11 May 2025
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
tatkala.co
No Result
View All Result

Menjaga Kebersamaan Lewat Tradisi Perang

Wulan Dewi SaraswatibyWulan Dewi Saraswati
February 2, 2018
inKhas

Foto-foto: koleksi penulis

22
SHARES

TRADISI adalah perayaan kebersamaan. Juga di Bali. Untuk menjaga kebersamaan nyama Bali mempertahankan sekaligus tetap merayakan tradisi di era digital ini. Sebut saja tradisi magibung, mebat, perang tipat, dan lain-lain. Tanpa keterpaksaan, masyarakat Bali masih tetap gencar menggelar tradisi-tradisi itu dengan riang gembira.

Salah satunya, tradisi Perang Pandan di Desa Tenganan Pegringsingan, Karangasem. Tradisi Perang Pandan tentu saja bukan perang sesungguhnya, melainkan lebih sebagai sebuah ritual dari masyarakat yang memegang teguh nilai-nilai tradisional. Tradisi itu senantiasa menyedot perhatian masyarakat pengusungnya serta mendapat perhatian besar dari pengunjung luar daerah. Mereka tidak hanya sedang menjaga tradisi, melainkan juga sedang memupuk rasa kebersamaan antarwarga. Kebersamaan di dunia nyata — di dunia nyata yang sedang gaduh oleh media sosial dunia maya.

Menjaga kebersamaan melalui tradisi perang tentu saja unik. Keunikan memang jadi ciri khas masyarakat di Desa Tenganan Pegringsingan. Meski disebut perang, tapi tak ada pedang, tak ada pisau belati. Apalagi bedil. Senjata yang digunakan hanya pandan berduri. Makanya disebut Perang Pandan atau biasa juga disebut Makare-kare. Mereka berperang dengan pandan, tanpa rasa marah, tanpa permusuhan. Mereka bermain, bercanda, lebih banyak saling rangkul, saling peluk.

Tidak mudah menjaga tradisi itu. Diperlukan kesadaran dan ketekunan agar tradisi itu terus bisa terlaksana. Terlebih di era digital, kehadiran tradisi bisa dengan mudah tenggelam. Namun, tidak begitu dengan masyarakat Tenganan. Tradisi Perang Pandan selalu digelar, selalu jadi perhatin. Apalagi acara itu dianggap juga sebagai persembahan bagi Dewa Indra.

Deretan Pandan Berduri

Saat Hari Saraswati, Sabtu, 25 Juni 2016, merupakan hari kedua Perang Pandan di Tenganan. Di sekitar panggung yang menghadap ke bale pemujaan tampak sudah tersedia ikatan-ikatan pandan duri. Pandan duri itu berjejer, disusun sedemikian rupa. Pengunjung mencari tempat nyaman dan tepat untuk menyaksikan ritual adat itu. Sejumlah pengunjung menyiapkan alat rekam gambar. Sejumlah yang lain mencari tempat teduh. Ada pula pengunjung yang sudah siap ikut berpartisipasi sebagai peserta perang.

Deretan Pandan Duri
Deretan Pandan Duri

Di bale penyambutan, beberapa daha mempersiapkan kudapan untuk tamu undangan dari desa tetangga. Tepat pukul 13.00 Wita, tamu datang. Dengan menggunakan kain tenun khas Tenganan, para daha menyambut para tamu. Ada yang menyajikan kopi, ada yang menyajikan kudapan berupa tipat, jaja uli, pisang, ketela rebus, dan sejenisnya.

Perang pandan dimulai dengan acara ngelawang. Acara ini diikut oleh daha dan truna. Mereka beiring-iringan mengitari desa dengan iringan tetabuhan. Mengitari desa adalah simbol kehidupan yang terus berputar. Setelah dua kali mengitari desa, mereka siap menggelar acara. Tabuh khas Tenganan mengalun pelan dan khusuk. Para daha dengan riasan sederhana memadati bale pemujaan. Para truna dari Desa Tenganan sudah bersiap di sekitar panggung untuk “berperang”. Mereka menggunakan udeng kombinasi merah, hitam, dan putih.

