29 May 2025
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
tatkala.co
No Result
View All Result

Air, Agama Tirta, dan Pariwisata Bali

Sugi LanusbySugi Lanus
February 2, 2018
inEsai

Foto: Mursal Buyung

85
SHARES

ADA yang dilupakan oleh sebagian besar masyarakat Bali dalam menata pembangunan Bali, yaitu air.

Air dalam sejarah peradaban Bali memiliki peran paling vital, baik secara spiritual maupun material. Teknologi irigasi tradisional, pola pengorganisasian pembagian air, ritual dan demokrasi dalam penjatahan air di daerah-daerah pertanian, telah mengkristal menjadi ”institut” subak. Ini menjadi kebanggaan kita semua orang Bali, sebagai sebuah hasil kearifan masyarakat Bali. Walaupun kalau kita jujur, sebagian dari kita tak banyak mengerti kearifan leluhur yang diwariskannya dalam tradisi subak karena kaki dan tangan generasi kita kebanyakan tak pernah menyentuh lumpur sawah dan tegalan. Kita lebih akrab dengan jalan raya, pertokoan, pelataran hotel, sekolah pariwisata, dan institusi-institusi modern.

Agama masyarakat Bali, sebelum kemerdekaan dan era keindonesiaan, oleh generasi 1920-an lebih condong disebut sebagai agama Tirta. Bacalah kembali dialog-dialog dalam bentuk tulisan di majalah atau terbitan era itu, yaitu Surya Kanta, Jatayu, dan Bali Adnyana.

Dalam nama agama Tirta ini, secara verbal sudah menyatakan bahwa air/tirta menduduki posisi paling hakiki, dan paling sakral. Hingga kini, kalau kita amati secara mendalam, adakah sebuah upakara/ritual di Bali yang bisa di-puput tanpa tirta? Tidak ada. Upacara selalu terkait dengan mata air, beji dan patirtan. Tak ada pawalian atau odalan tanpa rangkaian mendak tirta (menjemput tirta). Ini sebuah bentuk sublim penghargaan terhadap ibu. Ini bisa kita lihat dari roh suci yang menjaga sumber air dan sungai selalu feminin, bergelar Dewi, Ratu Ayu, atau Batari. Bukankah ini sebuah warisan “pelajaran gender” dan feminisme yang diturunkan dalam ritual?

Dalam tradisi tani, bila sebuah subak mengawali sebuah masan nandur (masa tanam), selalu dimulai dengan upacara magpag toya (menjemput air). Upacara ini dilakukan di Ulun Suwi atau Bedugul. Yang secara alit (sederhana) dilakukan dengan sarana upakara berupa pejati, nasi takilan, beserta daging belalang. Yang lebih besar lagi atau utama, disertai dengan sebuah tumpeng legit agung. Kalau kita melihat dengan kaca mata “modern” atau “semiotik”, bukankah ini sebuah metafora penyelamatan lingkungan? Tidakkah ini sebuah pesan untuk menyadari bahwa air sebagai urat nadi dan napas kehidupan kita?

Secara spiritual, kearifan ini dijabarkan lewat ritual. Dalam prosesi ritualnya, masyarakat dipertemukan untuk melakukan pembagian kerja dalam membuat atau mempersiapkan segala aci-aci atau sesajinya. Bukankah ini sebuah mekanisme tradisional untuk menguatkan sosial kapital kita dengan yang bertumpu pada rasa selulung segilik, selulung sebayantaka, dan paras paros?

Dalam masyarakat tani, penghargaan atas air dan kehidupan, menjelma dalam rasa bakti di hadapan Ida Batari Danu. Dalam upacara ngalapin (syukuran sebelum panen) di hadapan Batari Sri atau Nini. Institusi subak, agama Tirta, Ida Batari Danuh/Dewi Danu, Dewi Sri, bertitik temu menjadi “mata air” peradaban Bali. Dari sinilah kesenian-kesenian Bali lahir, sebagai persembahan dan rasa syukur terhadap Dewi Sri dan Batari Danu. Dari tanah pertanianlah tradisi ngayah muncul.

