BOLEH jadi, setelah membaca tulisan ini saya menjadi cukup terkenal karena mendapat protes dari kelompok pro KKN tanpa cinlok atau cinta lokasi. Bagaimana tidak, pendapat saya justru akan membela cinta lokasi yang kini sedang ramai didengung-dengungkan dalam hati para pelaksana mata kuliah yang menerjunkan mahasiswa ke lapangan secara langsung selama beberapa bulan.
Tujuannya tentu sangat mulia, seperti titah Tuhan selalu bermaksud mengamalkan niat baik dalam menjalankan kehidupan yang berdampingan, antar sesama mahluk hidup atau yang tidak hidup, misalnya sampah yang menjadi salah satu contoh hubungan akut dan harmonis manusia. Kita boleh saja sebut sampah masyarakat.
Jangan tersinggung dulu, itu saya ambil sekedar memaknai bahwa sampah masyarakat adalah sampah-sampah yang dihasilkan oleh masyarakat. Masalah pembaca memaknai “sampah” itu apa, monggo, saya silakan.
Baik, kita lupakan dulu soal sampah dan masyarakatnya. Kita kembali bicara soal cinlok. Bukan sesuatu yang tabu lagi sesungguhnya untuk didengar masalah cinta-cintaan yang bersemi dalam posko selama hitungan bulan ini.
Tapi membahas cinta lokasi di masa KKN tidak pernah menjadi basi diulang, baik dilakukan maupun digosipkan. Meski dengan beberapa pengulangan kisah, adegan, dan ending yang sama, hubungan ini selalu ditunggu dan disadari sepenuhnya oleh semua orang.
Lebih-lebih, cerita-cerita awal tentang hubungan singkat bak cinta satu malam atau satu jam saja layaknya Melynda, dan pengusung diangkatnya derajat itik yang kini diakui memiliki goyangan yakni Sazkia Gotik, bahkan dipersiapkan matang secara sadar jauh-jauh hari sebelum hari H tiba, untuk menghadapi desas-desus yang akan menjadi nyata.
Tulisan ini sesungguhnya saya buat untuk memulihkan rasa tersinggung pelaku cinta lokasi itu sendiri. Karena baru-baru ini para pelaku hubungan itu mendapat sentilan menggigit dari penulis muda yang gesit Putri Handayani.
Dalam tulisan itu, Putri mencoba membongkar kekeliruan tujuan KKN yang cenderung menjadikan cinlok sebagi program kerja wajib ulang dan utama. Protesnya Putri, cinlok dianggap tidak masuk dalam buku pedoman buku kuliah kerja nyata. Tulisan ini pun akhirnya mendapat pembaca pemecah rekor terbanyak dan tercepat di media tatkala.co. Dalam beberapa jam saja, tulisan itu dibaca ribuan mahasiswa yang ber-KKN ria.
Termasuk saya dan beberapa teman di rumah singgah, juga asik membaca tulisan Putri. Mengharukan yang terjadi. Hari dimana tulisan itu dibaca oleh rekan wanita KKN saya. Ia membacanya dengan keras, dengan nada bercanda sambil menutupi niat jahatnya menyindir beberapa pelaku cinta lokasi di tempat kami. Beberapa tersangka mulai lebih diam dari biasanya, dengan wajah diperas santan (pucat tak segar) pelaku berusaha beralih tempat duduk dari sindiran yang menghujam jantung mereka.
Saya masih mendengarkan isi tulisan hingga selesai terbaca oleh teman. Tak perlu berpikir lama, memutuskan cinlok itu benar atau tidak bukan lagi persoalan bagi saya. Bagi saya, para pelaku hubungan itu cukup cerdas memaknai buku pedoman yang dicetak banyak oleh lembaga sebagai bekal bermasyarakat – buku pedoman yang disimpan rapi setelah dibuka daftar isi saja.
Siapa bilang cinlok tidak menjadi bagian dari buku pedoman KKN? Pelaku cinlok tampaknya cukup cerdas dan serius memaknai setiap panduan yang dicantumkan dalam pedoman.
