9 May 2025
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
tatkala.co
No Result
View All Result

Justru Karena Lembaga Intelek, Kampus Mesti Terlibat di Dunia Politik

Made Surya HermawanbyMade Surya Hermawan
February 2, 2018
inOpini

Foto: Mursal Buyung

236
SHARES

BERANGGAPAN bahwa kampus adalah sebuah lembaga independen yang tidak boleh memihak kekuatan politik memang adalah sebuah kebenaran. Namun, bukan berarti tidak ambil bagian dalam proses politik adalah sebuah permakluman. Ambil bagian tidak harus berkampanye. Tidak pula harus berpartai politik.

Politik mestinya dapat dibedakan antara politik intelektual dan politik praktis. Politik intelektual versi saya adalah memposisikan diri sebagai seorang intelektual dalam dunia politik. Menalar dan mencerna politik, dalam batas tidak menjadi anggota partai politik. Lalu, politik praktis diartikan terjun langsung menjadi anggota dan mengikuti seluruh kegiatan partai politik.

Walaupun tidak ada sekat pasti di antara keduanya. Idealnya, pilihan yang tepat untuk sebuah kampus adalah melaksanakan politik intelektual, kendati tidak dapat dipungkiri ada oknum pejabat kampus yang berpolitik praktis. Dilema memang, karena itu mungkin sebuah keterpaksaan agar program dan pembangunan kampus berjalan mulus atau mungkin itu sudah dihalalkan. Namun saat ini, saya ingin bercerita tentang politik intelektual.

Masa di mana dunia perpolitikan telah didasarkan pada kepentingan golongan atau yang lebih parah pada kepentingan pribadi sedang dialami Indonesia saat ini. Trias Politica karya John Locke dan Montesquie hanya sekadar formalitas.

Nyatanya, Lembaga Negara yang seharusnya saling kontrol menjadi bermain mata untuk mendapatkan proyek. Satu sama lain sering menyalahkan, namun tidak jarang juga menjalin kerjasama untuk mengisi rekening. Di atas meja hukum dijunjung, di bawah meja hukum dipancung. Para pemegang otoritas kebijakan saat ini memerlukan kontrol rakyat semesta.

Dalam keadaan seperti ini, masih layakkah kampus hanya diam? Masih layakkah sebuah tempat yang dihuni oleh manusia berkemampuan intelektual di atas rata-rata hanya urun angan? Saat ini, sense of belonging kampus terhadap permasalahan bangsa sedang dipertanyakan.

Kampus selayaknya ambil bagian, kemudian turun tangan. Istilah kampus merupakan rumah orang cerdas adalah julukan masa lalu. Kini, kampus mestinya berubah menjadi habitat orang peduli, orang tidak buta, dan tidak tuli. Bukan batu, yang mati dan antipati.

Momen pemilukada adalah jalan politik intelektual yang dengan mudah dapat dilalui oleh sebuah kampus. Menantang para calon kepala daerah untuk berdialog dengan mahasiswa dan dosen. Menguji visi misi, menalar program, dan mengenal pribadi. Karena yang akan dipilih adalah seorang kepala daerah. Seseorang yang akan mengelola keuangan dan menjalankan roda pemerintahan. Ini tidak sesederhana memilih Koordinator Tingkat seperti pada masa kuliah.

Ini bukan politik praktis masuk kampus, ini politik intelektual untuk mengukur kapasitas dan kualitas para calon kepala daerah. Saya rasa, para calon kepala daerah wajib ditantang, program-programnya wajib diuji, dan janji-janjinya wajib dicatat. Kalau mereka merasa mampu, seharusnya mereka tidak segan untuk menerima tantangan itu. Bukan berkampanye di kampus, sama sekali bukan. Non-atribut parpol, tentu untuk tetap menjaga casing kampus sebagai sebuah lembaga independen.