Walaupun secara filosofis kita kebanyakan menyadarinya bahwa budaya kita bermula dari budaya agraris, ritus tani dan kearifan/penghargaan terhadap air, namun di dalam tindakan: kita sudah terlalu jauh mengkhianatinya. Atau, kita sebatas menjadikannya propagada dalam istilah Tri Hita Karana. Kita terlalu banyak berselingkuh dengan kepentingan-kepentingan untuk “memotong kompas” karena kita tidak sesabar leluhur kita dalam kesederhanaan hidup. Di tengah “badai ketergiuran” kita terpancing untuk bergerak maju secepatnya.

Namun, apakah kita tahu sedang menuju ke mana kita? Tidakkah kita telah kehilangan arah dan keseimbangan? Tidakkah kita cenderung telah menjadikannya ritual dan budaya tani, kesenian-kesenian kita sebagai bahan baku yang kita jual?

Saya jadi teringat dengan kisah seorang petugas pertanian yang bertugas di sekitar kawasan Air Terjun Gitgit di utara Bali. Ia bercerita bahwa masyarakat di sana pernah berseteru karena air. Suatu hari, di musim kemarau, petani-petani di atas aliran air terjun memakai sebagian besar air untuk mengairi sawah sehingga air terjun Gigit debit airnya sangat kecil. Pedagang-pedagang acung dan pelaku pariwisata setempat protes kepada subak dan petani. Mereka berkata bahwa petani-petani di atas aliran air terjun telah merugikan mereka. Wisatawan-wisatawan kecewa dan tak mau singgah, praktis para wisatawan tak berbelanja. Tiket masuk tak terjual. Pemasukan desa berkurang.

Kita sekarang nampaknya sedang dihadapkan pada situasi memilih posisi dalam kasus di atas. Melukai petani dengan mengalirkan air untuk kepentingan wisatawan atau memihak petani dengan mengalirkan air untuk kepentingan persawahan? Tidakkah krisis air yang terjadi di wilayah pertanian dan pariwisata sebagai akibat kita terlalu berpihak pada “putra mahkota” pariwisata? Kita dituntut bersikap arif agar keduanya dapat tempat.

Kalau kita percaya bahwa subak, agama Tirta, Batari Danuh/Dewi Danu, Dewi Sri adalah titik berangkat peradaban Bali, di tengah situasi kita yang seperti ini, sudah seharusnya kita merunut kembali silsilah peradaban kita. Kita mesti eling dan jagra, kembali ke titik mana kita berangkat, mata air peradaban kita.

Kita seharusnya melirik dan mengelu-elukan pertanian bukan hanya karena pariwisata sedang keok. Tetapi, atas kesadaran bahwa peradaban kita beribu pada pertanian (baca: agama kita adalah agama Tirta). Yang terpenting, harus ada pemetaan secara jelas daerah-daerah mana saja yang dipertahankan sebagai daerah pertanian dan menjamin kesejahteraan petani-petaninya agar mereka tidak terpancing menjual tanah pertanian mereka untuk dijadikan hotel dan art shop.

Menyadari bahwa pertanian adalah sight seeing dari wisatawan, dengan menghancurkan pertanian dan persawahan, sesungguhnya pariwisata sedang membunuh dirinya sendiri. Dan, kalau kita memilih untuk semata-mata mengalirkan air untuk waterfall (baca: pariwisata), tanpa perhatian pada pertanian, sebaiknya istilah agama Tirta ini kita tambahi di belakangnnya dengan kata “wisata”: Agama Tirta Wisata. (T)

Tags: agamaalambaliBudayaPariwisata
Previous Post

Tualang Banyuwangi (2) – Jalan Berliku ke Teluk Hijau

Next Post

“Jalan Usak”, atau “Usak Ulian Jalan” – Renungan Pembangunan

Sugi Lanus

Sugi Lanus

Pembaca manuskrip lontar Bali dan Kawi. IG @sugi.lanus

Next Post

“Jalan Usak”, atau “Usak Ulian Jalan” - Renungan Pembangunan

Please login to join discussion

ADVERTISEMENT

POPULER

  • Refleksi Semangat Juang Bung Tomo dan Kepemimpinan Masa Kini

    Apakah Menulis Masih Relevan di Era Kecerdasan Buatan?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • “Muruk” dan “Nutur”, Belajar dan Diskusi ala Anak Muda Desa Munduk-Buleleng

