9 May 2025
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
tatkala.co
No Result
View All Result

Di Baturiti, Nenek ke Surga, Diantar Rasa “Bareng Ngayah” Warga Bali dan Keturunan Tionghoa

Julio SaputrabyJulio Saputra
February 2, 2018
inEsai

Warga adat Bali di Baturiti menggotong mayat nenek saya yang warga keturunan saat diantar ke kuburan di Baturiti Tabanan. /Foto: Julio

598
SHARES

 

SUATU sore, April 2017, saya sedang mengantuk di kelas saat ikut mata kuliah di Undiksha Singaraja. Tiba-tiba saya menerima sebuah pesan singkat yang sangat menyanyat hati. Pengirimnya ayah saya. Nenek saya, ibunda ayah tercinta, telah berpulang.

Saya langsung terjaga dari kantuk. Tapi tetap tak bisa konsentrasi ikut kulih. Saya ingin cepat bergegas ke kampung halaman saya di Desa Baturiti, Kecamatan Baturiti, Tabanan. Dan begitu kuliah usai saya langsung meluncur ke kampung. Tentu, karena nenek termasuk satu orang yang sangat saya sayangi, dan dia menyayangi saya juga.

Kesedihan menimpali saya di atas motor, di sepanjang perjalanan pulang.

Di rumah, saya temui dan langsung larut dalam suasana adat persemayaman dan tradisi kematian yang khas etnis Tionghoa. Ya, saya dan tentu juga keluarga saya adalah etnis Tionghoa yang menetap sejak bertahun-tahun di Desa Baturiti.

Sepasang lampion putih sebagai tanda adanya orang yang meninggal telah digantung di depan rumah. Jenasah nenek telah selesai dimandikan dan dikenakan pakaian yang telah dilubangi dengan hio yang menyala, juga telah siap untuk dimasukan ke dalam peti.

Altar untuk persemayaman jenasah nenek disiapkan. Beberapa lilin menyala di dekat foto nenek. Harum dupa yang dibakar tercium memenuhi ruangan. Semua anak-anak dan cucu-cucu, juga beberapa kerabat dan sanak famili nenek menggunakan pakaian serba putih dan topi putih yang terbuat dari kain blacu.

Nuansa upacara persemayaman tersebut sangat kental rasa Tionghoa-nya. Namun tidak demikian suasana yang tampak di luar ruang persemayaman, seperti di halaman rumah dan depan rumah. Tidak ada nuansa Tionghoa sama sekali. Suasana yang terasa justru sama persis seperti suasana pada tradisi serangkaian acara kematian milik orang Hindu Bali.

Di halaman samping rumah, beberapa wanita dewasa yang merupakan krama banjar adat di wilayah Desa Baturiti dan sekitarnya terlihat menggunakan pakaian adat Bali, kebaya dan kamen warna gelap. Mereka membantu mengurus tamu pelayat, semisal menyapa, menyiapkan hidangan, dan lain-lain.

Suasana di dapur seperti dapur orang Bali pada umumnya. Para ibu menyiapkan jamuan untuk para pelayat. Di halaman belakang, banyak pria dewasa krama banjar setempat juga berpakaian adat, dengan baju dan kain warna gelap, membantu membuat tetaring dan sarana lain. Pada malam hari mereka megebagan (berjaga) agar rumah duka tidak sepi sekaligus agar keluarga yang berduka bisa istirahat dan konsentrasi mengikuti ritual.

Saat acara pembakaran jenasah, peti nenek tidak diangkut menggunakan mobil milik sebuah yayasan suka duka pada umumnya, namun digotong oleh krama Bali menuju kuburan yang letaknya 5 kilometer dari rumah saya. Warga etnis Bali dan Tionghoa dengan pakaian khas masing-masing tampak bercampur-aduk dalam sebuah ritual.