Kemudian, ketika banyak orang yang masih akan beranggapan bahwa netralitas kampus dapat terganggu, hal itu adalah sebuah kewajaran. Namun sederhananya, ketidaknetralan akan seketika muncul hanya jika yang ditantang tidak keseluruhan pasangan calon. Dalam hal ini, kampus wajib menantang semua.

Selanjutnya, jika masih saja ada anggapan bahwa hanya dengan mengundang pasangan calon kepala daerah untuk berdialong, lalu netralitas kampus akan terganggu, maka jawabannya adalah lebih baik muncul anggapan kampus tidak netral, daripada yang terpilih adalah kepala daerah yang tidak bermoral.

Dialog itu akan merekam segala bentuk diskusi dan perdebatan para calon. Juga untuk mengantisipasi potensi kebohongan. Ingat, yang menyaksikan bukanlah orang biasa. Yang bukan hanya sekadar mendengar. Bukan juga masuk kuping kanan lalu mental melalui kuping kanan lagi. Proses tersebut akan disaksikan oleh para guru besar, lulusan S-3, S-2, S-1, hingga calon S-1. Yang tentunya secara keilmuan mereka ada di atas rata-rata.

Lalu, yang lebih penting setidaknya mereka akan lebih sulit untuk dibohongi. Tentu, jika niat awal para calon kepala daerah adalah datang untuk berbohong. Hal tersebut mungkin akan jauh lebih bermanfaat daripada sekadar memasang baliho (yang jujur saja terkesan kumuh), melaksanakan pengumpulan masa, memacetkan lalu-lintas, dan mengundang kebisingan. Yang notabene toh mayoritas masa yang datang adalah masa bayaran.

Paradigma baru ini, tentu hanya akan terwujud dengan terlebih dahulu membentuk pribadi mahasiswa yang peduli politik. Mahasiswa masa kini adalah mahasiswa yang peka dan peduli terhadap sekelilingnya. IPK summa cumlaude akan kalah dengan sebuah kontribusi nyata.

Saya ingat sebuah quote dari Anies Baswedan yang kira-kira bunyinya begini “IPK yang tinggi hanya akan mengantarkan anda kepada wawancara pekerjaan, namun kepemimpinan yang akan menuntun anda menuju masa depan”. Dalam hal ini, tidak ada yang tidak penting. Keduanya memiliki porsi yang sama untuk membangun manusia yang unggul dan mencapai masa depan yang gemilang. Sehingga, mahasiswa saat ini layaknya tidak hanya terpaku dengan nilai A dan IPK cumlaude.

Mahasiswa bukan siswa. Bukan yang hanya datang, duduk, lalu kemudian pulang setelah jam kuliah usai. Kepekaan dan kepedulian tentang keadaan daerah dan Negara harusnya dipupuk, disirami, hingga tumbuh subur. Mahasiswa adalah politisi intelektual. Bukan anak SD yang menggunakan jas almamater. Bukan yang hanya mampu manut, tanpa menalar lebih dulu. Bukan juga paduan suara SETUJU, seperti kata Iwan Fals. Seharusnya.

Saya mendefinikan dengan istilah saya sendiri bahwa politik adalah ilmu kehidupan. Setiap orang seharusnya melek politik. Buta yang paling mengerikan adalah buta politik. Bagaimana tidak, suka tidak suka segala aspek kehidupan saat ini adalah hasil kebijakan politik. Dari mulai harga beras, daging, hingga harga garam.

Dari mulai bangun tidur hingga tidur lagi. Di jalan ada traffic light, produk politik. Menyebrang jalan ada zabra cross, produk politik. Makan di sebuah rumah makan ternyata harga yang dibayar melebihi nominal yang ada di daftar menu, produk politik.

Untung saja oksigen sampai saat ini belum dipengaruhi secara jelas oleh kebijakan politik. Jika iya, mungkin saat itu manusia baru akan sadar bahwa sebenarnya banyak di antara mereka yang selama ini mencoba menutup mata dan telinga dari sebuah hal besar yang menjamin kelangsungan hidup mereka.

