12 May 2025
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
tatkala.co
No Result
View All Result

Nostalgia Film Lokal Buleleng Tahun 1970 – Diputar Keliling Desa, Tiketnya 25 Rupiah

Made Adnyana OlebyMade Adnyana Ole
February 2, 2018
inKhas

Salah satu adegan dalam film Mayadenawa/youtube

335
SHARES

PADA awal tahun 1970 Buleleng pernah memiliki semacam pusat industri film. Lokasinya di sebuah rumah sederhana di kawasan Banyumala, Jalan Ahmad Yani, Singaraja. Meski tak bisa disandingkan dengan industri film di Jakarta, apalagi dengan Bollywood di India atau Hollywood di AS, namun untuk ukuran sebuah kota kecil, geliat industri film di Singaraja pada masa lampau itu bisa dijadikan sebuah tonggak sejarah besar dalam perkembangan sinema di Bali, bahkan Indonesia.

Sejumlah orang di Buleleng yang sedang remaja pada tahun 1970-an pasti masih ingat bagaimana berbagai desa di Buleleng sempat disuguhi film produksi lokal dengan cerita-cerita lokal. Bukan hanya di desa-desa di Buleleng, film itu juga merambah desa di wilayah Jembrana dan Karangasem.

Saat itu film nasional dengan pemain-pemain terkenal, seperti Bing Slamet bersama grup lawak Kwartet Jaya, memang sudah melanda dunia hiburan di pedesaan Bali. Namun film produksi Singaraja tetap mendapat tempat dan sambutan meriah. Justru karena film Bali Utara itu tak bisa dibandingkan dengan film nasional saat itu, terutama dari segi kekhasan ceritanya.

Jika film nasional menggunakan artis ibukota, maka film produksi lokal itu menghadirkan pemain-pemain lokal yang kadang sering dilihat dalam keseharian. Bahasa yang digunakan bahasa Bali. Kostumnya khas Bali seperti kostum dalam seni pertunjukkan tradisional. Setting-nya juga di wilayah-wilayah yang dikenal oleh penonton.

“Sehingga secara emosi para penonton merasa lebih dekat, akrab bahkan seperti ikut bermain di dalamnya,” kata Anak Agung Ngurah Sentanu.

AA Ngurah Sentanu

Siapa Ngurah Sentanu? Dia-lah pada zaman itu sebagai anak muda kreatif yang punya “keinginan besar” untuk menciptakan film khas Buleleng. Ia tak bisa dipisahkan dengan munculnya industri perfilman di Singaraja tahun 1970-an.

Berawal dari kesukaannya bereksperimen dengan kamera, ia kemudian mendirikan semacam production house dengan nama Bhaskara Film, di mana ia sendiri bertindak sebagai produser, sutradara, penulis skenario, pencatat adegan, dan pekerjaan lainnya. Memang selama lima tahun ia hanya mampu memproduksi empat film, ”Karmapala” (1970), ”Mayadenawa” (1972), ”Jaya Umbara” (1973) dan ”Titah Dewata” (1974), namun demam film lokal yang ia ciptakan sempat mewabah hingga ke berbagai desa di Bali.

Awal kemunculan industri film di Singaraja itu diakui Sentanu sebagai sesuatu yang serba kebetulan. Begitu lulus dari STM elektro di Surabaya, ia bekerja serabutan sebagai bengkel radio dan alat-alat elektronik lainnya. Secara kebetulan ia kemudian bertemu dengan Drs. Kuna Winaya dari FKIP Unud (kini Undiksha). Saat itu ia diminta membuat pemancar radio Kumarastana di Jalan Pramuka Singaraja.

Kebetulan juga saat itu FKIP memiliki kamera yang oleh Kuna Winaya diberikan kepadanya untuk melakukan eksperimen. Dari sekadar bermain-main dengan kamera itu kemudian terbersit di benak Sentanu untuk belajar memproduksi film.

Kebetulan juga ia mendapat dukungan dari sejumlah teman seniman yang bersedia menjadi pemain tanpa memperhitungkan bayaran. Seperti sejumlah seniman di Banyuning, Tukadmungga dan Kalibukbuk. Ada juga pemain drama gong dari Penarungan yang sangat terkenal kala itu. Merasa mendapat dukungan, Sentanu kemudian memberanikan diri membeli sejumlah peralatan, seprti proyektor, alat dubbing, dan lain-lainnya.