Aksi Perang Pandan diawali para truna asli Tenganan. Mereka berhadap-hadapan, satu lawan satu. Mereka saling memukul dengan pandan duri. Mereka saling melindungi diri dengan perisai anyaman. Yang lengah, badannya terpukul ikatan pandan. Ada yang taka pa-apa, ada juga yang berdarah. Begitu seterusnya secara bergilir. Acara dilanjutkan oleh truna dari desa tetangga. Setelah itu, barulah diundang pengunjung yang ingin ngayah sebagai peserta.

Selama acara berlangsung peserta yang tampil tidak terlihat mengumbar marah, dendam, atau pun kesal. Sebelum mereka tampil, senyum tawa bahagia selalu ada. Saling merangkul, saling memeluk, dan menyapa. Beberapa dari mereka saling memberi dukungan. Beberapa dari mereka saling membantu menyiapkan kostum perang. Saat “perang” berlangsung mereka menebar tawa dan bahagia. Mereka bahagia dan bangga. Pengunjung tertawa dan terhibur. Pengunjung ikut larut dalam semangat ketika peserta tampil dengan penuh garang, tetapi tidak sembarang serang. Terlihat juga peserta yang tampil menari sebelum perang, ada pula mereka yang menyerah sebelum perang. Ada juga peserta yang terlalu bersemangat menyerang, sehingga harus dilerai.

Saling Pukul, Saling Rangkul
Saling Pukul, Saling Rangkul

Yang kalah atau menyerah tidak menyimpan amarah. Mereka tertawa dan duduk bersama. Setelah ritual selesai, mereka saling berpeluk dan berjabat tangan. Tidak ada dendam. Ini semua hanya bentuk persembahan ikhlas. Mereka juga makan bersama dan saling menggosokkan semacam ramuan ke peserta lain agar luka cepat pulih.

Peserta Perang Pandan kini tak hanya dilakukan masyarakat asli. Pengunjung yang berani dan berminat juga boleh mengikuti. Seperti Hare Yashuananda yang sudah berkali-kali mengikuti acara ini. “Modalnya hanya berani. Tidak saja itu, saya merasa terdorong untuk berpatisipasi. Walaupun saya bukan asli Tenganan, tetapi saya bersedia ngayah,” tuturnya.

Warisan Leluhur

Perang Pandan memang dilakukan para truna. Namun para daha sesungguhnya juga punya peran sangat penting. Para daha punya peran penting dalam mempersiapkan acara. Yang menarik, para daha keluar dengan pakaian khas, seperti memakai kemben khas Tenganan. “Ini merupakan cara kami untuk melestarikan warisan leluhur. Kami juga mempersiapkan sesajen dan kudapan untuk tamu undangan,” ujar Yuyun kepala seka daha.

Untuk peserta ritual Perang Pandan memang diperuntukan bagi truna yang sudah siap secara batin maupun fisik. Namun orang tua juga boleh ikut. Tidak ada batasan umur untuk acara ini. “Peserta tidak dibatasi usia, atau pun jumlah. Mereka yang ikut tentu harus matang secara fisik dan mental, serta niat berani untuk ngayah. Jika sudah terpenuhi, maka mereka boleh ikut,” ujar Wayan Arsana, pemuka adat Tenganan.

Penulis bersama para daha Tenganan
Penulis bersama para daha Tenganan

Pandan berduri digunakan sebagai alat ganti senjata perang atau pedang. “Kami berusaha agar tradisi ini akan tetap ajeg, karena penghormatan dan bakti kepada Dewa Indra didasari keyakinan yang ikhlas. Mereka yang ikut ngayah juga yakin, bahwa darah yang keluar merupakan wujud persembahan pada dewa. Terbukti, peserta semakin banyak, bahkan mencapai 160-an. Kami tentu berharap, tradisi seperti ini terus dilaksanakan. Siapa lagi yang akan menjaga tradisi ini kalau bukan kita? Banyaknya pengunjung yang datang dan peserta yang bertambah tentu menunjukkan bahwa tradisi Perang Pandan masih mendapat perhatian,” ujar Wayan Arsana. (T)

Tags: baliTradisi
Previous Post

Ramadhan Nusantara – Geliat Pecinta Seni Arosbaya

Next Post

Bangun Literasi, Demi Bangsa Berbudaya

Wulan Dewi Saraswati

Wulan Dewi Saraswati

Penulis, sutradara, dan pengajar. Saat ini tengah mendalami praktik kesenian berdasarkan tarot dengan pendekatan terapiutik partisipatoris

