DI sejumlah tempat di Denpasar, misalnya di sepanjang Jalan Sudirman, sejumlah pedagang terompet meraup rejeki musiman menjelang Tahun Baru 2017. Bahkan mereka telah berhasil menduduki trotoar pejalan kaki. Mungkin mereka mengimplementasikan filosofi orang Madura, seluruh tanah di negeri ini adalah milik Gusti Allah. Jadi tak masalah berjualan di mana saja.
Terompet yang dijual memiliki varian bentuk, kerucut, berbentuk naga, berbentuk klakson, serta sejumlah lainnya. Bunyi yang dihasilkan masih konvensial. Preeeeeeeeeeet. Semakin panjang nafas meniupnya, semakin lantang bunyi yang dihasilkan, niscaya semakin banyak batu terlempar ke wajah jika meniupnya di sembarang tempat.
Sejenak saya merenung, kenapa tidak ada di antara pedagang terompet itu yang menangkap fenomena “Om Telolet Om” menjadi peluang bisnis. Bukan tidak mungkin bunyi terompet konvensional itu dimodifikasi seperti klakson bus yang saat ini menjadi viral di dunia maya.
Jika saya pedagang terompet sudah barang tentu saya akan mencari para pakar teknik, entah teknik komputer, teknik elektro atau teknik apapun yang mampu diajak bekerja sama untuk menciptakan Terompet Telolet. Ini bukan pekerjaan mustahil kok, Iphone saja sudah sampai level 6, masak terompet masih begitu-begitu saja. Kan aneh.
Tentu ini membuka peluang bisnis yang cemerlang, karena berhasil membranding terompet jadul jadi gaul. Kripik singkong aja pernah ngetop karena brandingan. Nyak asane to?
Pokoknya melangkah, mengalir saja untuk urusan berbisnis seperti ini seperti kata Eyang Bob Sadino. Karena jika terlalu banyak mikir bisnis tidak akan melangkah ke mana-mana.
Oke sip, ide Terompet Telolet telah di saku, ada tahap selanjutnya yang harus di lalui. Pertama memilih partner kerja yang mampu mengadakan alatnya, ini bagian cukup sulit, karena susah mencari teman yang mau diajak gila menciptakan ide nyeleneh bin tak waras begitu. Tapi bukankah itu salah satu ciri penemu, membuat barang yang belum ditemukan.
Kedua memilih bentuk terompet, saya lebih cenderung memilih bentuk kontemporer seperti bentuk bus, truk atau bentuk terompet ala pemain marching band, pokoknya yang gaul jauh dari kesan lampau, tapi masih dalam kandungan estetika.
Keempat membuat hak paten kepemilikan, ini penting. Agar tak mudah dicomot orang lain. Maklum di dunia ini terlebih di Indonesia apapun mampu diimitasi dengan mudah. Jangankan barang, manusia aja banyak yang imitasi kok. Hehehehe.
Kelima penjualan, yang ini paling gampang, serbulah mereka para pedagang terompet musiman itu. Pasti mereka mau diajak kerja sama.
Bagi saya pribadi fenomena ini berkah. Coba telaah, Om Telolet Om ngetopnya di akhir tahun 2016. Padahal variasi klakson bus seperti itu sudah ada sebelum saya direncanakan oleh kedua orang tua saya.
Kenapa nge-boom-nya sekarang? Terlepas dari wacana kejenuhan manusia Indonesia terhadap pemberitaan atau informasi yang menjemukan. Urusan SARA-lah, urusan BOM-lah, urusan Korupsi-lah, Bencana Alam yang menelan banyak jiwa, bukannya saya tidak empati terhadap semua kejadian di Indonesia. Tapi ada kalanya manusia juga perlu hiburan. Hiburan murah meriah, seperti Om Telolet Om itu.
Demam ini disebarluaskan oleh nyamuk yang bernama internet. Berdasarkan Data Asosiasi Penyelanggara Jasa Internet Indonesia (APJII) yang dikutip Kurniawan B Aloysius pada tulisannya “Habis Hoax Terbit Kewarasan” di Kompas, Senin, 26 Desember 2016. Jumlah pengguna internet di Indonesia tahun 2016 ialah sebanyak 132,7 juta orang sekitar 51,8 % dari seluruh penduduk Indonesia.
Gilaaa bener kan. Jadi wajarlah humor Om Telolet Om yang lugu, murah, jenaka itu mendominasi pemberitaan akhir-akhir ini. Manusianya butuh ketawa dari penatnya kerjaan, tapi ketawanya agar tidak terlalu mahal, dan mudah diakses. Ketawanya bisa di mana saja jadinya, di ruang kantor, di kamar mandi, di warung sambil makan, di motor sambil naik motor (kebiasaan ABG) di acara ngaben, di acara potong gigi, pokoknya di mana dan kapan saja yang penting ketawa.
Naaaaah looooo, ada peluang kan Terompet Telolet bisa terkenal dengan cepat. Brandingnya sudah terbentuk, tinggal dipoles dikit, jadilah ide brilian. Pastilah ini jadi mesin pendulang rupiah. Lihat saja DJ Katty Butterflay pun menyisipkan Om Telolet Om saat beraksi di salah satu tempat hiburan di Bali beberapa hari yang lalu, Bayu Cuaca juga buat single tentang Om Telolet Om, belum lagi DJ kelas internasional yang terang-terangan memakai Om Telolet Om pada sejumlah karyanya.
Saya jadi berpikir, mungkin ada rencana Tuhan yang tersembunyi bagi para pedagang terompet di tahun 2016 ini. sayangnya tidak ada yang mampu membaca kode alam ini. Tidak ada yang berinsiatif menjadi gila seperti Einstein, Graham Bell, Steve Job, Pak Oles, atau penemu lainnya.
***
“Bangsa kita ini, bukan bangsa penemu, peneliti. Terompet Telolet tak akan ada kelanjutannya, hanya sebatas ide,” kata seorang kawan, saat saya mengutarakan ide Terompet Telolet.
Tapi memang benar sih menurut The World’s Most Literate Nations (WMLN) yang merilis daftar negara dengan tingkat literasi paling tinggi di dunia. Indonesia berada di peringkat 60 dari 60 lebih negara yang diteliti oleh Om Jhon W. Miller, Presiden Central Connecticut State University, New Britain. Budaya membaca dan menulis yang rendah mencerminkan tingkat keingintahuan yang rendah pula. Hal ini berdampak pada kecilnya kreativitas manusia Indonesia untuk menjadi seorang penemu atau peneliti.
Terlepas dari survey tersebut, manusia Indonesia lebih disibukkan dalam urusan adat, agama, hedonisme, serta budaya materialisme. Orang-orangnya sibuk bekerja mencari materi sebanyak-banyaknya, ada pula yang terlalu sibuk mengurus adat di bawah naungan keagaman. Kedua hal tersebut sifatnya mengikat, sehingga manusia Indonesia tidak mampu berpikir liar, keluar dari pakem biasanya.
Di sisi lain sistem pendidikan dan kurikulum di Indonesia mengagungkan nilai sebagai batasan mutlak untuk syarat kelulusan, jadi apapun dihalalkan siswa atau mahasiswa untuk mencapai nilai maksimal. Alih-alih mengejar kualitas diri atas ilmu pengetahuan, mereka malah sibuk membuat contekan di kertas ukuran kecil yang bisa disembunyikan dengan mudah.
Jika begini susah juga yah. Yuk para pembaca mulailah berpikir di luar kebiasaan, kadang nyaman itu membahayakan lho. Selamat berpikir, dan selamat Tahun Baru. Oooooooom Telolet Oooooooom. (T)