2 June 2025
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
tatkala.co
No Result
View All Result

Tak Hanya dengan Mata – Pengantar Buku Bianglala, Cerpen Anak-anak Muda Berkebutuhan Khusus

Dhenok KristiantibyDhenok Kristianti
February 2, 2018
inUlasan
8
SHARES

MENIKMATI cerpen-cerpen karya anak-anak muda berkebutuhan khusus dalam buku ini, tidak cukup hanya dengan kekuatan mata. Pembaca perlu melibatkan hati/perasaan untuk menggali ‘mutiara-muiara’ yang terserak dalam banyak cerpen. Mengapa? Sebab nampaknya berbagai hal ingin disampaikan oleh para penulis, dan hampir semuanya berkaitan dengan nilai-nilai kemasyarakatan, kemanusiaan, dan hubungan antar sesama yang semestinya disikapi dengan kejernihan nurani.

Melibatkan hati dalam membaca cerpen, pada dasarnya sejalan dengan tujuan penciptaan karya sastra itu sendiri, yang menurut Rene Wellek & Austin Warren, berfungsi mendewasakan dan menghibur para pembaca. Dalam pengertian ini, kata ‘menghibur’ tentu bukan berarti ‘membuat gembira’, sebab banyak karya sastra yang justru sangat mengharukan, bahkan tidak sedikit yang membuat para pembaca menitikkan air mata. Pada konteks karya sastra, lebih tepat definisi ‘menghibur’ dimaknai sebagai kemampuan karya sastra dalam mengembangkan imajinasi pembaca, sehingga perasaan pembaca ikut ‘terseret’ sepanjang alur cerita, bahkan mampu ikut merasakan suka duka yang dialami oleh tokoh kisahan.

Pendeknya, karya yang dibaca meninggalkan kesan mendalam pada diri pembaca.

Para penulis cerpen dalam buku ini nampaknya menyadari benar bahwa fungsi sastra adalah mendewasakan, sehingga sebagian besar cerpen-cerpen yang termaktub mengandung muatan ‘mendidik’. Ambil contoh cerpen berjudul “Maafkan Ayah, Adit” yang mengisahkan penyesalan seorang ayah karena telah mengeksploitasi anaknya. Penyesalan itu dikemukakan secara verbal sebagai berikut:

Oh, maafkan Ayah, Adit, anakku. Tak seharusnya beban pekerjaanku kulampiaskan padamu. Di usiamu yang sekarang kau hanya harus memikirkan sekolah, bukan bebanku. Itulah hakmu. Kau adalah tanggung jawabku saat ini agar menjadi anak yang berguna kelak.

Dari ucapan tokoh Ayah di atas, nampak penulis (Agung Mayun Juliawan) menyampaikan prinsip hidup yang menjadi pesan moral dalam cerpen ini. Tentulah penulis memiliki harapan agar pesan tersebut ‘sampai’ kepada pembaca dan menjadi rhema yang menyadarkan serta semakin mendewasakan kepribadian.

Tendensi untuk mendidik pembaca juga nampak dalam cerpen besutan Ayu Wandari berjudul “The Second of My World” yang mengangkat cerita tentang cita-cita seorang gadis yang penuh pandangan mulia tentang sesamanya. Tokoh utamanya dibuat memiliki kepribadian sempurna yang sedemikian peduli pada sesama yang membutuhkan uluran tangan.

Bagai tersambar petir ketika aku melihat mereka. Aku seperti berada di dunia lain, dunia yang sama sekali berbeda dari duniaku sehari-hari. Tak kuasa kutahan, tangis ini pun pecah membanjiri perasaanku dengan rasa iba.

Melihat mereka yang berjuang untuk hidup dengan segala keterbatasan yang mereka miliki. Melihat para guru yang berusaha memberikan warna dan semangat dalam hidup anak-anak itu agar mereka dapat menikmati sisi lain dari diri mereka selama ini. Sungguh luar biasa.