Saya adalah seorang lulusan kampus kependidikan. Saya sering mendengar anggapan yang kira-kira berbunyi “untuk apa mahasiswa calon guru belajar politik”. Saya sangat senang mendengar istilah ini. Tentu, keinginan untuk mendebatnya juga tidak kalah besar.

Dalam benak saya, sebuah profesi yang seharusnya paling paham politik adalah guru. Sehingga, mereka dapat menularkan cara berpolitik yang baik bagi siswa-siswanya. Memang tidak ada jaminan pasti, namun kemungkinan bahwa para koruptor saat ini adalah mereka yang tidak mendapatkan pendidikan politik yang cukup ketika mereka duduk di bangku sekolah.

Lalu, ketika ada pertanyaan bagaimana caranya agar mahasiswa peka terhadap politik? Mulailah dengan mengenal politik. Sangat tidak adil ketika kita langsung membencinya sebelum kita membuka diri dan hati untuk mengenalnya. Lanjutkan dengan membaca dan mendengar. Diikuti dengan membicarakan.

Ketika kegiatan itu sudah mulai dibiasakan, kepekaan akan muncul dengan sendirinya tanpa dipaksakan. Selanjutnya, salurkan kebiasaan itu sesuai dengan passion masing-masing. Tentunya dalam koridor aktivitas positif. Ini bukan menggurui, hanya berbagi.

Terakhir, politik pantas dan layak masuk kampus. Tidak peduli apapun jenis kampusnya dan di manapun letak kampusnya. Politik masuk kampus harus dipandang dengan dengan lebih luas sebagai sebuah cara untuk membentuk manusia yang peduli dengan bangsa dan negara, cara untuk menguji para calon kepala negara atau kepala daerah yang akan memimpin, dan cara untuk menabur bibit pemimpin Indonesia di masa depan.

“Politik Indonesia sakit bukan karena sedikitnya orang baik, namun karena banyak orang baik lainnya yang hanya mendiamkan. Kalau ingin Indonesia membaik, jangan biarkan orang baik berjuang sendirian di dunia politik” -kalimat ini terinspirasi oleh Anies Baswedan. (T)

Tags: kampusPendidikanPilkadaPolitik
Previous Post

Tentang Drama Gong: Ingat, Gaya Buleleng dan Bali Selatan itu Beda

Next Post

Pilkada Buleleng – PASS Lengkapi Sukses PDIP di Bali atau Terjungkal?

Made Surya Hermawan

Made Surya Hermawan

Lahir di Denpasar, 7 Oktober 1993, tinggal di Kuta, Bali. Lulusan Jurusan Pendidikan Biologi Undiksha, Singaraja, 2015. Gemar mendengar cerita politik dan senang berorganisasi. Setleah menamatkan studi pascasarjana di Program Studi Pendidikan Biologi Universitas Negeri Malang, ia mengabdikan ilmunya dengan jadi guru.

Next Post

Pilkada Buleleng - PASS Lengkapi Sukses PDIP di Bali atau Terjungkal?

Please login to join discussion

ADVERTISEMENT

POPULER

  • Refleksi Semangat Juang Bung Tomo dan Kepemimpinan Masa Kini

    Apakah Menulis Masih Relevan di Era Kecerdasan Buatan?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Tulak Tunggul Kembali ke Jantung Imajinasi

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Ulun Pangkung Menjadi Favorit: Penilaian Sensorik, Afektif, atau Intelektual?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • ”Married by Accident” Bukan Pernikahan Manis Cinderella

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Duel Sengit Covid-19 vs COVID-19 – [Tentang Bahasa]