Next Post

Bangun Literasi, Demi Bangsa Berbudaya

Please login to join discussion

ADVERTISEMENT

POPULER

  • Refleksi Semangat Juang Bung Tomo dan Kepemimpinan Masa Kini

    Apakah Menulis Masih Relevan di Era Kecerdasan Buatan?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Tulak Tunggul Kembali ke Jantung Imajinasi

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Ulun Pangkung Menjadi Favorit: Penilaian Sensorik, Afektif, atau Intelektual?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • ”Married by Accident” Bukan Pernikahan Manis Cinderella

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Duel Sengit Covid-19 vs COVID-19 – [Tentang Bahasa]

    11 shares
    Share 11 Tweet 0

KRITIK & OPINI

  • All
  • Kritik & Opini
  • Esai
  • Opini
  • Ulas Buku
  • Ulas Film
  • Ulas Rupa
  • Ulas Pentas
  • Kritik Sastra
  • Kritik Seni
  • Bahasa
  • Ulas Musik

“Pseudotourism”: Pepesan Kosong dalam Pariwisata

by Chusmeru
May 10, 2025
0
Efek “Frugal Living” dalam Pariwisata

KEBIJAKAN libur panjang (long weekend) yang diterapkan pemerintah selalu diprediksi dapat menggairahkan industri pariwisata Tanah Air. Hari-hari besar keagamaan dan...

Read more

Mendaki Bukit Tapak, Menemukan Makam Wali Pitu di Puncak

by Arix Wahyudhi Jana Putra
May 9, 2025
0
Mendaki Bukit Tapak, Menemukan Makam Wali Pitu di Puncak

GERIMIS pagi itu menyambut kami. Dari Kampus Undiksha Singaraja sebagai titik kumpul, saya dan sahabat saya, Prayoga, berangkat dengan semangat...

Read more

Kreativitas dan Imajinasi: Dua Modal Utama Seorang Seniman

by Pitrus Puspito
May 9, 2025
0
Kreativitas dan Imajinasi: Dua Modal Utama Seorang Seniman

DALAM sebuah seminar yang diadakan Komunitas Salihara (2013) yang bertema “Seni Sebagai Peristiwa” memberi saya pemahaman mengenai dunia seni secara...

Read more
Selengkapnya

BERITA

  • All
  • Berita
  • Ekonomi
  • Pariwisata
  • Pemerintahan
  • Budaya
  • Hiburan
  • Politik
  • Hukum
  • Kesehatan
  • Olahraga
  • Pendidikan
  • Pertanian
  • Lingkungan
  • Liputan Khusus
“Bali Stroke Care”: Golden Period, Membangun Sistem di Tengah Detik yang Maut

“Bali Stroke Care”: Golden Period, Membangun Sistem di Tengah Detik yang Maut

May 8, 2025
Mosphit Skena Segera Tiba, yang Ngaku-Ngaku Anak Skena Wajib Hadir!

Mosphit Skena Segera Tiba, yang Ngaku-Ngaku Anak Skena Wajib Hadir!

May 7, 2025
Bimo Seno dan Dolog Gelar Pertandingan Tenis Lapangan di Denpasar

Bimo Seno dan Dolog Gelar Pertandingan Tenis Lapangan di Denpasar

April 27, 2025
Kebersamaan di Desa Wanagiri dalam Aksi Sosial Multisektor Paras.IDN dalam PASSION Vol.2 Bali

Kebersamaan di Desa Wanagiri dalam Aksi Sosial Multisektor Paras.IDN dalam PASSION Vol.2 Bali

April 23, 2025
Menghidupkan Warisan Leluhur, I Gusti Anom Gumanti Pimpin Tradisi Ngelawar di Banjar Temacun Kuta

Menghidupkan Warisan Leluhur, I Gusti Anom Gumanti Pimpin Tradisi Ngelawar di Banjar Temacun Kuta

April 22, 2025
Selengkapnya

FEATURE

  • All
  • Feature
  • Khas
  • Tualang
  • Persona
  • Historia
  • Milenial
  • Kuliner
  • Pop
  • Gaya
  • Pameran
  • Panggung
Fenomena Alam dari 34 Karya Perupa Jago Tarung Yogyakarta di Santrian Art Gallery
Pameran

