KETIKA baru dilantik sebagai bupati di belahan Bali bagian utara, pertengahan 2012, Pak Agus punya kebiasaan melakukan touring. Ya, keliling-keliling desa naik motor. Seminggu sekali, Pak Agus pasti touring keliling desa-desa menunggang sepeda motor trailnya.
Acara touring ini sangat dinanti warga. Lebih dinanti dari reses anggota dewan. Meski ada saja yang menanggapi dengan nyinyir, misalnya ada yang bilang touring: nutur dan ngering. Maksudnya hanya ngomong-ngomong saja tanpa menyelesaikan apa-apa.
Namun, tampaknya touring itu efektif juga sebagai satu gaya komunikasi yang unik, antara pemimpin dengan rakyat. Jika dibanding dengan mobil dinas, motor trail bisa disebut sebagai simbol kedekatan dan keakraban. Motor bisa memangkas jarak antara pusat pemerintahan di pusat kota dengan titik kecil di desa terpencil. Lebih dekat lagi jarak sesungguhnya jika bersepeda atau jalan kaki, tapi itu tentu berlebihan.
Seingat saya, Pak Agus pertama kali melakukan touring menyusuri wilayah Kecamatan Sukasada. Mengendarai motor trail Husqvarna kesayangannya, Pak Agus dengan lincah menyisir jalan-jalan pedesaan di sepanjang wilayah Sukasada.
Perjalanan mulus mulai dari Desa Wanagiri. Masuk Desa Tegallinggah, perjalanan agak terhambat karena jalan rusak. Jalan rusak tak masalah karena Pak Agus pakai motor trail. Saat itu Pak Agus menuju sebuah padepokan milik Somvir, tokoh spiritual berdarah India yang belakangan bergabung dengan partai berlambang banteng gemuk.
Usai dari Tegallinggah, Pak Agus menuju Desa Selat. Saat itu jalan di desa itu, terutama di sekitar hutan desa sedang rusak-rusaknya. Mobil Pol PP yang mengawal Pak Agus nyungsep di selokan.
Saat lewat jalan ini, Pak Agus juga sempat jatuh dari motornya. Tangannya luka karena tergores kerikil. Wajar saja, jatuh di jalan aspal yang rusak tak seindah jatuh cinta.
Terjatuhnya Pak Agus di jalan itu membawa hikmah. Seingat saya dua tahun berselang sejak kejadian itu, jalan langsung mulus.
Dulu, ketika Pak Agus touring, rombongannya mengular sampai jauh. Pengikutnya bukan hanya para pejabat. Anggota klub motor juga pernah ikut rombongan touring Pak Agus.
Untuk rombongan pejabat, Pak Agus punya daftar pejabat yang tidak boleh absen. Mereka adalah Kepala Dinas Pertanian, Kepala Dinas Perkebunan, Kepala Dinas Pekerjaan Umum, dan Kabag Humas. Kombinasi para pejabat ini dianggap sudah cukup menyelesaikan masalah yang ditemui Pak Agus tatkala touring.
Pak Agus merasa perlu mengajak Kadis PU karena saat itu jalanan di Buleleng hancur lebur. Bopeng di sana sini. Pak Agus juga rajin mengajak Kadis Pertanian dan Kadis Perkebunan, karena ada banyak masalah tani yang ditemui, selain masalah jalan. Sedangkan Kabag Humas diajak, biar ada yang mencatat daftar keluhan masyarakat yang ditemui saat touring.
Sayangnya kini Pak Agus sudah jarang touring ke desa-desa. Kebiasaan touring ini hanya bertahan pada dua tahun pertama masa jabatannya. Seingat saya, terakhir kali Pak Agus touring ke Desa Tegallinggah dan mendatangi padepokan milik mendiang Nyoman Durpa tahun 2014 lalu.
Pak Agus, bolehlah bapak touring lagi. Sebulan sekali naik motor ke desa-desa dengar keluhan petani. Bukankah arah pembangunan sedang ditanjakkan ke arah pertanian dalam arti luas? Jika begitu, petani harus didengar dengan jarak yang lebih dekat.
Keluhan petani biasanya disampaikan secara berbisik, kalau pun agak keras, biasanya hilang ditelan angin rahasia. Siapa tahu, dengan touring ke desa, bisikan petani yang paling lirih pun bisa bapak dengar.
Siapa tahu, ini siapa tahu ya, kalau bapak touring lagi, bapak bisa dapat rekomendasi jadi calon wakil gubernur dari partai. (T)