13 May 2025
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
tatkala.co
No Result
View All Result

Membaca Empat Puisi Air Zulkifli Songyanan

Ra’idah AzyyatibyRa’idah Azyyati
February 2, 2018
inUlasan
57
SHARES

MEMBACA puisi-puisi karya Kang Zul—begitu saya biasa menyebutnya, saya menjadi teringat masa kanan-kanak hingga awal remaja dahulu. Dalam LKS maupun buku paket Bahasa Indonesia, biasanya akan ditampilkan puisi-puisi karya penyair besar Indonesia seperti “Aku” karya Chairil Anwar, “Karangan Bunga” karya Taufiq Ismail, atau “Aku Ingin” karya Sapardi Djoko Damono.

Ibu guru akan meminta saya menerjemahkan puisi tersebut ke dalam makna dan amanat, dan biasanya saya akan merasa memasuki satu ruangan gelap, yang adalah bagian dari rumah besar dengan pintu-pintu yang terkunci, dan saya diminta untuk menyebutkan posisi benda-benda, serta menjelaskan kegunaannya. Saya tidak bisa melakukannya, tidak pula saya bisa pergi ke bagian ruangan lain. Tidak mengherankan sebab puisi-puisi memiliki makna yang berlapis, dan saya belum mengetahui latar belakang para penyair serta kaitannya dengan puisi-puisinya.

Setelah membaca puisi-puisi dalam kumpulan puisi “Kartu Pos dari Banda Neira” (2017), saya seperti memasuki ruangan yang memiliki pencahayaan yang cukup sehingga dapat mengamati sekitar saya dengan mudah, serta menggenggam kunci untuk membuka pintu-pintu ruangan lain.

Puisi-puisi Kang Zul dalam “Kartu Pos dari Banda Neira” ini cukup ramah nalar. Maksudnya, makna-makna dalam puisinya cukup mudah ditangkap sebab tidak ada kegelapan yang melingkupinya. Diksi-diksinya dekat dengan percakapan-percakapan biasa, dan permainan katanya tidak berbelit-belit. Seandainya LKS dan buku paket saya memuat puisi-puisi Kang Zul, mungkin saya akan lebih meminati puisi lebih dari saat ini.

“Kartu Pos dari Banda Neira” dibagi menjadi tiga bagian, yaitu ‘Bagian Pertama : Masalah Personal, ‘Bagian Kedua : La Poésia Séentiméentalé, dan terakhir adalah bagian yang ditarik menjadi judul buku kumpulan puisi ini, ‘Bagian Tiga : Kartu Pos dari Banda Neira. Sebab keterbatasan ruang dan waktu, saya hanya akan membahas empat puisi dari ‘Bagian Pertama : Masalah Personal, yaitu “Akuarium (1), “Akuarium (2), “Sonet Laut Buat Bapak, dan “Hujan Dinihari.

Keempat puisi tersebut memiliki bau yang sama, yaitu citraan air yang kuat. Dalam puisi “Akuarium (1), yang adalah puisi pertama yang ditampilkan dalam buku, terdapat tiga bagian puisi. Bagian I mendeskripsikan sebuah akuarium dengan cukup detail sampai-sampai benak saya mampu membayangkan bentuk akuarium yang dimaksud penyair.

1/
Tujuh ikan koki
berenang
ke sana ke sini.

Ratusan batu kali, alas jagad ini
berserakan
warna-warni.

Tiga tebing karang—sebut saja demikian
tenang
menantang gelombang deburan.

Satu set selang air, dengung sirkulator
siklus hidup
pendek dan monoton
… (Songyanan, 2017, hlm. 1)

Pada bagian kedua, muncul pertanyaan dari aku lirik yang mungkin sedang mengamati ikan, dan penasaran pada kehidupan ikan yang hanya mondar-mandir mengarungi akuarium sembari mangap-mangap.