Mereka memang mudah dikenali dari pakaiannya. Warga etnis Tionghoa menggunakan pakaian pakaian serba putih, sedangkan warga etnis Bali menggunakan pakaian serba hitam atau warga gelap. Namun ekspresi ketulusan dari wajah-wajah mereka tampak sama. Suara gamelan dari sekaa gong juga ikut menemani perjalanan nenek saya menuju tempat pembakaran di kuburan. Suasana adat Tionghoa dan Bali benar-benar menjadi satu. Mereka bareng-bareng ngayah, mereka ngayah bareng-bareng.

Bukan Hal Baru

Suasana seperti itu bukanlah hal yang baru di Desa Baturiti. Etnis keturunan dan krama Bali di Baturiti memang sudah seperti keluarga sejak lama. Dari sekian ribu jumlah penduduk di Baturiti, sekitar 200 orang di antaranya adalah etnis keturunan Tionghoa, salah satunya adalah keluarga saya sendiri.

Erlina Kang Adiguna, atau yang lebih dikenal dengan Mama Leon, juga merupakan etnis keturunan Tionghoa yang menjadi warga atau penduduk Desa Baturiti. Tahun masuknya etnis keturunan Tionghoa ke Desa Baturiti tidak diketahui secara pasti, namun jalinan antara keduanya diyakini bermula dan semakin erat dengan hadirnya tujuh orang sesepuh dari negeri Cina ke Desa Baturiti.

Mereka tidak membawa bekal apa-apa, namun mereka mewarisi berbagai hal yang bermanfaat di kemudian hari bagi warga etnis Tionghoa yang bermukim di desa itu, seperti cara-cara berdagang, bertani, serta ajaran-ajaran kehidupan yang bijak serta penanaman etos kerja dan lain-lain.

Pergaulan warga etnis Tionghoa di Baturiti makin berkembang setelah didirikannya perkumpulan Tiong Hwa Hwe Tjoe Batoeriti atau Perkumpulan Cing Bing Kongsi Baturiti pada 28 April 1931. Perkumpulan tersebut merupakan perkumpulan yang menghimpun orang-orang Tionghoa di Desa Baturiti dengan tujuan membantu etnis Tionghoa yang meninggal dunia.

Toleransi dan kerukunan etnis keturunan Tionghoa dan krama Bali di Desa Baturiti sudah menjadi budaya tersendiri yang dijaga oleh masyarakat di desa itu, baik oleh masyarakat etnis Tionghoa maupun warga lokal Desa Baturiti. Etnis keturunan Tionghoa selalu mencerminkan sikap toleransi dan kerukunan yang tinggi kepada etnis Bali, begitu pula etnis Bali kepada etnis Tinghoa di Baturiti. Mereka saling terbuka, menghormati dan membantu satu sama lain.

Contohnya pun beragam. Etnis keturunan Tionghoa selalu memberikan sumbangan untuk segala jenis upacara manusia dan keagamaan yang ada di Desa Baturiti, seperti odalan di Pura Desa atau Pura Puseh. Ketika salah seorang etnis Bali memiliki acara kematian, etnis keturunan Tionghoa juga akan ikut melayat dan membantu.

Yang menarik, etnis keturunan Tionghoa juga terdaftar di banjar masing-masing, sehingga saat Hari Raya Nyepi tiba, pemuda-pemudi Tionghoa di Desa Baturiti juga ikut menjadi bagian dari pawai ogoh-ogoh di bawah naungan seka teruna masing-masing.

Jika etnis keturunan Tionghoa memiliki acara, etnis Bali juga akan mengulurkan tangannya memberi bantuan, menyumbangkan pikiran mereka, tenaga, bahkan materi. Contohnya seperti saat acara kematian nenek saya itu. Benar-benar acara adat kematian yang terasa Bali namun sebenarnya Cina.