    11 shares
    Share 11 Tweet 0

KRITIK & OPINI

  • All
  • Kritik & Opini
  • Esai
  • Opini
  • Ulas Buku
  • Ulas Film
  • Ulas Rupa
  • Ulas Pentas
  • Kritik Sastra
  • Kritik Seni
  • Bahasa
  • Ulas Musik

ORANG BALI AKAN LAHIR KEMBALI DI BALI?

by Sugi Lanus
May 8, 2025
0
PANTANGAN MENGKONSUMSI ALKOHOL DALAM HINDU

— Catatan Harian Sugi Lanus, 8 Mei 2025 ORANG Bali percaya bahkan melakoni keyakinan bahwa nenek-kakek buyut moyang lahir kembali...

Read more

Di Balik Embun dan Senjakala Pertanian Bali: Dilema Generasi dan Jejak Penanam Terakhir

by Teguh Wahyu Pranata,
May 7, 2025
0
Di Balik Embun dan Senjakala Pertanian Bali: Dilema Generasi dan Jejak Penanam Terakhir

PAGI-pagi sekali, pada pertengahan April menjelang Hari Raya Galungan, saya bersama Bapak dan Paman melakukan sesuatu yang bagi saya sangat...

Read more

HINDU MEMBACA KALIMAT SYAHADAT

by Sugi Lanus
May 7, 2025
0
HINDU MEMBACA KALIMAT SYAHADAT

— Catatan Harian Sugi Lanus, 18-19 Juni 2011 SAYA mendapat kesempatan tak terduga membaca lontar koleksi keluarga warga Sasak Daya (Utara) di perbatasan...

Read more
Selengkapnya

BERITA

  • All
  • Berita
  • Ekonomi
  • Pariwisata
  • Pemerintahan
  • Budaya
  • Hiburan
  • Politik
  • Hukum
  • Kesehatan
  • Olahraga
  • Pendidikan
  • Pertanian
  • Lingkungan
  • Liputan Khusus
“Bali Stroke Care”: Golden Period, Membangun Sistem di Tengah Detik yang Maut

“Bali Stroke Care”: Golden Period, Membangun Sistem di Tengah Detik yang Maut

May 8, 2025
Mosphit Skena Segera Tiba, yang Ngaku-Ngaku Anak Skena Wajib Hadir!

Mosphit Skena Segera Tiba, yang Ngaku-Ngaku Anak Skena Wajib Hadir!

May 7, 2025
Bimo Seno dan Dolog Gelar Pertandingan Tenis Lapangan di Denpasar

Bimo Seno dan Dolog Gelar Pertandingan Tenis Lapangan di Denpasar

April 27, 2025
Kebersamaan di Desa Wanagiri dalam Aksi Sosial Multisektor Paras.IDN dalam PASSION Vol.2 Bali

Kebersamaan di Desa Wanagiri dalam Aksi Sosial Multisektor Paras.IDN dalam PASSION Vol.2 Bali

April 23, 2025
Menghidupkan Warisan Leluhur, I Gusti Anom Gumanti Pimpin Tradisi Ngelawar di Banjar Temacun Kuta

Menghidupkan Warisan Leluhur, I Gusti Anom Gumanti Pimpin Tradisi Ngelawar di Banjar Temacun Kuta

April 22, 2025
Selengkapnya

FEATURE

  • All
  • Feature
  • Khas
  • Tualang
  • Persona
  • Historia
  • Milenial
  • Kuliner
  • Pop
  • Gaya
  • Pameran
  • Panggung
“Jalan Suara”, Musikalisasi Puisi Yayasan Kesenian Sadewa Bali dan Komunitas Disabilitas Tunanetra
Panggung

“Jalan Suara”, Musikalisasi Puisi Yayasan Kesenian Sadewa Bali dan Komunitas Disabilitas Tunanetra

SEPERTI biasa, Heri Windi Anggara, pemusik yang selama ini tekun mengembangkan seni musikalisasi puisi atau musik puisi, tak pernah ragu...