2/
Ikan, ikan! Bagaimana kau tidur?
Pernhakah bermimpi?
Atau setidaknya, merasa kehausan?
Mengapa tak dapat kaubedakan
pakan yang kuberi, dengan kotoran
keluar dari pantatmu sendiri?
Apa nama dunia yang kini kautinggali?
Berapa lapis langitnya?
Siapa tuannya?
Adakah di antara kalian punya peran
misal, sebagai guru sejarah atau biologi?
Ikan, ikan! Lekas ajari kami
cara terbaik merenangi
keruhnya hidup ini.
… (Songyanan, 2017, hlm 1-2)

Sementara dalam bagian ketiga, aku lirik mengaitkan serta membandingkan ‘kehidupan ikan’ dengan ‘kehidupan manusia’. Baginya, dunia yang dihuni ikan jauh lebih menyenangkan, tenang, nyaman, santai daripada kehidupan manusia yang penuh masalah, amarah, kesedihan dan kekecewaan.

Untuk puisi kedua, yang merupakan sekuel dari puisi “Akuarium, penyair mempersembahkannya kepada Narcissus. Dalam mitos Yunani, Narcissus, yang menjadi akar kata ‘narsis’, adalah seorang laki-laki sangat tampan yang dikutuk oleh Dewa Nemessis untuk jatuh pada bayangannya sendiri yang terpantul pada permukaan air danau. Narcissus yang sangat ingin memeluk pantulan wajah tersebut lantas terjun ke danau, dan tidak pernah lagi muncul ke permukaan.

Akuarium (2)
—Narcissus

Apakah takdir
bagi seorang lelaki yang—
sejak melihat tujuh ikan koki
berenang ke sana ke sini—
kerap dihinggapi
perasaan asing
akan nasib
dan parasnya sendiri. (Songyanan, 2017, hlm. 3)

Meskipun puisi “Akuarium 2” ini pendek, tetapi muatannya lebih padat. Eksistensialisme terasa pekat dalam 8 bait puisi ini. Bagaimana aku lirik mempertanyakan nasib, dan keasingan yang ia temukan dalam dirinya sendiri. Aku lirik mempertanyakan siapakah dirinya, dan apakah mencari jawaban atas pertanyaan tersebut merupakan takdir yang harus dijalaninya.

Puisi selanjutnya adalah “Sonet Laut Buat Bapak” yang kental dengan nuansa kematian. Secara garis besar, makna puisi “Sonet Laut Buat Bapak” adalah ketakutan manusia mengenai kapankah maut akan menjemput. Pada alinea pertama, aku lirik memadankan ombak dengan segerombolan manusia suci yang mencari hakikat maut, sementara pada alinea kedua, aku lirik menyerupakan perahu dengan keranda yang menunggu penumpangnya. Pada alinea ketiga, aku lirik menyintesiskan kedua persamaan tersebut dengan mempertanyakan apakah manusia mampu melawan kematian, atau justru akan kalah oleh kematian. Di alinea terakhir terdapat semacam saran untuk meredakan kecemasan dalam alinea tiga, yaitu dengan belajar memahami dan menerima kematian.

Puisi bercitraan air terakhir yang terdapat dalam bagian pertama ini adalah puisi berjudul “Hujan Dinihari”. Aku lirik yang menjadi narator puisi adalah hujan yang turun, dan dia menjelaskan kondisi bumi, puisi, serta penyair dalam menyambut kedatangannya. Satu hal yang cukup menarik perhatian dalam puisi ini adalah pemilihan kata tidak baku yaitu ‘”ngalir” di paragraf kedua, dan ‘”ngerti”’ di paragraf keempat, yang memberi efek mengganggu pada pembaca.

Penggunaan dua diksi yang mengganggu tersebut, yang tentu saja dilakukan di bawah kesadaran penuh, mungkin dimaksudkan untuk menyatakan bahwa tidak semua orang senang dengan turunnya hujan. Ada beberapa orang yang terganggu oleh kedatangan hujan, dan ada beberapa bagian hujan yang mengganggu alias tidak selalu romantis, puitis dan menenangkan.

…
Di deras kucur air
kubiarkan
tangan-tangan gaib
ikut ngalir
agar rekah
bunga-bunga
juga timpas
asap duka
pikiran manusia.

…
Bahkan nanti
saat riuh tubuh dinihariku
tak ada lagi
sejatinya penyair
ngerti
di bumi yang tandus
pagi
tiap orang
hanya tengadah
menanti
baris-baris ajaib
sebuah puisi. (Songyanan, 2017, hlm. 13-14)

Demikianlah pembacaan saya terhadap empat puisi dengan citraan air yang kuat karya Zulkifli Songyanan dalam buku kumpulan puisi “Kartu Pos dari Banda Neira”. (T)

Catatan: Tulisan ini pertama kali disiarkan pada diskusi bulanan mahasiswa FIB Universitas Indonesia, “Di Luar Kantin Sastra #4”, Kamis 9 Maret 2017.