Abhiseka Buddha Rupang

Contoh lain adalah saat acara Abhiseka Buddha Rupang atau menempatkan patung Buddha dalam ruang dhammasala Vihara Dhammadana, Baturiti ,pada tahun 2011. Acara tersebut sangat besar dan meriah karena melibatkan seluruh umat Buddha di seluruh Bali. Saat itu sikap toleransi dari etnis Bali sangat bisa dilihat. Warga dari empat banjar yang ada di Desa Baturiti turut ngayah.

Mereka membuat 50 penjor yang ditancapkan di sepanjang jalan raya menuju ke Vihara. Ada juga parade 32 gebogan dari ibu-ibu PKK, gamelan gong dari sekeha gong dan tarian rejang dewa dari sekaha teruna di Desa Baturiti. Mereka semua ambil bagian menyambut kedatangan arca Buddha. Suasana Bali dan Buddha juga kuat terasa.

Di hari gembira, seperti pada Hari Raya Galungan bagi umat Hindu dan Imlek bagi warga keturunan, suasana saling berbagi kebahagiaan juga tampak kental. Mereka saling ngejot atau berbagi dan saling hantar makanan satu sama lain.

Misalnya pada hari raya besar Galungan dan Kuningan, etnis Bali akan berbagi makanan khas hari raya tersebut kepada tetangga-tetangga etnis Tionghoa, seperti lawar, sate, babi guling, urutan, tum dan lain-lain. Pada hari raya besar etnis Tionghoa, yaitu Tahun Baru Imlek, giliran etnis Tionghoa untuk saling berbagi makanan dan jajanan khas Imlek kepada para tetangga etnis Bali, seperti mie panjang umur, kue lapis, kue keranjang, jeruk mandarin dan lain sebagainya.

Masih banyak wujud toleransi dan kerukunan antar etnis Tionghoa dan Bali di Desa Baturiti. Hubungan yang harmonis antara etnis Tionghoa dan umat Buddha Baturiti tentu saja menjadi warisan yang harus dijaga untuk tetap meraih kesejahteraan, kebahagiaan antarumat yang berlandaskan keluhuran budi dan hati.

Lahir, hidup, dan mati, bagi saya dan keluarga, juga bagi keluarga keturunan di Desa Baturiti, adalah ritual biasa yang tak bikin cemas. Lahir di Baturiti, hidup di Baturiti, dan mati di Baturiti, akan dibantu oleh warga Baturiti, apa pun asal-usul etnisnya.

Saya lihat dan rasakan sendiri saat nenek meninggal dan ritual menuju surga. Maka, Selamat Jalan, Nenek. Jika lahir kembali, lahirlah di Baturiti, jadi anak dari warga keturunan Tionghoa atau jadi anak warga Bali, sama saja. (T)

Peserta Anugerah Jurnalisme Warga

Tags: baliBudhahinduTionghoatoleransi
Previous Post

Kelas Jurnalisme Warga: Ketika Anak-anak Pengungsi Bercerita

Next Post

Bersenandung Bhineka dari Bajawa

Julio Saputra

Julio Saputra

Alumni Mahasiswa jurusan Bahasa Inggris Undiksha, Singaraja. Punya kesukaan menulis status galau di media sosial. Pemain teater yang aktif bergaul di Komunitas Mahima

Next Post

Bersenandung Bhineka dari Bajawa

Please login to join discussion

ADVERTISEMENT

POPULER

  • Refleksi Semangat Juang Bung Tomo dan Kepemimpinan Masa Kini

    Apakah Menulis Masih Relevan di Era Kecerdasan Buatan?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Tulak Tunggul Kembali ke Jantung Imajinasi

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Ulun Pangkung Menjadi Favorit: Penilaian Sensorik, Afektif, atau Intelektual?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • ”Married by Accident” Bukan Pernikahan Manis Cinderella

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Duel Sengit Covid-19 vs COVID-19 – [Tentang Bahasa]