Pada buku pedoman pelaksanaan lapangan, sub yang membahas tentang kegiatan mahasiswa diberikan lima jenis pilihan tema kegiatan yang dapat dilakukan mahasiswa. Dari tema yang ada itu, tema nomor lima yakni tema sosial budaya rupanya paling dekat dengan mahasiswa dan mudah dipahami secara mendalam. Di situ tertera, membangun hubungan sosial dengan seluruh masyarakat desa, dan masyarakat posko. Dari hubungan baik itu terciptalah budaya yang menakjubkan.
Berbahagialah para pelaku cinlok. Sebab hubungan kalian adalah pengamalan pedoman yang tentu memiliki maksud mulia untuk menciptakan hubungan sosial yang baik dari budaya yang ada. Bagi saya, kesadaran para pelaku tentang pengamalan hubungan sosial yang baik itu, bukan sekedar bagaimana bicara pada kepala desa untuk pelurusn program kerja. Bukan juga bagaimana bicara pada kelompok pemuda agar dapat melakukan program bersama.
Atau bagaimana menjalin hubungan baik dengan keluarga asuh agar terkesan memberi bantuan dan santun meski sesungguhnya lebih banyak berpura-pura daripada rasa tulusnya. (Jangan bohong para pelaksana KKN. Kalian tidak akan melakukan semua ini jika bukan karena tiga SKS yang menentukan kalian “Kumlod” atau tidak.)
Rupa-rupanya pengamalan hubungan sosial yang baik itu juga teraplikasi secara baik di masyarakat posko antar sesama teman seperjuangan, dalam mengumpulkan nilai di mata masyarakat. Secara sadar, untuk menahan rasa jenuh dan bosan di moment seperti KKN, kita menciptakan hubungan yang harmonis dengan PDKT, dan itu memang sangat diperlukan.
Sekali lagi saya ingin mengucapkan selamat untuk para pelaku, selain mengaplikasikan hubungan yang harmonis, rupa-rupanya mereka telah menyelamatkan rasa sedih dan kesepian rekan kerjanya. Rasa kesepian akan jarak yang jauh dan kerinduan pada yang diharapkan dan tidak dapat tecapai, akhirnya terpenuhi oleh hubungan yang akrab. Jadi, niat PDKT sesungguhnya membahagiakan hati orang lain, dan itu adalah amal yang sangat mulia.
Kalau kita mengukur nilai kehidupan seseorang dengan SKS, mungkin cinlok yang bertujuan untuk mengobati hati yang sepi dan memberi kebahagiaan akan mendapat lebih dari tiga SKS.
Saya mohon maaf sebelumnya kepada siapa pun yang marah karena pembenaran saya akan hubungan ini. Murni, saya tidak termasuk yang mengalami cinlok. Karena saya ada di posisi yang tidak cinlok, jadi tolonglah sedikit percaya pada apa yang saya ungkapkan. Setidaknya kita belajar menilai objektif dengan tidak memihak apa yang menjadi pilihan kita.
Saya cukup dapat dipercaya dalam hal menilai yang pro-kontra. Kalau dicari salah dan benarnya toh semua memilikinya. Namun kita lihat bagaimana mereka memaknai setiap tindakannya, dan memaknai itu tidaklah cukup dari sisi kita yang merasa mengambil pilihan yang sama.
Sekali, sekali, dan sekali lagi saya mengucapkan selamat untuk semua. Semua yang sudah menjadi pelaku atas misi mulia yang dilakukan, dan akan berakhir secara baik karena sudah membawa bekal kesadaran. Sementara tak lupa juga saya mohon maaf sekali, dan sekali lagi, jika apa yang saya sampaikan mengecewakan para penolak cinlok.
Tetapi baik pelaku cinlok atau tidak, mari kita belajar bersama menghargai segala keputusan yang bisa mereka pertanggungjawabkan secara baik dan dewasa dengan berpedoman buku pedoman KKN yang penuh titah. Pedoman yang perlu dimaknai secara mendalam pada setiap tujuan yang dicantumkan, untuk menunjukan kita sedikit lebih kritis dalam mengungkap segala kemungkinan makna. Makna yang dapat dibuat berdasarkan pedoman yang ada. Tabik. (T)