Aku kini sudah tahu apa yang aku ingini. Aku segera menghubungi ayah dan mengatakan bahwa aku sudah menemukan apa yang ingin aku lakukan. Aku memutuskan untuk mengambil jurusan PLB.

Kutipan di atas menunjukkan motivasi penulisnya untuk ‘mempengaruhi’ pandangan pembaca tentang kemuliaan hidup yang layak digapai, meskipun harus mengorbankan sesuatu yang berharga. Dalam cerpen, tokoh utama memilih jalan sunyi dengan mengambil jurusan PLB dengan mengabaikan kesempatan masuk perguruan tinggi yang prestisius lewat jalur undangan.

Serupa dengan Ayu Wandari dan Agung Mayun, Aditya Putra Pidada juga memiliki tendensi kuat dalam menyampaikan pesan moral. Bedanya, dalam cerpen berjudul “Jana”, pesan yang disampaikan Aditya tidak semata-mata dalam bentuk verbal, tetapi melebur dalam alur. Pada cerpen ini, pembaca harus menggali sendiri nilai-nilai yang ditawarkan oleh penulis. Melalui kontras penokohan antara Jana-Yanti dan Pak Karyo pembaca diperhadapkan pada persoalan cinta sejati dan dorongan nafsu. Tentu saja penulis ingin menyatakan bahwa cinta sejati tidak mudah digoyahkan oleh situasi buruk, sementara cinta yang tumbuh karena dorongan nafsu tidak memiliki akar yang kuat. Gampang roboh dan sirna hanya oleh situasi yang tak diinginkan.

“Jika seperti ini, aku membatalkan pernikahan, ” ucap Pak Karyo marah sekaligus kecewa.

Namun Yanti kembali menanyakan untuk meyakinkan keputusan Pak Karyo menikahinya. Dikarenakan ada pula cinta yang tak mengenal rupa atau keadaan fisik saja. Dikarenakan bunga suatu hari dapat layu, begitu pula janji siang terhadap malam.

“Aku mencintaimu apa adanya. Seperti pertama aku melihat binar di matamu. Dan aku tahu dimana harus aku labuhkan pelayaranku hingga ujung senja,” ucap Jana mantap.

Begitulah, cerpen-cerpen dalam buku ini sarat akan pesan moral yang mengajak pembaca lebih mengutamakan nilai-nilai luhur kehidupan. Dari sisi tersebut, buku ini dapat dikatakan memiliki keunggulan yang pantas dipelajari. Barangkali satu hal yang masih perlu ditingkatkan oleh beberapa penulis dalam buku ini adalah bagaimana menggarap alur cerita, sehingga fungsi karya sastra yang kedua yaitu ‘menghibur’ (‘mengesankan’ dalam istilah saya), juga dapat dicapai selain soal kandungan nilai moral. Memang, ada kalanya penulis yang terlalu fokus untuk memenuhi tuntutan ‘mendewasakan pembaca’, seringkali kedodoran dalam menggarap alur.

Demikian juga sebaliknya, yang hanya mementingkan alur cerita, seringkali melupakan unsur mendewasakan. Ambil contoh cerpen karya Arizandi berjudul “Perempuan Berbaju Merah”, alurnya cukup menggelitik dan membuat pembaca penasaran. Klimaks cerita juga diperhitungkan, sehingga imajinasi dan perasaan pembaca berkembang seiring berjalannya alur cerita. Sayang sekali, setelah selesai membaca seluruh cerpen ini, pembaca tidak mendapatkan pesan moral atau nilai-nilai kehidupan yang cukup berarti bagi pendewasaan kepribadian.

Akhirnya aku lemas dan terjatuh tak sadarkan diri. Saat tersadar ternyata aku telah berada di kamar. Kejadian yang baru saja tadi terjadi rupanya hanyalah mimpi burukku. Kulihat jam dinding masih berada pada pukul setengah dua pagi. Badanku yang baru saja tersadar dari mimpiku tadi terasa lemas dan bajuku pun basah oleh keringat.