    11 shares
    Share 11 Tweet 0

KRITIK & OPINI

  • All
  • Kritik & Opini
  • Esai
  • Opini
  • Ulas Buku
  • Ulas Film
  • Ulas Rupa
  • Ulas Pentas
  • Kritik Sastra
  • Kritik Seni
  • Bahasa
  • Ulas Musik

Mendaki Bukit Tapak, Menemukan Makam Wali Pitu di Puncak

by Arix Wahyudhi Jana Putra
May 9, 2025
0
Mendaki Bukit Tapak, Menemukan Makam Wali Pitu di Puncak

GERIMIS pagi itu menyambut kami. Dari Kampus Undiksha Singaraja sebagai titik kumpul, saya dan sahabat saya, Prayoga, berangkat dengan semangat...

Read more

Kreativitas dan Imajinasi: Dua Modal Utama Seorang Seniman

by Pitrus Puspito
May 9, 2025
0
Kreativitas dan Imajinasi: Dua Modal Utama Seorang Seniman

DALAM sebuah seminar yang diadakan Komunitas Salihara (2013) yang bertema “Seni Sebagai Peristiwa” memberi saya pemahaman mengenai dunia seni secara...

Read more

Deepfake Porno, Pemerkosaan Simbolik, dan Kejatuhan Etika Digital Kita

by Petrus Imam Prawoto Jati
May 9, 2025
0
Refleksi Semangat Juang Bung Tomo dan Kepemimpinan Masa Kini

BEBERAPA hari ini, jagat digital Indonesia kembali gaduh. Bukan karena debat capres, bukan pula karena teori bumi datar kambuhan. Tapi...

Read more
Selengkapnya

BERITA

  • All
  • Berita
  • Ekonomi
  • Pariwisata
  • Pemerintahan
  • Budaya
  • Hiburan
  • Politik
  • Hukum
  • Kesehatan
  • Olahraga
  • Pendidikan
  • Pertanian
  • Lingkungan
  • Liputan Khusus
“Bali Stroke Care”: Golden Period, Membangun Sistem di Tengah Detik yang Maut

“Bali Stroke Care”: Golden Period, Membangun Sistem di Tengah Detik yang Maut

May 8, 2025
Mosphit Skena Segera Tiba, yang Ngaku-Ngaku Anak Skena Wajib Hadir!

Mosphit Skena Segera Tiba, yang Ngaku-Ngaku Anak Skena Wajib Hadir!

May 7, 2025
Bimo Seno dan Dolog Gelar Pertandingan Tenis Lapangan di Denpasar

Bimo Seno dan Dolog Gelar Pertandingan Tenis Lapangan di Denpasar

April 27, 2025
Kebersamaan di Desa Wanagiri dalam Aksi Sosial Multisektor Paras.IDN dalam PASSION Vol.2 Bali

Kebersamaan di Desa Wanagiri dalam Aksi Sosial Multisektor Paras.IDN dalam PASSION Vol.2 Bali

April 23, 2025
Menghidupkan Warisan Leluhur, I Gusti Anom Gumanti Pimpin Tradisi Ngelawar di Banjar Temacun Kuta

Menghidupkan Warisan Leluhur, I Gusti Anom Gumanti Pimpin Tradisi Ngelawar di Banjar Temacun Kuta

April 22, 2025
Selengkapnya

FEATURE

  • All
  • Feature
  • Khas
  • Tualang
  • Persona
  • Historia
  • Milenial
  • Kuliner
  • Pop
  • Gaya
  • Pameran
  • Panggung
“Jalan Suara”, Musikalisasi Puisi Yayasan Kesenian Sadewa Bali dan Komunitas Disabilitas Tunanetra
Panggung

“Jalan Suara”, Musikalisasi Puisi Yayasan Kesenian Sadewa Bali dan Komunitas Disabilitas Tunanetra

SEPERTI biasa, Heri Windi Anggara, pemusik yang selama ini tekun mengembangkan seni musikalisasi puisi atau musik puisi, tak pernah ragu...