by Nyoman Budarsana
May 6, 2025
Mengenang Perupa I Gusti Made Peredi dan Karya-karyanya yang Membingkai Zaman
Khas

Mengenang Perupa I Gusti Made Peredi dan Karya-karyanya yang Membingkai Zaman

TAK salah jika Pemerintah Kota Denpasar dan Pemerintah Provinsi Bali menganugerahkan penghargaan kepada Almarhum I Gusti Made Peredi, salah satu...

by Nyoman Budarsana
May 6, 2025
“Muruk” dan “Nutur”, Belajar dan Diskusi ala Anak Muda Desa Munduk-Buleleng
Khas

“Muruk” dan “Nutur”, Belajar dan Diskusi ala Anak Muda Desa Munduk-Buleleng

DULU, pada setiap Manis Galungan (sehari setelah Hari Raya Galungan) atau Manis Kuningan (sehari setelah Hari Raya Kuningan) identik dengan...

by Komang Yudistia
May 6, 2025
Selengkapnya

FIKSI

  • All
  • Fiksi
  • Cerpen
  • Puisi
  • Dongeng
Kampusku Sarang Hantu [1]: Ruang Kuliah 13 yang Mencekam

Kampusku Sarang Hantu [14]: Ayam Kampus Bersimbah Darah

May 8, 2025
Perempuan di Mata Mak Kaeh | Cerpen Khairul A. El Maliky

Perempuan di Mata Mak Kaeh | Cerpen Khairul A. El Maliky

May 4, 2025
Puisi-puisi Gimien Artekjursi | Tentang Harimau Jawa

Puisi-puisi Gimien Artekjursi | Tentang Harimau Jawa

May 4, 2025
Poleng | Cerpen Sri Romdhoni Warta Kuncoro

Poleng | Cerpen Sri Romdhoni Warta Kuncoro

May 3, 2025
Puisi-puisi Muhammad Rafi’ Hanif | Kenang-Kenangan Seorang Mahasiswa

Puisi-puisi Muhammad Rafi’ Hanif | Kenang-Kenangan Seorang Mahasiswa

May 3, 2025
Selengkapnya

LIPUTAN KHUSUS

  • All
  • Liputan Khusus
Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan
Liputan Khusus

Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan

SEBAGAIMANA Banyuwangi di Pulau Jawa, secara geografis, letak Pulau Lombok juga cukup dekat dengan Pulau Bali, sehingga memungkinkan penduduk kedua...

by Jaswanto
February 28, 2025
Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan
Liputan Khusus

Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan

SUNGGUH kasihan. Sekelompok remaja putri dari Desa Baturiti, Kecamatan Kerambitan, Tabanan—yang tergabung dalam  Sekaa Gong Kebyar Wanita Tri Yowana Sandhi—harus...

by Made Adnyana Ole
February 13, 2025
Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti
Liputan Khusus

Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti

BULELENG-BANYUWANGI, sebagaimana umum diketahui, memiliki hubungan yang dekat-erat meski sepertinya lebih banyak terjadi secara alami, begitu saja, dinamis, tak tertulis,...

by Jaswanto
February 10, 2025
Selengkapnya

ENGLISH COLUMN

  • All
  • Essay
  • Fiction
  • Poetry
  • Features
Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

March 8, 2025
Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

November 30, 2024
The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

September 10, 2024
The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

July 21, 2024
Bali, the Island of the Gods

Bali, the Island of the Gods

May 19, 2024

TATKALA.CO adalah media umum yang dengan segala upaya memberi perhatian lebih besar kepada seni, budaya, dan kreativitas manusia dalam mengelola kehidupan di tengah-tengah alam yang begitu raya

  • Penulis
  • Tentang & Redaksi
  • Kirim Naskah
  • Pedoman Media Siber
  • Kebijakan Privasi
  • Desclaimer

Copyright © 2016-2024, tatkala.co

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis

Copyright © 2016-2024, tatkala.co