Dengan modal semangat dan kekompakan, mulailah ia membuat film “Karmapala”. Dengan hasil yang tak bisa dibilang sempurna, film itu diputar keliling desa di Buleleng. Sungguh mengejutkan, film itu laku, penontonnya selalu melimpah. Bahkan, film itu bisa diputar dua kali dalam semalam di dua desa yang berjauhan.

Merasa dapat sambutan, Sentanu kemudian membuat film kedua dengan judul ”Mayadenawa”. Film ini dibuat secara kolosal dengan kisah klasik yang menceritakan perlawanan antara tokoh kebajikan dan kebatilan. Durasi film inipun dua kali lipat lebih panjang dari ”Karmapala”.

Jika ”Karmapala” durasinya 1,5 jam, ”Mayadenawa” 3 jam. “Ini karena penonton terbiasa menonton drama gong, sehingga minta durasinya diperpanjang,” kenang Sentanu yang lahir 24 Desember 1937 itu.

Proses produksi ”Mayadenawa” ini diakui sangat melelahkan. Proses pembuatannya pun dilakukan lebih dari 1,5 tahun. Selain karena kolosal, proses pembuatan film ini sempat dilanda masalah. Proses syuting sudah berjalan setengahnya, tiba-tiba pemain utama wanitanya mengundurkan diri karena menikah. Maka terpaksa pengambilan gambar diulang kembali dari awal. Namun, meski melelahkan, para kru dan pemain akhirnya menikmati kepuasankarena film kedua itu mendapat sambutan luar biasa dari penonton.

Film ketiga, ”Jaya Umbara” (1973), dibuat dengan cerita dan setting lebih modern. Namun, film jenis ini ternyata kurang laku. Penonton tampaknya lebih suka cerita-serita klasik seperti ”Mayadenawa”. Maka pada produksi keempatkembali dibuat film gaya klasik berjudul ”Titah Dewata”. Film ini pun kembali mendapat sambutan, apalagi di dalamnya diselipi sejumlah adegan romantic yang bisa mengharu-biru penonton.

Bagi Hasil

Bhaskara Film yang dikelola Sentanu ini bisa dikatakan sebagai production house yang menggarap semua proses dari produksi hingga pemutaran keliling desa. Biasanya film itu diputar di desa-desa dengan sistem bagi hasil. Dari hasil penjualan tiket, Bhaskara dapat pembagian setengah, dan setengah lagi diambi lpanitia.

Harga tiket saat itu paling mahal sekitar Rp 25. Setiap kali pemutaran, biasanya terkumpul hasil penjualan tiket sekitar Rp 5.000 hingga Rp 10.000. Hasil pembagian yang diperoleh Bhaskara, setelah dipotong ongkos minyak mobil,makan dan minum sejumlah kru, paling tersisa bersih sekitar Rp 125 hingga Rp 150. Itu pun belum dihitung untuk biaya penyusutan alat-alat produski, kostum dan honor pemain. “Syukurnya, saat itu pemain tak banyak menuntut honor, apalagi royalti. Semua bekerja dengan senang dan penuh kekompakan,” kata Sentanu.

Hasil pembagian untuk panitia biasanya dipakai untuk membangun fasilitas umum, seperti pembangunan pura, balai desa dan sekolah. Sentanu masih ingat, di Desa Tukadsumaga, Gerokgak, panitia sampai bisa membeli jendela untuk melengkapi peralatan sekolah di desa itu.

“Baru-baru ini saya bertemu seorang guru di Tukadsumaga yang mengaku masih terharu karena bisa membeli jendela sekolah dari hasil pemutaran film made in Buleleng,” ujar Sentanu.

Namun setelah film keempat, produksi Bhaskara pun terhenti. Itu terjadi ketika film-film impor begitu mudah masuk ke desa-desa. Melalui seorang broker di Singaraja, film-film nasional maupun film India dan Hongkong mulai merajalela di Buleleng.

Selain biayanya murah karena hanya menyewa dan bukan memproduksi, judul-judul film itu bisa berganti-ganti setiap minggu. Penonton kala itu sesungguhnya masih kangen untuk menonton film produksi lokal, namun mereka menginginkan agar setiap minggu bisa berganti judul. “Itu mustahil, satu film saja harus dikerjakan selama setahun,” tandas Sentanu.

