MUNGKIN untuk pertamakali pergantian desain uang RI menuai keributan. Ada yang ribut-ribut mirip uang Cina. Di Bali ada yang protes hilangnya gambar Ngurah Rai, dan “tak terima” pahlawan nasional Mr. Ketut Pudja ditaruh pada pecahan uang Rp.1000.
Seingat saya, dulu, berkali-kali desain uang diganti, tapi jarang ada ribut dan protes. Asal bisa dibelanjakan, apa pun gambarnya, ya diterima saja. Kini, di zaman postmodern, simbol-simbol, seperti gambar dan huruf pada uang, seakan menjadi sangat penting, bahkan lebih penting dari nilai uang itu sendiri, bahkan juga lebih penting dari nilai tukar uang itu di dunia internasional.
Mungkin, bagi sebagian orang, bertengkar sudah masuk pada taraf ketagihan. Sehingga, uang yang harusnya diperjuangkan dengan kerja keras agar kebutuhan hidup bisa terbeli, justru digunjingkan. Eh, kata orang tua (entah orang tua siapa), jika bertengkar terus, uang pun bisa lari, rejeki bisa kabur.
Saya sendiri sih sebenarnya ingin ada gambar Arjuna pada uang RI. Sejak dulu saya punya cita-cita memiliki “pis rejuna” (uang bergambar Arjuna). Cita-cita yang hingga kini tak pernah kesampaian. Jika Bank Indonesia (BI) mengeluarkan uang bergambar tokoh paling Nyoman di keluarga Panca Pandawa itu, tentu cita-cita saya terkabul. Jika gambar Arjuna ditaruh pada pada pecahan uang Rp.1000, atau pecahan yang lebih kecil, tentu saya bisa memiliki pis rejuna dalam jumlah buanyaaaaak.
Kita tahu, Arjuna tokoh paling ganteng dalam dunia pewayangan. Dulu, orang yang mengantongi “pis rejuna” dipercaya gampang dikerubuti gadis-gadis. Lelaki bodo akan tampak rupawan, lelaki sial bisa tiba-tiba laris-manis.
Bagaimana kisahnya pis rejuna bisa diburu orang? Uang sebagai alat tukar dalam perdagangan dikenal pada masa Majapahit sekitar tahun 1293. Bentuknya adalah pis bolong, uang kepeng dengan lubang di tengahnya. Pis bolong dikenal saat terjadi arus perdagangan yang intens antara Majapahit dengan Cina. Pis bolong itu, salah satunya ya buatan Cina. Bukan hanya mirip, tapi memang berasal dari Cina.
Di Bali, pis bolong masih digunakan sebagai alat tukar perdagangan hingga tahun 1950-an. Bahkan, saat saya kecil, tahun 1970-an, pis bolong masih diterima oleh pedagang es lilin dan gula tumpung. Jangan heran saat itu banyak orang tua marah-marah kehilangan pis bolong, meski uang kuno itu sudah disimpan di tempat paling sakral. tempat yang biasa digunakan untuk menyimpan alat-alat upacara. Pencurinya, ya, anak sendiri.
Dan hingga kini pis bolong masih beredar di Bali sebagai sarana upakara. Juga masih ada yang menggunakan pis bolong sebagai jimat. Banyak remaja punya cita-cita punya pis rejuna sebagai jimat, termasuk saya, dulu. Dulu lho, saat saya remaja.
Selain pis rejuna, ada pis bertuah lain dengan gambar tokoh pewayangan seperti pis kresna, pis tualen, pis sangut, pis bima, pis jaran, dan banyak lagi. Kegunaanya tentu sesuai karakter gambar pada uang itu. Pis rejuna untuk memikat gadis-gadis, pis sangut untuk lihai berdebat, pis jaran biar kuat berlari.
Dulu, pada saat Pordes (Pekan Olahraga Desa), pis jaran sangat laris diburu para atlet lari tingkat kampung. Saya tak tahu apakah pis jaran dianggap doping jika dipakai atlet lari di PON atau Olimpiade.
Jika lelaki mengidamkan pis rejuna, perempuan biasanya menginginkan pis bulan atau pis dewi ratih. Tentu saja agar tampak cantik dan jadi perhatian laki-laki idaman. Bulan memang masih dipercaya sebagai simbol kecantikan.
Ada tiga cara mendapatkan pis rejuna dan pis untuk jimat lain. Pertama, dengan bertapa atau semedi di tempat angker. Kedua, dapat warisan. Ketiga, dibuat sendiri (dibuat dukun/balian atau orang sakti lain) lalu dipasupati (“dihidupkan”).
Kini, apakah uang dengan gambar para pahlawan nasional tak bisa dipakai jimat? Apakah uang pecahan Rp. 1000 dengan gambar pahlawan kebanggaan Bali, Mr. Ketut Pudja, tak bisa dipakai untuk menarik hati para gadis seperti pis rejuna, atau dipakai agar lihai berdebat seperti pis sangut, atau digunakan agar perempuan tampak cantik seperti pis dewi ratih? Tentu saja.
Tentu saja. Tergantung cara kita menggunakannya. Jika memang digunakan untuk menarik hati gadis, pakailah uangmu untuk membeli hal-hal yang bisa membuat gadis tertarik. Jika beli mobil, maka gadis yang suka mobil yang akan kau dapatkan. Jika digunakan untuk “membeli” pengetahuan, maka gadis yang suka lelaki pintar yang akan kau dapatkan.
Cara mendapatkan uang di zaman modern ini rada mirip dengan cara mendapatkan uang jimat di masa kuno. Pertama dengan bertapa dan semedi. Bertapanya bukan di tempat angker semacam hutan lebat atau puncak gunung. Bertapanya di tempat angker juga sih, yaitu di sekolah atau perguruan tinggi. Jika “kuat”, maka paica atau anugerah akan datang berupa uang di tempat kerja.
Kedua, ya, mendapat warisan. Itu pun jika memang ada warisan. Cara ketiga, sangat tidak dianjurkan. Yakni membuat uang sendiri lalu dipasupati. Pada zaman sekarang uang hanya boleh dibuat dan “dipasupati” oleh BI, bukan dukun sakti. (T)