Kutipan pada akhir cerpen “Perempuan Berbaju Merah”, menginformasikan bahwa seluruh cerita menegangkan tersebut ternyata hanya mimpi buruk. Pembaca dipuaskan oleh alur cerita yang menggarap topping dan dropping dengan baik, namun tidak memperoleh ‘makanan’ bagi batin.

Cerpen yang dalam buku ini memenuhi secara lengkap fungsi karya sastra (‘mendewasakan’ dan ‘menghibur’/’mengesankan’) antara lain adalah karya Didon Kajeng berjudul “Indigo”. Cerpen ini cukup mengesankan sebab alurnya tertata dengan baik, pilihan kata terjaga, dan kalimat terstruktur. Perasaan pembaca pasang-surut mengikuti alur cerita dan dapat menggali lebih dalam pesan moral yang disampaikan penulis, yaitu tentang ikatan batin dan kasih sayang yang mendalam antara seorang anak dengan ayahnya. Cinta sejati yang mengatasi dimensi waktu dan tempat, mengental dalam cerpen ini.

Aku melayang-layang, tubuhku terasa ringan, kusadari aku telah masuk dimensi lain, kulihat penumpang lain tampak wajah-wajah bingung. Aahh, teringat aku pada Aurum, saat itu juga tiba-tiba aku sudah berada di samping Aurum.

Dia sedang berbaring di tempat tidur memandang kepadaku, “Jangan tinggalkan Aurum, Pa, Aurum sayang sama Papa!”

“Tidak, Nak, Papa tidak akan meninggalkanmu, Papa akan selalu menjagamu.”

Melalui kutipan di atas, penulis menyampaikan pesan bahwa kasih sayang sejati antara anak dan orang tua tak dapat dipisahkan, bahkan oleh kematian. Yang membuat cerpen ini mengesankan, Didon Kajeng berhasil menyampaikan pesan secara lembut, tersamar, tidak verbal, dan tidak menggurui pembaca. Membaca cerpen ini, imajinasi dan interpretasi pembaca bebas berkelana, memasuki ruang-ruang dalam si tokoh cerita, Aurum dan Papa.

Demikian beberapa hal yang menjadi catatan mengiringi terbitnya buku kumpulan cerpen ini. Berbagai persoalan manusia disingkapkan oleh para penulis muda yang secara fisik memiliki keterbatasan. Tentu hal ini menambah nilai plus dalam karya-karya mereka, sebab ternyata mereka pun ‘membaca’ persoalan-persoalan yang dihadapi manusia, dan… mereka menuliskan pandangan-pandangan yang indah dalam bentuk karya sastra. Agaknya, mereka sudah sampai pada taraf ‘membaca kehidupan’ tak cukup hanya dengan mata! (T)

Tangerang, awal tahun 2017

Tags: anak-anak berkebutuhan khususBukuCerpenkumpulan cerpenresensi
Previous Post

Puisi Ada di Mana-mana – Catatan Festival Puisi Bangkalan 2

Next Post

Juru Kunci yang Selalu Dikenang – Tentang Bali United, Mbah Maridjan, hingga Wajeeh

Dhenok Kristianti

Dhenok Kristianti

Sastrawan, kini bermukim di Jakarta

Next Post

Juru Kunci yang Selalu Dikenang – Tentang Bali United, Mbah Maridjan, hingga Wajeeh

Please login to join discussion

ADVERTISEMENT

POPULER

  • “Muruk” dan “Nutur”, Belajar dan Diskusi ala Anak Muda Desa Munduk-Buleleng

    “Muruk” dan “Nutur”, Belajar dan Diskusi ala Anak Muda Desa Munduk-Buleleng

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Sang Hyang Eta-Eto: Memahami Kalender Hindu Bali & Baik-Buruk Hari dengan Rumusan ‘Lanus’

    23 shares
    Share 23 Tweet 0
  • Hari Lahir dan Pantangan Makanannya dalam Lontar Pawetuan Jadma Ala Ayu

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Film “Mungkin Kita Perlu Waktu” Tayang 15 Mei 2025 di Bioskop

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Lonte!