Kini film-film produksi lokal itu sudah dipindahkan dalam bentuk CD dan juga sudah bisa ditonton di youtube. (T)

 

Tags: bulelengfilmnostalgia
Previous Post

Sajak Belati

Next Post

Bondres Citta Usadhi: Anak-anak “Busul Mincid” di Zaman Teknologi

Made Adnyana Ole

Made Adnyana Ole

Suka menonton, suka menulis, suka ngobrol. Tinggal di Singaraja

Next Post

Bondres Citta Usadhi: Anak-anak “Busul Mincid” di Zaman Teknologi

Please login to join discussion

ADVERTISEMENT

POPULER

  • Refleksi Semangat Juang Bung Tomo dan Kepemimpinan Masa Kini

    Apakah Menulis Masih Relevan di Era Kecerdasan Buatan?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Tulak Tunggul Kembali ke Jantung Imajinasi

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Ulun Pangkung Menjadi Favorit: Penilaian Sensorik, Afektif, atau Intelektual?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • ”Married by Accident” Bukan Pernikahan Manis Cinderella

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Duel Sengit Covid-19 vs COVID-19 – [Tentang Bahasa]

    11 shares
    Share 11 Tweet 0

KRITIK & OPINI

  • All
  • Kritik & Opini
  • Esai
  • Opini
  • Ulas Buku
  • Ulas Film
  • Ulas Rupa
  • Ulas Pentas
  • Kritik Sastra
  • Kritik Seni
  • Bahasa
  • Ulas Musik

Pulau dan Kepulauan di Nusantara: Nama, Identitas, dan Pengakuan

by Ahmad Sihabudin
May 12, 2025
0
Syair Pilu Berbalut Nada, Dari Ernest Hemingway Hingga Bob Dylan

“siapa yang mampu memberi nama,dialah yang menguasai, karena nama adalah identitas,dan sekaligus sebuah harapan.”(Michel Foucoult) WAWASAN Nusantara sebagai filosofi kesatuan...

Read more

Krisis Literasi di Buleleng: Mengapa Ratusan Siswa SMP Tak Bisa Membaca?

by Putu Gangga Pradipta
May 11, 2025
0
Masa Depan Pendidikan di Era AI: ChatGPT dan Perplexity, Alat Bantu atau Tantangan Baru?

PADA April 2025, masyarakat Indonesia dikejutkan oleh laporan yang menyebutkan bahwa ratusan siswa Sekolah Menengah Pertama (SMP) di Kabupaten Buleleng,...

Read more

Animal Farm dalam Interpretasi Pemalsuan Kepercayaan

by Karisma Nur Fitria
May 11, 2025
0
Animal Farm dalam Interpretasi Pemalsuan Kepercayaan

PEMALSUAN kepercayaan sekurangnya tidak asing di telinga pembaca. Tindakan yang dengan sengaja menciptakan atau menyebarkan informasi tidak valid kepada khalayak....

Read more
Selengkapnya

BERITA

  • All
  • Berita
  • Ekonomi
  • Pariwisata
  • Pemerintahan
  • Budaya
  • Hiburan
  • Politik
  • Hukum
  • Kesehatan
  • Olahraga
  • Pendidikan
  • Pertanian
  • Lingkungan
  • Liputan Khusus
“Bali Stroke Care”: Golden Period, Membangun Sistem di Tengah Detik yang Maut

“Bali Stroke Care”: Golden Period, Membangun Sistem di Tengah Detik yang Maut

May 8, 2025
Mosphit Skena Segera Tiba, yang Ngaku-Ngaku Anak Skena Wajib Hadir!

Mosphit Skena Segera Tiba, yang Ngaku-Ngaku Anak Skena Wajib Hadir!

May 7, 2025
Bimo Seno dan Dolog Gelar Pertandingan Tenis Lapangan di Denpasar

Bimo Seno dan Dolog Gelar Pertandingan Tenis Lapangan di Denpasar

April 27, 2025
Kebersamaan di Desa Wanagiri dalam Aksi Sosial Multisektor Paras.IDN dalam PASSION Vol.2 Bali

Kebersamaan di Desa Wanagiri dalam Aksi Sosial Multisektor Paras.IDN dalam PASSION Vol.2 Bali

April 23, 2025
Menghidupkan Warisan Leluhur, I Gusti Anom Gumanti Pimpin Tradisi Ngelawar di Banjar Temacun Kuta

Menghidupkan Warisan Leluhur, I Gusti Anom Gumanti Pimpin Tradisi Ngelawar di Banjar Temacun Kuta

