Saat teknologi sains sedemikian canggihnya, ia bagaikan sulap. Ia seakan tak terpikirkan. Acintya!
Maka sains sudah seharusnya sebuah harmoni selaras dengan spiritual, bukan berseteru. Memang begitulah semestinya. Toh jika bertentangan, pastilah dengan tafsirnya, bukan dengan spiritualitas itu sendiri. Jika sains adalah sebuah obyektifitas dan realitas, maka spiritual adalah realitas tertinggi yang belum terpikirkan, acintya!
Maka merupakan kebijakan yang sangat membanggakan saat pada tahun 1992, Paus Johanes Paulus II secara terbuka menyatakan hukuman yang dijatuhkan pada Galileo adalah hasil dari “pemahaman yang salah”.Galileo Galilei (1564-1642) adalah orang pertama yang membuat teleskop astronomi, terobosan baru yang meruntuhkan argumentasi gereja yang menyebut dunia sebagai pusat alam semesta.
Temuan Galileo berpendapat lain, bumi hanya salah satu planet yang berputar mengelilingi matahari. Akibatnya gereja pun lantas menuding Galileo melakukan bidah. Karena kecerdasannya itu, dia dijatuhi hukuman seumur hidup. Begitupun kontroversi teori evolusi Darwin, yang bahkan sampai saat inipun belum dapat diterima dengan baik oleh kaum spiritualis. Padahal kita paham Sir Charles Robert Darwin & rekan-rekannya hanyalah menyajikan ribuan bahkan ratusan ribu spesimen-spesimen biologis yang mewakili realitas-realitas kehidupan di bumi sejak berabad-abad lampau.
Sebelum menjalani lasik — satu metode terapi mengembalikan visus menggunakan sinar LASER untuk mengatasi kelainan refraksi — saya ini pemilik mata minus kategori berat, yaitu minus sepuluh kedua mata plus silindris masing-masing satu dan dua.
Saya nyaris tak melihat alias buta, tanpa lensa tebal di depan kedua mata saya. Bahkan mandi pun saya harus mengenakan kacamata, jika tidak, saya sering salah mengambil antara sabun cair dengan sampo, juga istri saya pun tak saya kenali jika sedang mandi berdua, hahaha.
Juga saat berolahraga futsal atau bulutangkis. Hanya saat tidur saya dapat menanggalkan kacamata, namun dalam mimpi saya kembali memakainya karena saat itu saya sedang membaca buku atau menonton konser.
Lasik itu membuat saya takjub. Hanya dalam hitungan detik prosesnya, meski kedua mata masih sangat perih, dengan mengintip dari celah sempit kelopak mata yang sangat silau, saya dapat melihat normal ke sekeliling tanpa lensa minus lagi. Luar biasa, bagaikan sulap, tak terpikirkan!
Lalu saya membaca tentang InSight. Ia adalah kepanjangan dari Interior Exploration using Seismic Investigations, Geodesy and Heat Transport. Sebuah misi ambisius sekaligus prestisius manusia untuk mengeksplorasi planet Mars.
Tujuan misi ini adalah untuk menempatkan pendarat stasioner dilengkapi dengan seismometer dan penyelidikan aliran panas di permukaan Mars untuk mempelajari evolusi geologi awal. Untuk keperluan ini maka diluncurkan sebuah robot pesawat pendarat nirawak yang telah menempuh perjalanan antar planet sekira 301 juta mil atau kira-kira 480 juta km sejak 5 Mei 2018.
Robot InSight meluncur bersama pesawat luar angkasa yang mendorongnya untuk terus sampai ke planet Merah. Robot tersebut menembus dinginnya luar angkasa yang kabarnya mencapai minus 269 derajat celcius sebelum dipanaskan kembali oleh gesekan atmosfer Mars.
Terbayangkankah bagi anda jarak sepanjang 480 juta km atau suhu minus 269 derajat? Kalau tidak, terpikirkankah oleh kita cara mengukurnya? Mungkinkah mereka menipu kita dengan angka-angka sedemikian fantastik itu? Rentetan pertanyaan ini telah menyudutkan kita pada keadaan tak berdaya untuk realitas-realitas yang acintya tersebut!
Acintya tak melulu dibawa oleh sains yang sedemikian tinggi, namun juga oleh keadaan sehari-hari yang sangat familiar dan justru seakan-akan rendah. Jika lantaran anak-anak yang begitu bandel, istri yang super cerewet atau atasan yang maha kejam lalu membuat seorang laki-laki marah atau stres, ini mudah dipahami dan dipikirkan.
Itu tipikal lazim reaksi manusia biasa yang diterpa situasi tak nyaman. Ia betul-betul seorang manusia. Namun jika sebaliknya ia santai-santai saja, tetap asik menjalani hidup atau riang bekerja di kantor maka itu yang sulit kita bayangkan. Kok bisa? Apakah ia memang penyabar, punya daya tahan emosional yang tangguh? Atau ia lelaki paling dungu sedunia? Nah, rentetan pertanyaan ini juga sebuah tanda, fakta tersebut juga tak terpikirkan, acintya!
Tulisan ini pada akhirnya tetap akan punya begitu banyak tafsir. Tergantung perspektif pembaca soal definisi acintya.Jika selama ini Tuhan-lah yang kita anggap punya predikat ini, maka tak salah juga jika diyakini Tuhan memang ada di mana-mana, di mana ada keadaan yang tak terpikirkan, di mana ada berkas cahaya acintya! [T]