Fenomena Alam dari 34 Karya Perupa Jago Tarung Yogyakarta di Santrian Art Gallery

INI yang beda dari pameran-pemaran sebelumnya. Santrian Art Gallery memamerkan 34 karya seni rupa dan 2 karya tiga dimensi pada...

by Nyoman Budarsana
May 10, 2025
“Jalan Suara”, Musikalisasi Puisi Yayasan Kesenian Sadewa Bali dan Komunitas Disabilitas Tunanetra
Panggung

“Jalan Suara”, Musikalisasi Puisi Yayasan Kesenian Sadewa Bali dan Komunitas Disabilitas Tunanetra

SEPERTI biasa, Heri Windi Anggara, pemusik yang selama ini tekun mengembangkan seni musikalisasi puisi atau musik puisi, tak pernah ragu...

by Nyoman Budarsana
May 6, 2025
Mengenang Perupa I Gusti Made Peredi dan Karya-karyanya yang Membingkai Zaman
Khas

Mengenang Perupa I Gusti Made Peredi dan Karya-karyanya yang Membingkai Zaman

TAK salah jika Pemerintah Kota Denpasar dan Pemerintah Provinsi Bali menganugerahkan penghargaan kepada Almarhum I Gusti Made Peredi, salah satu...

by Nyoman Budarsana
May 6, 2025
Selengkapnya

FIKSI

  • All
  • Fiksi
  • Cerpen
  • Puisi
  • Dongeng
Selendang Putih Bertuliskan Mantra | Cerpen I Wayan Kuntara

Selendang Putih Bertuliskan Mantra | Cerpen I Wayan Kuntara

May 10, 2025
Puisi-puisi Pramita Shade | Peranjakan Dua Puluhan

Puisi-puisi Pramita Shade | Peranjakan Dua Puluhan

May 10, 2025
Kampusku Sarang Hantu [1]: Ruang Kuliah 13 yang Mencekam

Kampusku Sarang Hantu [14]: Ayam Kampus Bersimbah Darah

May 8, 2025
Perempuan di Mata Mak Kaeh | Cerpen Khairul A. El Maliky

Perempuan di Mata Mak Kaeh | Cerpen Khairul A. El Maliky

May 4, 2025
Puisi-puisi Gimien Artekjursi | Tentang Harimau Jawa

Puisi-puisi Gimien Artekjursi | Tentang Harimau Jawa

May 4, 2025
Selengkapnya

LIPUTAN KHUSUS

  • All
  • Liputan Khusus
Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan
Liputan Khusus

Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan

SEBAGAIMANA Banyuwangi di Pulau Jawa, secara geografis, letak Pulau Lombok juga cukup dekat dengan Pulau Bali, sehingga memungkinkan penduduk kedua...

by Jaswanto
February 28, 2025
Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan
Liputan Khusus

Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan

SUNGGUH kasihan. Sekelompok remaja putri dari Desa Baturiti, Kecamatan Kerambitan, Tabanan—yang tergabung dalam  Sekaa Gong Kebyar Wanita Tri Yowana Sandhi—harus...

by Made Adnyana Ole
February 13, 2025
Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti
Liputan Khusus

Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti

BULELENG-BANYUWANGI, sebagaimana umum diketahui, memiliki hubungan yang dekat-erat meski sepertinya lebih banyak terjadi secara alami, begitu saja, dinamis, tak tertulis,...

by Jaswanto
February 10, 2025
Selengkapnya

ENGLISH COLUMN

  • All
  • Essay
  • Fiction
  • Poetry
  • Features
Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

March 8, 2025
Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

November 30, 2024
The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

September 10, 2024
The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

July 21, 2024
Bali, the Island of the Gods

Bali, the Island of the Gods

May 19, 2024

TATKALA.CO adalah media umum yang dengan segala upaya memberi perhatian lebih besar kepada seni, budaya, dan kreativitas manusia dalam mengelola kehidupan di tengah-tengah alam yang begitu raya

  • Penulis
  • Tentang & Redaksi
  • Kirim Naskah
  • Pedoman Media Siber
  • Kebijakan Privasi
  • Desclaimer

Copyright © 2016-2024, tatkala.co

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis

Copyright © 2016-2024, tatkala.co