April 22, 2025
Selengkapnya

FEATURE

  • All
  • Feature
  • Khas
  • Tualang
  • Persona
  • Historia
  • Milenial
  • Kuliner
  • Pop
  • Gaya
  • Pameran
  • Panggung
Diskusi dan Pameran Seni dalam Peluncuran Fasilitas Black Soldier Fly di Kulidan Kitchen and Space
Pameran

Diskusi dan Pameran Seni dalam Peluncuran Fasilitas Black Soldier Fly di Kulidan Kitchen and Space

JUMLAH karya seni yang dipamerkan, tidaklah terlalu banyak. Tetapi, karya seni itu menarik pengunjung. Selain idenya unik, makna dan pesan...

by Nyoman Budarsana
May 11, 2025
Fenomena Alam dari 34 Karya Perupa Jago Tarung Yogyakarta di Santrian Art Gallery
Pameran

Fenomena Alam dari 34 Karya Perupa Jago Tarung Yogyakarta di Santrian Art Gallery

INI yang beda dari pameran-pemaran sebelumnya. Santrian Art Gallery memamerkan 34 karya seni rupa dan 2 karya tiga dimensi pada...

by Nyoman Budarsana
May 10, 2025
“Jalan Suara”, Musikalisasi Puisi Yayasan Kesenian Sadewa Bali dan Komunitas Disabilitas Tunanetra
Panggung

“Jalan Suara”, Musikalisasi Puisi Yayasan Kesenian Sadewa Bali dan Komunitas Disabilitas Tunanetra

SEPERTI biasa, Heri Windi Anggara, pemusik yang selama ini tekun mengembangkan seni musikalisasi puisi atau musik puisi, tak pernah ragu...

by Nyoman Budarsana
May 6, 2025
Selengkapnya

FIKSI

  • All
  • Fiksi
  • Cerpen
  • Puisi
  • Dongeng
Puisi-puisi Hidayatul Ulum | Selasar Sebelum Selasa

Puisi-puisi Hidayatul Ulum | Selasar Sebelum Selasa

May 11, 2025
Ambulan dan Obor Api | Cerpen Sonhaji Abdullah

Ambulan dan Obor Api | Cerpen Sonhaji Abdullah

May 11, 2025
Bob & Ciko | Dongeng Masa Kini

Bob & Ciko | Dongeng Masa Kini

May 11, 2025
Selendang Putih Bertuliskan Mantra | Cerpen I Wayan Kuntara

Selendang Putih Bertuliskan Mantra | Cerpen I Wayan Kuntara

May 10, 2025
Puisi-puisi Pramita Shade | Peranjakan Dua Puluhan

Puisi-puisi Pramita Shade | Peranjakan Dua Puluhan

May 10, 2025
Selengkapnya

LIPUTAN KHUSUS

  • All
  • Liputan Khusus
Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan
Liputan Khusus

Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan

SEBAGAIMANA Banyuwangi di Pulau Jawa, secara geografis, letak Pulau Lombok juga cukup dekat dengan Pulau Bali, sehingga memungkinkan penduduk kedua...

by Jaswanto
February 28, 2025
Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan
Liputan Khusus

Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan

SUNGGUH kasihan. Sekelompok remaja putri dari Desa Baturiti, Kecamatan Kerambitan, Tabanan—yang tergabung dalam  Sekaa Gong Kebyar Wanita Tri Yowana Sandhi—harus...

by Made Adnyana Ole
February 13, 2025
Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti
Liputan Khusus

Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti

BULELENG-BANYUWANGI, sebagaimana umum diketahui, memiliki hubungan yang dekat-erat meski sepertinya lebih banyak terjadi secara alami, begitu saja, dinamis, tak tertulis,...

by Jaswanto
February 10, 2025
Selengkapnya

ENGLISH COLUMN

  • All
  • Essay
  • Fiction
  • Poetry
  • Features
Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

March 8, 2025
Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

November 30, 2024
The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

September 10, 2024
The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

July 21, 2024
Bali, the Island of the Gods

Bali, the Island of the Gods

May 19, 2024

TATKALA.CO adalah media umum yang dengan segala upaya memberi perhatian lebih besar kepada seni, budaya, dan kreativitas manusia dalam mengelola kehidupan di tengah-tengah alam yang begitu raya

  • Penulis
  • Tentang & Redaksi
  • Kirim Naskah
  • Pedoman Media Siber
  • Kebijakan Privasi
  • Desclaimer

Copyright © 2016-2024, tatkala.co

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis

Copyright © 2016-2024, tatkala.co