Tags: PenyairPuisiresensi
Previous Post

Catatan-catatan Rabindranath Tagore tentang Bali

Next Post

Metamorfosis Kanak-Kanak – Bukan Lelucon I Belog yang Bodoh

Ra’idah Azyyati

Ra’idah Azyyati

Mahasiswi pascasarjana, Sastra, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Indonesia.

Next Post

Metamorfosis Kanak-Kanak - Bukan Lelucon I Belog yang Bodoh

Please login to join discussion

ADVERTISEMENT

POPULER

  • Refleksi Semangat Juang Bung Tomo dan Kepemimpinan Masa Kini

    Apakah Menulis Masih Relevan di Era Kecerdasan Buatan?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Ulun Pangkung Menjadi Favorit: Penilaian Sensorik, Afektif, atau Intelektual?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Tulak Tunggul Kembali ke Jantung Imajinasi

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • ”Married by Accident” Bukan Pernikahan Manis Cinderella

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Duel Sengit Covid-19 vs COVID-19 – [Tentang Bahasa]

    11 shares
    Share 11 Tweet 0

KRITIK & OPINI

  • All
  • Kritik & Opini
  • Esai
  • Opini
  • Ulas Buku
  • Ulas Film
  • Ulas Rupa
  • Ulas Pentas
  • Kritik Sastra
  • Kritik Seni
  • Bahasa
  • Ulas Musik

Pendidikan di Era Kolonial, Sebuah Catatan Perenungan

by Pandu Adithama Wisnuputra
May 13, 2025
0
Mengemas Masa Silam: Tantangan Pembelajaran Sejarah bagi Generasi Muda

PENDIDIKAN adalah hak semua orang tanpa kecuali, termasuk di negeri kita. Hak untuk mendapatkan pendidikan yang layak,  dijamin oleh konstitusi...

Read more

Refleksi Visual Made Sudana

by Hartanto
May 12, 2025
0
Refleksi Visual Made Sudana

JUDUL Segara Gunung karya Made Sudana ini memadukan dua elemen alam yang sangat ikonikal: lautan dan gunung. Dalam tradisi Bali,...

Read more

Melihat Pelaku Pembulian sebagai Manusia, Bukan Monster

by Sonhaji Abdullah
May 12, 2025
0
Melihat Pelaku Pembulian sebagai Manusia, Bukan Monster

DI Sekolah, fenomena bullying (dalam bahasa Indoneisa biasa ditulis membuli) sudah menjadi ancaman besar bagi dunia kanak-kanak, atau remaja yang...

Read more
Selengkapnya

BERITA

  • All
  • Berita
  • Ekonomi
  • Pariwisata
  • Pemerintahan
  • Budaya
  • Hiburan
  • Politik
  • Hukum
  • Kesehatan
  • Olahraga
  • Pendidikan
  • Pertanian
  • Lingkungan
  • Liputan Khusus
Anniversary Puri Gangga Resort ke-11, Pertahankan Konsep Tri Hita Karana

Anniversary Puri Gangga Resort ke-11, Pertahankan Konsep Tri Hita Karana

May 13, 2025
“Bali Stroke Care”: Golden Period, Membangun Sistem di Tengah Detik yang Maut

“Bali Stroke Care”: Golden Period, Membangun Sistem di Tengah Detik yang Maut

May 8, 2025
Mosphit Skena Segera Tiba, yang Ngaku-Ngaku Anak Skena Wajib Hadir!

Mosphit Skena Segera Tiba, yang Ngaku-Ngaku Anak Skena Wajib Hadir!

