemu layang-layang besar dan indah seperti yang kerap ditonton dalam festival layang-layang di Padanggalak, Sanur, atau di tempat lain di wilayah Denpasar, Gianyar, Badung dan Tabanan. Di Buleleng, paling-paling ketemunya laying-layang kecil, segi empat, buruk rupa dengan warna sekadarnya, dan tak berusaha menjadi indah.
Dengan bentuknya yang kecil, layang-layang di Buleleng tak perlu diangkut truk besar, apalagi diiringi balaganjur yang kadang bisa bikin macet lalu-lintas. Layang-layang di Buleleng cukup dibawa pake sepeda motor, dimasukkan dalam tas plastik, lalu cur ke lapangan untuk bermain. Satu motor bisa mengangkut lebih dari 20 layang-layang, tanpa menyebabkan lalu-lintas jalanan jadi macet.
Lalu, apa pentingnya layang-layang kecil di langit luas? Apa asyiknya bermain dengan layangan kecil, dan di mana letak kepuasannya? Tunggu dulu. Layang-layang yang kecil itu jika diulur ke langit, ia meliuk-liuk mencari lawan. Kecil sosoknya, tapi ambisinya besar untuk memutuskan layang-layang lain agar langit bisa dikuasainya sendiri.
Kepuasan pemain layang-layang di Buleleng bukan pada saat menyaksikan kesombongan layang-layanya menguasai langit dengan tubuh besar hingga menghalangi matahari. Atau bukan pada saat kemolekan layang-layangnya menari di udara dengan kecantikan warna-warni yang dipertontonkan di udara.
Kepuasan pemain layang-layang di Buleleng adalah pada saat layang-layang yang dikendalikannya mampu menjatuhkan sebanyak-banyaknya layangan lain di sampingnya. Hingga sampai akhirnya hanya layang-layang dialah sebagai layang-layang yang satu-satunya mengudara di langit. Itulah yang disebut jawara.
Begitu memang inti dari tradisi layang-layang mekorot di Buleleng. Tradisi ini, oleh sekelompok orang kreatif dari JCI Singaraja, dipertahankan dengan menggelar Buleleng Mekorot Festival (BMF). Tahun 2017, BMF digelar di Stadion Mayor Metra, Sabtu 16 Desember 2017.
BMF 2017 ini merupakan ajang keempat. Festival pertama dan kedua digelar di kawasan Pantai Lovina. Dan untuk yang ketiga dan keempat digelar di Stadion Mayor Metra.
Yang unik, hanya dipilih satu jawara dalam festival adu layangan ini. Artinya sudah ada tiga jawara dalam BMF, yakni Gocik, Komo dan Janur. Jadi, tinggal menunggu satu jawara pada BMF tahun 2017 ini.
Festival permainan tradisional ini sejak pertama digelar memang menjadi perhatian masyarakat lokal maupun wisatawan yang berkunjung ke Lovina. Sejumlah wisatawan bahkan ikut tertawa-tawa ketika melihat sejumlah pemain layangan pontang-panting menarik-ulur benang layangan mereka untuk menyelamatkan layangan dari korotan layang-layang lawan.
Seorang tokoh permainan layang-layang mekorot, Made Switama asal Kelurahan Liligundi, menceritakan mekorot merupakan permainan layangan khas Buleleng. “Permainan mekorong ini sudah mendunia dan kejuaraan dunia pernah diselenggarakan di Kediri, Jawa Timur,” ujarnya.
Made Suwitama berharap acara ini dapat menjadi event tahunan di Kabupaten Buleleng,karena ajang seperti ini dapat menjadi seleksi bagi para pemain layangan baik anak-anak maupun dewasa untuk mengikuti jenjang event yang lebih tinggi yakni tingkat Provinsi, Nasional bahkan Internasional.
“Semoga acara ini konsisten diselenggarakan setiap tahun. Karena mekorot merupakan permainan tradisional yang membangun jiwa sportifitas,luar biasa jika ini dijadikan kalender resmi tahunan sebab mekorot sangat potensial untuk dikembangkan,” ucapnya suatu kali di sela-sela festival. (T)