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

KRITIK & OPINI

  • All
  • Kritik & Opini
  • Esai
  • Opini
  • Ulas Buku
  • Ulas Film
  • Ulas Rupa
  • Ulas Pentas
  • Kritik Sastra
  • Kritik Seni
  • Bahasa
  • Ulas Musik

Seberapa Pantas Seseorang Disebut Cendekiawan?

by Ahmad Sihabudin
June 2, 2025
0
Syair Pilu Berbalut Nada, Dari Ernest Hemingway Hingga Bob Dylan

SIAPAKAH yang pantas kita sebut sebagai cendekiawan?. Kita tidak bisa mengaku-ngaku sebagai ilmuwan, cendekiawan, ilmuwan, apalagi mengatakan di depan publik...

Read more

Screen Time vs Quality Time: Pilihan Berkata Iya atau Tidak dari Rayuan Dunia Digital

by dr. Putu Sukedana, S.Ked.
June 1, 2025
0
Screen Time vs Quality Time: Pilihan Berkata Iya atau Tidak dari Rayuan Dunia Digital

LELAH dan keringat di badan terasa hilang setelah mendengar suaranya memanggilku sepulang kerja. Itu suara anakku yang pertama dan kedua....

Read more

Google Launching Veo: Antropologi Trust Issue Manusia dalam Postmodernitas dan Sunyi dalam Jaringan

by Dr. Geofakta Razali
June 1, 2025
0
Tat Twam Asi: Pelajaran Empati untuk Memahami Fenomenologi Depresi Manusia

“Mungkin, yang paling menyakitkan dari kemajuan bukanlah kecepatan dunia yang berubah—tapi kesadaran bahwa kita mulai kehilangan kemampuan untuk saling percaya...

Read more
Selengkapnya

BERITA

  • All
  • Berita
  • Ekonomi
  • Pariwisata
  • Pemerintahan
  • Budaya
  • Hiburan
  • Politik
  • Hukum
  • Kesehatan
  • Olahraga
  • Pendidikan
  • Pertanian
  • Lingkungan
  • Liputan Khusus
Perpres 61 Tahun 2025 Keluar, STAHN Mpu Kuturan Sah Naik Status jadi Institut

Perpres 61 Tahun 2025 Keluar, STAHN Mpu Kuturan Sah Naik Status jadi Institut

May 29, 2025
 Haul Buya Syafii Maarif : Kelas Reading Buya Syafii Gelar Malam Puisi dan Diskusi Publik

Haul Buya Syafii Maarif : Kelas Reading Buya Syafii Gelar Malam Puisi dan Diskusi Publik

May 27, 2025
911—Nomor Cantik, Semoga Nomor Keberuntungan Buleleng di Porprov Bali 2025

911—Nomor Cantik, Semoga Nomor Keberuntungan Buleleng di Porprov Bali 2025

May 21, 2025
Inilah Daftar Panjang Kusala Sastra Khatulistiwa 2025

Inilah Daftar Panjang Kusala Sastra Khatulistiwa 2025

May 17, 2025
Meningkat, Antusiasme Warga Muslim Bali Membuka Tabungan Haji di BSI Kantor Cabang Buleleng

Meningkat, Antusiasme Warga Muslim Bali Membuka Tabungan Haji di BSI Kantor Cabang Buleleng

May 16, 2025
Selengkapnya

FEATURE

  • All
  • Feature
  • Khas
  • Tualang
  • Persona
  • Historia
  • Milenial
  • Kuliner
  • Pop
  • Gaya
  • Pameran
  • Panggung
GEMO FEST #5 : Mahasiswa Wujudkan Aksi, Bukan Sekadar Teori
Panggung

GEMO FEST #5 : Mahasiswa Wujudkan Aksi, Bukan Sekadar Teori

MALAM Itu, ombak kecil bergulir pelan, mengusap kaki Pantai Lovina dengan ritme yang tenang, seolah menyambut satu per satu langkah...