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Tulak Tunggul Kembali ke Jantung Imajinasi

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Hari Lahir dan Pantangan Makanannya dalam Lontar Pawetuan Jadma Ala Ayu

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Film “Mungkin Kita Perlu Waktu” Tayang 15 Mei 2025 di Bioskop

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

KRITIK & OPINI

  • All
  • Kritik & Opini
  • Esai
  • Opini
  • Ulas Buku
  • Ulas Film
  • Ulas Rupa
  • Ulas Pentas
  • Kritik Sastra
  • Kritik Seni
  • Bahasa
  • Ulas Musik

Membunyikan Luka, Menghidupkan Diri : Catatan Pameran “Gering Agung” Putu Wirantawan

by Emi Suy
May 29, 2025
0
Membunyikan Luka, Menghidupkan Diri : Catatan Pameran “Gering Agung” Putu Wirantawan

DI masa pandemi, ketika manusia menghadapi kenyataan isolasi yang menggigit dan sakit yang tak hanya fisik tapi juga psikis, banyak...

Read more

Uji Coba Vaksin, Kontroversi Agenda Depopulasi versus Kultur Egoistik Masyarakat

by Putu Arya Nugraha
May 29, 2025
0
Kecerdasan Buatan dan Masa Depan Profesi Dokter

KETIKA di daerah kita seseorang telah digigit anjing, apalagi anjing tersebut anjing liar, hal yang paling ditakutkan olehnya dan keluarganya...

Read more

Sunyi yang Melawan dan Hal-hal yang Kita Bayangkan tentang Hidup : Film “All We Imagine as Light”

by Bayu Wira Handyan
May 28, 2025
0
Sunyi yang Melawan dan Hal-hal yang Kita Bayangkan tentang Hidup : Film “All We Imagine as Light”

DI kota-kota besar, suara-suara yang keras justru sering kali menutupi yang penting. Mesin-mesin bekerja, kendaraan berseliweran, klakson bersahutan, layar-layar menyala...

Read more
Selengkapnya

BERITA

  • All
  • Berita
  • Ekonomi
  • Pariwisata
  • Pemerintahan
  • Budaya
  • Hiburan
  • Politik
  • Hukum
  • Kesehatan
  • Olahraga
  • Pendidikan
  • Pertanian
  • Lingkungan
  • Liputan Khusus
Perpres 61 Tahun 2025 Keluar, STAHN Mpu Kuturan Sah Naik Status jadi Institut

Perpres 61 Tahun 2025 Keluar, STAHN Mpu Kuturan Sah Naik Status jadi Institut

May 29, 2025
 Haul Buya Syafii Maarif : Kelas Reading Buya Syafii Gelar Malam Puisi dan Diskusi Publik

Haul Buya Syafii Maarif : Kelas Reading Buya Syafii Gelar Malam Puisi dan Diskusi Publik

May 27, 2025
911—Nomor Cantik, Semoga Nomor Keberuntungan Buleleng di Porprov Bali 2025

911—Nomor Cantik, Semoga Nomor Keberuntungan Buleleng di Porprov Bali 2025

May 21, 2025
Inilah Daftar Panjang Kusala Sastra Khatulistiwa 2025

Inilah Daftar Panjang Kusala Sastra Khatulistiwa 2025

May 17, 2025
Meningkat, Antusiasme Warga Muslim Bali Membuka Tabungan Haji di BSI Kantor Cabang Buleleng

Meningkat, Antusiasme Warga Muslim Bali Membuka Tabungan Haji di BSI Kantor Cabang Buleleng

May 16, 2025
Selengkapnya

FEATURE

  • All
  • Feature
  • Khas
  • Tualang
  • Persona
  • Historia
  • Milenial
  • Kuliner
  • Pop
  • Gaya
  • Pameran
  • Panggung
ft. moreNarra di Acara “ASMARALOKA”—Album Launch Showcase dari Arkana: “Ya, Biarkan”
Panggung

ft. moreNarra di Acara “ASMARALOKA”—Album Launch Showcase dari Arkana: “Ya, Biarkan”

