BELAKANGAN ini disibukkan dengan berbagai peristiwa sosial, hukum, dan politik, yang berhubungan dengan NKRI. Semboyan Bhineka Tunggal Ika, berbeda-beda namun tetap satu, menjadi lebih sering diucapkan orang, dan Pancasila sebagai dasar negara juga banyak dikomentari lagi.
Semua itu terjadi setelah adanya sejumlah peristiwa dan aksi di tanah Ibukota Negara, Jakarta. Ada aksi menolak maupun mendukung kebijakan pemerintahan, demo-demo penistaan agama, dan bom Kampung Melayu. Aksi itu tanpa disadari seperti samudera yang menenggelamkan karang secara perlahan. Perhatian dan kesibukan kita terhadap aksi itu membuat kita terlupa dengan deretan kasus lama yang tidak diusut tuntas oleh penegak hukum di negara yang kita cintai ini.
Lapindo, Munir, Century, Hambalang, adalah deretan kasus yang dilupakan. “Keadilan sudah tidak tegak lagi,” begitu kata banyak orang. Hukum sudah bisa dibeli. Seperti pisau belati yang tajam ke bawah tumpul ke atas. Yang jujur dipenjara yang korupsi dipelihara dengan baik biar semakin gemuk.
Abdur Arsyad, salah satu komika dalam aksi stand up komedi-nya mengatakan, “Indonesia ini seperti kapal tua, yang berlayar namun tak tahu arah.” Penumpang yang bersuara dipenjara, atau hempas hilang di lautan.
Miris memang jika dilihat deretan kasus yang terjadi di tanah Ibu Kota, namun sekarang perlahan warna negara ini mulai sadar dan banyak menyuarakan “Pertahankan NKRI, NKRI harga mati.”
Itu sebagian deretan cerita yang terjadi di tanah Ibu Kota yang terus bergulir demi persatuan NKRI. Di Bali berbanding terbalik karena banyak aksi yang dilaksanakan adalah tergolong aksi menolak lupa. Menolak lupa dengan tradisi, budaya, bahasa, aksara dan sastra daerah Bali.
Pemerintah Provinsi Bali melalui Penyuluh Bahasa Bali berusaha melestarikan bahasa, aksara dan bahasa Bali. Pergerakan yang signifikan terus diperlihatkan oleh tenaga kontrak Non PNS/Penyuluh Bahasa Bali Pemerintah Provinsi Bali. Mengabdikan diri dengan penuh ketulusan terhadap bahasa, aksara, dan sastra Bali yang notabena merupakan tonggak dari kebudayaan Bali. Kebudayaan Bali yang menjadi dinasti pariwisata Indonesia.
Konservasi dan identifikasi naskah lontar, pesanthian, kelompok belajar bahasa Bali, dan penyuluhan pelestarian bahasa Bali terhadap Sekaa Teruna Teruni merupakan bukti nyata kinerja penyuluh bahasa Bali yang tetap mengawal tugas dari kebijakan pemerintah provinsi Bali sejak pertengahan tahun 2016 lalu.
Seiring berjalannnya waktu koordinasi semakin membaik dan komunikasi berjalan lancar dengan warga Bali yang ingin tahu tentang bahasa, aksara dan sastra Bali. Begitu juga dengan pemilik naskah lontar, para orang tua siswa, sekaa teruna teruni dan krama Bali. Mulai terketuk hatinya dan sadar akan pelestarian bahasa Bali dengan memberikan naskah lontarnya untuk diidentifikasi. Para orang tua juga memberikan dan mengarahkan anak-anaknya mengikuti kelompok belajar bahasa Bali.
Generasi muda yang sadar akan menggunakan bahasa Bali dalam kehidupan sehari-hari dalam bergaul dengan sejawat atau orang tua dan krama Bali. Mereka mulai terbuka akan peninggalan-peninggalan yang berhubungan dengan bahasa, aksara dan sastra Bali.
Jadi mempertahankan Bali dan bahasa Bali sama dengan upaya mempertahankan NKRI dan upaya meninjau kembali kasus lama yang terlupakan yang terjadi di tanah Ibu Kota. Intinya, sebuah kekuatan untuk bertahan dan pentingnya mempertahankan sesuatu yang sudah menjadi bagian dari mutlak dan harus. Karena semuanya sudah kita temukan ada begitu saja, padahal semua itu ada karena perjuangan para pahlawan di masa lampau. Untuk itu, sekarang kita berjuang dengan mempertahankan segalanya agar tetap bersatu. (T)