by Komang Puja Savitri
June 2, 2025
Pramana Experience Luncurkan Rasayatra Edisi Kedua: Manjakan Indera, Sentuh Kesadaran Historis — Koneksi Tamu, Tradisi, Waktu
Panggung

Pramana Experience Luncurkan Rasayatra Edisi Kedua: Manjakan Indera, Sentuh Kesadaran Historis — Koneksi Tamu, Tradisi, Waktu

HUJAN itu mulai reda. Meski ada gerimis kecil, acara tetap dimulai. Anak-anak muda lalu memainkan Gamelan Semar Pagulingan menyajikan Gending...

by Nyoman Budarsana
June 1, 2025
Perayaan Penuh Kelezatan di Ubud Food Festival 2025
Panggung

Perayaan Penuh Kelezatan di Ubud Food Festival 2025

MEMASUKI tahun ke-10 penyelenggaraannya, Ubud Food Festival (UFF) 2025 kembali hadir dengan semarak yang lebih kaya dari sebelumnya. Perayaan kuliner...

by Dede Putra Wiguna
May 31, 2025
Selengkapnya

FIKSI

  • All
  • Fiksi
  • Cerpen
  • Puisi
  • Dongeng
Lengkingan Gagak Hitam | Cerpen Mas Ruscitadewi

Lengkingan Gagak Hitam | Cerpen Mas Ruscitadewi

May 31, 2025
Puisi-puisi Eddy Pranata PNP | Stasiun, Lorong, Diam

Puisi-puisi Eddy Pranata PNP | Stasiun, Lorong, Diam

May 31, 2025
Kampusku Sarang Hantu [1]: Ruang Kuliah 13 yang Mencekam

Kampusku Sarang Hantu [17]: Wanita Tua dari Jalur Kereta

May 29, 2025
Menunggu Istri | Cerpen IBW Widiasa Keniten

Menunggu Istri | Cerpen IBW Widiasa Keniten

May 25, 2025
Kampusku Sarang Hantu [1]: Ruang Kuliah 13 yang Mencekam

Kampusku Sarang Hantu [16]: Genderuwo di Pohon Besar Kampus

May 22, 2025
Selengkapnya

LIPUTAN KHUSUS

  • All
  • Liputan Khusus
Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan
Liputan Khusus

Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan

SEBAGAIMANA Banyuwangi di Pulau Jawa, secara geografis, letak Pulau Lombok juga cukup dekat dengan Pulau Bali, sehingga memungkinkan penduduk kedua...

by Jaswanto
February 28, 2025
Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan
Liputan Khusus

Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan

SUNGGUH kasihan. Sekelompok remaja putri dari Desa Baturiti, Kecamatan Kerambitan, Tabanan—yang tergabung dalam  Sekaa Gong Kebyar Wanita Tri Yowana Sandhi—harus...

by Made Adnyana Ole
February 13, 2025
Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti
Liputan Khusus

Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti

BULELENG-BANYUWANGI, sebagaimana umum diketahui, memiliki hubungan yang dekat-erat meski sepertinya lebih banyak terjadi secara alami, begitu saja, dinamis, tak tertulis,...

by Jaswanto
February 10, 2025
Selengkapnya

ENGLISH COLUMN

  • All
  • Essay
  • Fiction
  • Poetry
  • Features
Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

March 8, 2025
Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

November 30, 2024
The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

September 10, 2024
The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

July 21, 2024
Bali, the Island of the Gods

Bali, the Island of the Gods

May 19, 2024

TATKALA.CO adalah media umum yang dengan segala upaya memberi perhatian lebih besar kepada seni, budaya, dan kreativitas manusia dalam mengelola kehidupan di tengah-tengah alam yang begitu raya

  • Penulis
  • Tentang & Redaksi
  • Kirim Naskah
  • Pedoman Media Siber
  • Kebijakan Privasi
  • Desclaimer

Copyright © 2016-2024, tatkala.co

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis

Copyright © 2016-2024, tatkala.co