MENYOAL asmara atau soal kehidupan. Ada banyak manusia tidak tertolong jiwanya-sakit akibat berharap pada sesuatu berujung kekecewaan. Tentu. Tidak sedikit...

by Sonhaji Abdullah
May 29, 2025
Sulaman Sejarah dan Alam dalam Peed Aya Duta Buleleng untuk PKB 2025
Panggung

Sulaman Sejarah dan Alam dalam Peed Aya Duta Buleleng untuk PKB 2025

LANGIT Singaraja masih menitikkan gerimis, Selasa 27 Mei 2025, ketika seniman-seniman muda itu mempersiapkan garapan seni untuk ditampilkan pada pembukaan...

by Komang Puja Savitri
May 28, 2025
Memperingati Seratus Tahun Walter Spies dengan Pameran ROOTS di ARMA Museum Ubud
Pameran

Memperingati Seratus Tahun Walter Spies dengan Pameran ROOTS di ARMA Museum Ubud

SERATUS tahun yang lalu, pelukis Jerman kelahiran Moskow, Walter Spies, mengunjungi Bali untuk pertama kalinya. Tak lama kemudian, Bali menjadi...

by Nyoman Budarsana
May 27, 2025
Selengkapnya

FIKSI

  • All
  • Fiksi
  • Cerpen
  • Puisi
  • Dongeng
Kampusku Sarang Hantu [1]: Ruang Kuliah 13 yang Mencekam

Kampusku Sarang Hantu [17]: Wanita Tua dari Jalur Kereta

May 29, 2025
Menunggu Istri | Cerpen IBW Widiasa Keniten

Menunggu Istri | Cerpen IBW Widiasa Keniten

May 25, 2025
Kampusku Sarang Hantu [1]: Ruang Kuliah 13 yang Mencekam

Kampusku Sarang Hantu [16]: Genderuwo di Pohon Besar Kampus

May 22, 2025
Puisi-puisi Sonhaji Abdullah | Adiós

Puisi-puisi Sonhaji Abdullah | Adiós

May 17, 2025
Kampusku Sarang Hantu [1]: Ruang Kuliah 13 yang Mencekam

Kampusku Sarang Hantu [15]: Memeluk Mayat di Kamar Jenazah

May 15, 2025
Selengkapnya

LIPUTAN KHUSUS

  • All
  • Liputan Khusus
Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan
Liputan Khusus

Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan

SEBAGAIMANA Banyuwangi di Pulau Jawa, secara geografis, letak Pulau Lombok juga cukup dekat dengan Pulau Bali, sehingga memungkinkan penduduk kedua...

by Jaswanto
February 28, 2025
Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan
Liputan Khusus

Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan

SUNGGUH kasihan. Sekelompok remaja putri dari Desa Baturiti, Kecamatan Kerambitan, Tabanan—yang tergabung dalam  Sekaa Gong Kebyar Wanita Tri Yowana Sandhi—harus...

by Made Adnyana Ole
February 13, 2025
Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti
Liputan Khusus

Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti

BULELENG-BANYUWANGI, sebagaimana umum diketahui, memiliki hubungan yang dekat-erat meski sepertinya lebih banyak terjadi secara alami, begitu saja, dinamis, tak tertulis,...

by Jaswanto
February 10, 2025
Selengkapnya

ENGLISH COLUMN

  • All
  • Essay
  • Fiction
  • Poetry
  • Features
Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

March 8, 2025
Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

November 30, 2024
The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

September 10, 2024
The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

July 21, 2024
Bali, the Island of the Gods

Bali, the Island of the Gods

May 19, 2024

TATKALA.CO adalah media umum yang dengan segala upaya memberi perhatian lebih besar kepada seni, budaya, dan kreativitas manusia dalam mengelola kehidupan di tengah-tengah alam yang begitu raya

  • Penulis
  • Tentang & Redaksi
  • Kirim Naskah
  • Pedoman Media Siber
  • Kebijakan Privasi
  • Desclaimer

Copyright © 2016-2024, tatkala.co

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis

Copyright © 2016-2024, tatkala.co