by Nyoman Budarsana
May 6, 2025
Mengenang Perupa I Gusti Made Peredi dan Karya-karyanya yang Membingkai Zaman
Khas

Mengenang Perupa I Gusti Made Peredi dan Karya-karyanya yang Membingkai Zaman

TAK salah jika Pemerintah Kota Denpasar dan Pemerintah Provinsi Bali menganugerahkan penghargaan kepada Almarhum I Gusti Made Peredi, salah satu...

by Nyoman Budarsana
May 6, 2025
“Muruk” dan “Nutur”, Belajar dan Diskusi ala Anak Muda Desa Munduk-Buleleng
Khas

“Muruk” dan “Nutur”, Belajar dan Diskusi ala Anak Muda Desa Munduk-Buleleng

DULU, pada setiap Manis Galungan (sehari setelah Hari Raya Galungan) atau Manis Kuningan (sehari setelah Hari Raya Kuningan) identik dengan...

by Komang Yudistia
May 6, 2025
Selengkapnya

FIKSI

  • All
  • Fiksi
  • Cerpen
  • Puisi
  • Dongeng
Kampusku Sarang Hantu [1]: Ruang Kuliah 13 yang Mencekam

Kampusku Sarang Hantu [14]: Ayam Kampus Bersimbah Darah

May 8, 2025
Perempuan di Mata Mak Kaeh | Cerpen Khairul A. El Maliky

Perempuan di Mata Mak Kaeh | Cerpen Khairul A. El Maliky

May 4, 2025
Puisi-puisi Gimien Artekjursi | Tentang Harimau Jawa

Puisi-puisi Gimien Artekjursi | Tentang Harimau Jawa

May 4, 2025
Poleng | Cerpen Sri Romdhoni Warta Kuncoro

Poleng | Cerpen Sri Romdhoni Warta Kuncoro

May 3, 2025
Puisi-puisi Muhammad Rafi’ Hanif | Kenang-Kenangan Seorang Mahasiswa

Puisi-puisi Muhammad Rafi’ Hanif | Kenang-Kenangan Seorang Mahasiswa

May 3, 2025
Selengkapnya

LIPUTAN KHUSUS

  • All
  • Liputan Khusus
Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan
Liputan Khusus

Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan

SEBAGAIMANA Banyuwangi di Pulau Jawa, secara geografis, letak Pulau Lombok juga cukup dekat dengan Pulau Bali, sehingga memungkinkan penduduk kedua...

by Jaswanto
February 28, 2025
Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan
Liputan Khusus

Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan

SUNGGUH kasihan. Sekelompok remaja putri dari Desa Baturiti, Kecamatan Kerambitan, Tabanan—yang tergabung dalam  Sekaa Gong Kebyar Wanita Tri Yowana Sandhi—harus...

by Made Adnyana Ole
February 13, 2025
Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti
Liputan Khusus

Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti

BULELENG-BANYUWANGI, sebagaimana umum diketahui, memiliki hubungan yang dekat-erat meski sepertinya lebih banyak terjadi secara alami, begitu saja, dinamis, tak tertulis,...

by Jaswanto
February 10, 2025
Selengkapnya

ENGLISH COLUMN

  • All
  • Essay
  • Fiction
  • Poetry
  • Features
Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

March 8, 2025
Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

November 30, 2024
The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

September 10, 2024
The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

July 21, 2024
Bali, the Island of the Gods

Bali, the Island of the Gods

May 19, 2024

TATKALA.CO adalah media umum yang dengan segala upaya memberi perhatian lebih besar kepada seni, budaya, dan kreativitas manusia dalam mengelola kehidupan di tengah-tengah alam yang begitu raya

  • Penulis
  • Tentang & Redaksi
  • Kirim Naskah
  • Pedoman Media Siber
  • Kebijakan Privasi
  • Desclaimer

Copyright © 2016-2024, tatkala.co

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis

Copyright © 2016-2024, tatkala.co