May 7, 2025
Bimo Seno dan Dolog Gelar Pertandingan Tenis Lapangan di Denpasar

Bimo Seno dan Dolog Gelar Pertandingan Tenis Lapangan di Denpasar

April 27, 2025
Kebersamaan di Desa Wanagiri dalam Aksi Sosial Multisektor Paras.IDN dalam PASSION Vol.2 Bali

Kebersamaan di Desa Wanagiri dalam Aksi Sosial Multisektor Paras.IDN dalam PASSION Vol.2 Bali

April 23, 2025
Selengkapnya

FEATURE

  • All
  • Feature
  • Khas
  • Tualang
  • Persona
  • Historia
  • Milenial
  • Kuliner
  • Pop
  • Gaya
  • Pameran
  • Panggung
Pendekatan “Deep Learning” dalam Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila 
Khas

Pendekatan “Deep Learning” dalam Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila

PROJEK Penguatan Profil Pelajar Pancasila (P-5) di SMA Negeri 2 Kuta Selatan (Toska)  telah memasuki fase akhir, bersamaan dengan berakhirnya...

by I Nyoman Tingkat
May 12, 2025
Diskusi dan Pameran Seni dalam Peluncuran Fasilitas Black Soldier Fly di Kulidan Kitchen and Space
Pameran

Diskusi dan Pameran Seni dalam Peluncuran Fasilitas Black Soldier Fly di Kulidan Kitchen and Space

JUMLAH karya seni yang dipamerkan, tidaklah terlalu banyak. Tetapi, karya seni itu menarik pengunjung. Selain idenya unik, makna dan pesan...

by Nyoman Budarsana
May 11, 2025
Fenomena Alam dari 34 Karya Perupa Jago Tarung Yogyakarta di Santrian Art Gallery
Pameran

Fenomena Alam dari 34 Karya Perupa Jago Tarung Yogyakarta di Santrian Art Gallery

INI yang beda dari pameran-pemaran sebelumnya. Santrian Art Gallery memamerkan 34 karya seni rupa dan 2 karya tiga dimensi pada...

by Nyoman Budarsana
May 10, 2025
Selengkapnya

FIKSI

  • All
  • Fiksi
  • Cerpen
  • Puisi
  • Dongeng
Puisi-puisi Hidayatul Ulum | Selasar Sebelum Selasa

Puisi-puisi Hidayatul Ulum | Selasar Sebelum Selasa

May 11, 2025
Ambulan dan Obor Api | Cerpen Sonhaji Abdullah

Ambulan dan Obor Api | Cerpen Sonhaji Abdullah

May 11, 2025
Bob & Ciko | Dongeng Masa Kini

Bob & Ciko | Dongeng Masa Kini

May 11, 2025
Selendang Putih Bertuliskan Mantra | Cerpen I Wayan Kuntara

Selendang Putih Bertuliskan Mantra | Cerpen I Wayan Kuntara

May 10, 2025
Puisi-puisi Pramita Shade | Peranjakan Dua Puluhan

Puisi-puisi Pramita Shade | Peranjakan Dua Puluhan

May 10, 2025
Selengkapnya

LIPUTAN KHUSUS

  • All
  • Liputan Khusus
Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan
Liputan Khusus

Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan

SEBAGAIMANA Banyuwangi di Pulau Jawa, secara geografis, letak Pulau Lombok juga cukup dekat dengan Pulau Bali, sehingga memungkinkan penduduk kedua...

by Jaswanto
February 28, 2025
Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan
Liputan Khusus

Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan

SUNGGUH kasihan. Sekelompok remaja putri dari Desa Baturiti, Kecamatan Kerambitan, Tabanan—yang tergabung dalam  Sekaa Gong Kebyar Wanita Tri Yowana Sandhi—harus...

by Made Adnyana Ole
February 13, 2025
Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti
Liputan Khusus

Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti

BULELENG-BANYUWANGI, sebagaimana umum diketahui, memiliki hubungan yang dekat-erat meski sepertinya lebih banyak terjadi secara alami, begitu saja, dinamis, tak tertulis,...

by Jaswanto
February 10, 2025
Selengkapnya

ENGLISH COLUMN

  • All
  • Essay
  • Fiction
  • Poetry
  • Features
Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

March 8, 2025
Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

November 30, 2024
The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

September 10, 2024
The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

July 21, 2024
Bali, the Island of the Gods

Bali, the Island of the Gods

May 19, 2024

TATKALA.CO adalah media umum yang dengan segala upaya memberi perhatian lebih besar kepada seni, budaya, dan kreativitas manusia dalam mengelola kehidupan di tengah-tengah alam yang begitu raya

  • Penulis
  • Tentang & Redaksi
  • Kirim Naskah
  • Pedoman Media Siber
  • Kebijakan Privasi
  • Desclaimer

Copyright © 2016-2024, tatkala.co

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis

Copyright © 2016-2024, tatkala.co